18/08/2025
Kubuat su4miku menyes4l seumur hidvp. Dia mengira aku mengizinkannya mendua dengan alasan cinta tanpa rencana? Dia salah karena ...
***Silakan Mendua Atas Nama Cinta 8
Tari tak habis pikir. Bagaimana bisa Danis bisa berubah menjadi seb0doh itu dalam waktu singkat hingga u4ng untuk membeli beras pun dia tak punya. Padahal, dia memiliki toko sembako besar. Bahkan, bisa dikatakan terbesar di kota ini. Jika hanya sekadar beras, jelas tak sulit.
Dulu, untuk bahan makanan pokok yang kering, rumah mereka tak pernah kekurangan. Semua disuport oleh toko milik Danis. Hingga u4ng yang tiga juta lebih pemberian Danis, bisa lebih optimal pemanfaatannya oleh Tari.
Danis memang perhitungan soal u4ng. Penghasilan tokonya yang lumayan, disimpannya sendiri. Akan tetapi untuk kewajibannya sebagai suami boleh dikatakan standar. Tari tak mempermasalahkan itu karena dia berpikir rumah tangga adalah berbagi, bukan menguasai. Tari lebih dari mapan untuk sekadar kebutuhan u4ng.
Hingga pukul sepuluh malam, Danis baru pulang. Dia membawa sekarung beras ukuran lima belas kilo. Hanya itu.
"Cuma beras, Mas?"
"Kamu masih saja tak bersyukur, Tari! Cukuplah beras ini dulu. Asal kamu dan Alka tak kelaparan."
Tari tergelak. "Kamu ini lucu, Mas. Kamu bukan orang miskin, loh. Tapi baru menikah lagi satu minggu, cuma bisa kasih istri dan anak beras sekarung tanpa lauk. Aneh."
"Cukup, Tari. Aku lapar. Pergilah memasak!"
Tari berpikir keras. Dia bingung. Sebenarnya, apa yang terjadi pada suaminya itu? Punya toko tapi kelaparan. Punya toko tapi memikul beras sendiri sementara ada karyawan. Satu minggu menikah, Danis berubah drastis. Kewibawaannya hilang. Tari bertanya-tanya, sehebat apa Tiara istri baru Danis itu.
Danis bermain bersama Alka. Tari melihat Danis kehilangan keceriaan. Meski begitu, Tari tak mau bertanya. Dia ke dapur dan memasak. Dia sendiri dan Alka sudah makan setelah tadi saat Danis pergi, dia memesan makanan restoran.
Tari hanya memasak sesuai dengan apa yang diberikan Danis. Hanya nasi. Bahan lauk dan sayur sudah tak ada. Jadi, setelah nasi matang, Tari hanya membuat nasi goreng.
"Makanlah, Mas."
Danis dengan cepat ke dapur. Namun, lagi-lagi dia mengeluh. "Kenapa hanya nasi goreng, Tari?"
"Loh, memangnya tadi kamu bawa apa, Mas? Cuma beras, kan? Masih syukur kita punya bumbu dapur. Beras bisa jadi nasi goreng."
"Kamu keterlaluan, Tari. U4ngmu banyak, tapi pelit sekali." Danis menggerutu.
"Mas, jangan mulai. U4ngku banyak, tapi itu bukan u4ngmu. Selama ini aku tak perhitungan karena kamu baik. Sekarang kamu punya dua istri. Masa masih harus aku yang menutupi kekurangan? Seharusnya kamu bisa lebih mapan. Tokomu besar."
Danis tak bicara lagi. Dia makan dengan lahap masakan Tari tanpa menawari istrinya itu makan.
"Kasihan kamu, Mas. Tapi itu akibatnya kalau mempermainkan aku," batin Tari.
Tari membuka ponselnya. Ada pesan dari Tania. Pesan yang membuat Tari curiga.
[Bagaimana keadaanmu setelah Danis menikah lagi, Tari?]
Pesan itu memberi kesan ejekan. Itu bukan gaya Tania yang dikenal Tari. Mereka sudah bersahabat sejak lama. Sekalipun beberapa kali ada konflik kecil karena mereka terlalu dekat, tapi semua berjalan baik-baik saja.
Karena bingung untuk menjawab, Tari membiarkan pesan itu hingga masuk pesan berikutnya.
[Tari? Kamu baik-baik saja? Pasti sekarang kamu sedang menangis dan meratap, kan? Itulah, jangan terlalu membanggakan suami di depan orang lain. Sekarang setelah direbut orang, barulah kamu tau.]
Tari tetap tak membalas. Dia masih terus mencerna kata-kata Tania. Tari masih tak percaya jika Tania bisa menulis seperti itu.
[Bales, Tari.]
Tari memfoto Danis yang baru selesai makan dan mengirimkannya pada Tania, tanpa kata-kata.
Namun, balasan dari Tania semakin menyakitkan. Jelas saja itu juga membuat Tari semakin heran.
[Lusuh sekali suamimu itu sekarang, Tar? Atau kamu sudah tak bisa mengurusnya? Pantas kalau dia menikah lagi.]
Tari berpikir keras. Entah apa kesalahannya pada Tania hingga sahabatnya itu terkesan ketus.
Tari memang sering membanggakan Danis baik di sosial media maupun di lingkungan teman-temannya. Semua orang memujinya karena memiliki suami baik dan penyayang seperti Danis. Setiap ada momen kebersamaan dan kebahagiaan, Tari membagikannya. Sekarang, mengingat itu semua, Tari merasa sangat malu. Danis tak sebaik yang dia ceritakan.
"Aku mau tidur." Danis beranjak lebih dulu meninggalkan Tari yang masih kebingungan dengan sikap Tania yang tiba-tiba saja menjadi aneh.
Sambil terus melihat pesan Tania, Tari mengira-ngira apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya itu. Untuk menduga bahwa Tania s**a atas kes4kitan yang dirasakannya, Tari tak bisa. Tania adalah sahabat terbaiknya. Namun, untuk tak berprasangka bvruk pun, Tari kesulitan. Ucapan Tania terasa seperti memojokkan. Untuk membela diri, Tari sudah tak bisa. Kenyataannya, Danis seburvk itu.
Tania hampir setiap hari datang menemui Tari. Setelah syuting, Tania menyempatkan datang. Namun, sejak peringatannya diabaikan Tari, sejak itu juga Tania tak muncul. Mereka juga tak pernah berkomunikasi. Tari menduga Tania kesal padanya.
Tari menyusul Danis ke k4mar. Dia melihat suaminya itu seperti orang kelelahan. Tidurnya mengorok tapi gelisah.
"Sekarang, kamu juga milik orang lain, Mas. Kamu juga curang dengan memfitn4h aku macam-macam. Terima sendiri resikonya. Aku tenang tapi kamu usik. Aku sabar dan membanggakanmu tapi kamu merus4knya dan mengecewakan. Nikmati perbuatanmu sendiri."
***
Dua hari terlewati. Jatah hari untuk Tari berakhir. Saatnya Danis pergi ke rumah istri mudanya. Tari sendiri bersiap-siap kembali ke rumah pribadinya.
"Kenapa kamu dan Alka rapi sekali, Tari? Selama aku di sini, pakaian kalian lusuh. Tapi setelah aku akan pergi, kalian keren sekali. Mau ke mana kalian?" tanya Danis. Penampilan istri dan anaknya itu membuatnya heran.
"Jelas saja kami rapi, Mas. Aku akan mengajak Alka ke mall. Ini hari Minggu, masih sempat bermain-main."
"Kenapa tidak kemarin? Aku bisa menemani kalian."
"Kamu tidak punya u4ng, Mas. Aku tak mau merepotkanmu. Biar kami berdua saja."
"Tari? Bisa ya, kamu bicara seperti itu? Apa bedanya aku punya u4ng atau tidak? Buktinya sekarang kalian bisa pergi."
Tari mendengkus. "Keadaan sudah berbeda, Mas. Kita pernah harmonis dan romantis. Hanya pernah, karena sekarang kamu sibuk dengan istri barumu."
Danis memandang ke arah lain lalu berjalan mendekati Alka. Setelah bermain sebentar dengan anaknya itu, Danis keluar dan menuju mobilnya. Tari mengikuti.
"Mobil pemberian ayahmu dibawa Ibu, Mas. Kamu tau?"
"Tau."
"Baguslah."
Tari masih ingin bicara, tapi tak dilakukannya karena ada sebuah mobil datang lalu pergi setelah menurunkan seorang perempuan cantik yang sedang h4mil tujuh bulan.
Jantung Tari berp4cu dengan sangat cepat.
"Mas! Tunggu!" seru perempuan itu.
"Tiara? Untuk apa ke sini, Sayang?" Danis menyambut perempuan itu.
Tari hampir muntah mendengar kata sayang dari mulut Danis untuk perempuan itu.
"Oh, jadi ini yang bernama Tiara," gumam Tari.
Tari tak bicara apa-apa. Dia hanya memperhatikan perempuan bernama Tiara itu.
"Loh, Mas? Kok begitu? Ini kan jatah waktu untukku?" Tiara merajuk. Dia langsung mer4ngkul lengan Danis sambil melirik ke arah Tari.
"Ini kan baru mau pulang, Sayang."
"Kata kamu kemarin akan mengeluarkan Mbak Tari dari sini dan kita yang akan tinggal di sini. Bagaimana, sih?"
Tari emosi. Ucapan Tiara itu meny4kiti hatinya. "Hei, perempuan tak jelas! Jangan sembarangan. Ini tempat tinggalku. Harusnya kamu malu datang ke sini!"
"Kok malu, Mbak. Aku ini istri Mas Danis. Wajar kalau aku tinggal di rumahnya! Mas Danis sendiri yang bilang mau keluarkan Mbak dari sini karena lebih mencintai aku." Tiara menjawab dengan ketus.
Tari tertawa. "Istri? Tapi kok kesannya kamu itu seperti pengem1s!"
***
Hanya di KBM App
Judul : Silakan Mendua Atas Nama Cinta
Username : Shadam_Adivio
Penulis Bintang Gerhana Bilal Zeilan
Kubuat su4miku menyes4l seumur hidvp. Dia mengira aku mengizinkannya mendua dengan alasan cinta tanpa rencana? Dia salah karena ...
***Silakan Mendua Atas Nama Cinta 8
Tari tak habis pikir. Bagaimana bisa Danis bisa berubah menjadi seb0doh itu dalam waktu singkat hingga u4ng untuk membeli beras pun dia tak punya. Padahal, dia memiliki toko sembako besar. Bahkan, bisa dikatakan terbesar di kota ini. Jika hanya sekadar beras, jelas tak sulit.
Dulu, untuk bahan makanan pokok yang kering, rumah mereka tak pernah kekurangan. Semua disuport oleh toko milik Danis. Hingga u4ng yang tiga juta lebih pemberian Danis, bisa lebih optimal pemanfaatannya oleh Tari.
Danis memang perhitungan soal u4ng. Penghasilan tokonya yang lumayan, disimpannya sendiri. Akan tetapi untuk kewajibannya sebagai suami boleh dikatakan standar. Tari tak mempermasalahkan itu karena dia berpikir rumah tangga adalah berbagi, bukan menguasai. Tari lebih dari mapan untuk sekadar kebutuhan u4ng.
Hingga pukul sepuluh malam, Danis baru pulang. Dia membawa sekarung beras ukuran lima belas kilo. Hanya itu.
"Cuma beras, Mas?"
"Kamu masih saja tak bersyukur, Tari! Cukuplah beras ini dulu. Asal kamu dan Alka tak kelaparan."
Tari tergelak. "Kamu ini lucu, Mas. Kamu bukan orang miskin, loh. Tapi baru menikah lagi satu minggu, cuma bisa kasih istri dan anak beras sekarung tanpa lauk. Aneh."
"Cukup, Tari. Aku lapar. Pergilah memasak!"
Tari berpikir keras. Dia bingung. Sebenarnya, apa yang terjadi pada suaminya itu? Punya toko tapi kelaparan. Punya toko tapi memikul beras sendiri sementara ada karyawan. Satu minggu menikah, Danis berubah drastis. Kewibawaannya hilang. Tari bertanya-tanya, sehebat apa Tiara istri baru Danis itu.
Danis bermain bersama Alka. Tari melihat Danis kehilangan keceriaan. Meski begitu, Tari tak mau bertanya. Dia ke dapur dan memasak. Dia sendiri dan Alka sudah makan setelah tadi saat Danis pergi, dia memesan makanan restoran.
Tari hanya memasak sesuai dengan apa yang diberikan Danis. Hanya nasi. Bahan lauk dan sayur sudah tak ada. Jadi, setelah nasi matang, Tari hanya membuat nasi goreng.
"Makanlah, Mas."
Danis dengan cepat ke dapur. Namun, lagi-lagi dia mengeluh. "Kenapa hanya nasi goreng, Tari?"
"Loh, memangnya tadi kamu bawa apa, Mas? Cuma beras, kan? Masih syukur kita punya bumbu dapur. Beras bisa jadi nasi goreng."
"Kamu keterlaluan, Tari. U4ngmu banyak, tapi pelit sekali." Danis menggerutu.
"Mas, jangan mulai. U4ngku banyak, tapi itu bukan u4ngmu. Selama ini aku tak perhitungan karena kamu baik. Sekarang kamu punya dua istri. Masa masih harus aku yang menutupi kekurangan? Seharusnya kamu bisa lebih mapan. Tokomu besar."
Danis tak bicara lagi. Dia makan dengan lahap masakan Tari tanpa menawari istrinya itu makan.
"Kasihan kamu, Mas. Tapi itu akibatnya kalau mempermainkan aku," batin Tari.
Tari membuka ponselnya. Ada pesan dari Tania. Pesan yang membuat Tari curiga.
[Bagaimana keadaanmu setelah Danis menikah lagi, Tari?]
Pesan itu memberi kesan ejekan. Itu bukan gaya Tania yang dikenal Tari. Mereka sudah bersahabat sejak lama. Sekalipun beberapa kali ada konflik kecil karena mereka terlalu dekat, tapi semua berjalan baik-baik saja.
Karena bingung untuk menjawab, Tari membiarkan pesan itu hingga masuk pesan berikutnya.
[Tari? Kamu baik-baik saja? Pasti sekarang kamu sedang menangis dan meratap, kan? Itulah, jangan terlalu membanggakan suami di depan orang lain. Sekarang setelah direbut orang, barulah kamu tau.]
Tari tetap tak membalas. Dia masih terus mencerna kata-kata Tania. Tari masih tak percaya jika Tania bisa menulis seperti itu.
[Bales, Tari.]
Tari memfoto Danis yang baru selesai makan dan mengirimkannya pada Tania, tanpa kata-kata.
Namun, balasan dari Tania semakin menyakitkan. Jelas saja itu juga membuat Tari semakin heran.
[Lusuh sekali suamimu itu sekarang, Tar? Atau kamu sudah tak bisa mengurusnya? Pantas kalau dia menikah lagi.]
Tari berpikir keras. Entah apa kesalahannya pada Tania hingga sahabatnya itu terkesan ketus.
Tari memang sering membanggakan Danis baik di sosial media maupun di lingkungan teman-temannya. Semua orang memujinya karena memiliki suami baik dan penyayang seperti Danis. Setiap ada momen kebersamaan dan kebahagiaan, Tari membagikannya. Sekarang, mengingat itu semua, Tari merasa sangat malu. Danis tak sebaik yang dia ceritakan.
"Aku mau tidur." Danis beranjak lebih dulu meninggalkan Tari yang masih kebingungan dengan sikap Tania yang tiba-tiba saja menjadi aneh.
Sambil terus melihat pesan Tania, Tari mengira-ngira apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya itu. Untuk menduga bahwa Tania s**a atas kes4kitan yang dirasakannya, Tari tak bisa. Tania adalah sahabat terbaiknya. Namun, untuk tak berprasangka bvruk pun, Tari kesulitan. Ucapan Tania terasa seperti memojokkan. Untuk membela diri, Tari sudah tak bisa. Kenyataannya, Danis seburvk itu.
Tania hampir setiap hari datang menemui Tari. Setelah syuting, Tania menyempatkan datang. Namun, sejak peringatannya diabaikan Tari, sejak itu juga Tania tak muncul. Mereka juga tak pernah berkomunikasi. Tari menduga Tania kesal padanya.
Tari menyusul Danis ke k4mar. Dia melihat suaminya itu seperti orang kelelahan. Tidurnya mengorok tapi gelisah.
"Sekarang, kamu juga milik orang lain, Mas. Kamu juga curang dengan memfitn4h aku macam-macam. Terima sendiri resikonya. Aku tenang tapi kamu usik. Aku sabar dan membanggakanmu tapi kamu merus4knya dan mengecewakan. Nikmati perbuatanmu sendiri."
***
Dua hari terlewati. Jatah hari untuk Tari berakhir. Saatnya Danis pergi ke rumah istri mudanya. Tari sendiri bersiap-siap kembali ke rumah pribadinya.
"Kenapa kamu dan Alka rapi sekali, Tari? Selama aku di sini, pakaian kalian lusuh. Tapi setelah aku akan pergi, kalian keren sekali. Mau ke mana kalian?" tanya Danis. Penampilan istri dan anaknya itu membuatnya heran.
"Jelas saja kami rapi, Mas. Aku akan mengajak Alka ke mall. Ini hari Minggu, masih sempat bermain-main."
"Kenapa tidak kemarin? Aku bisa menemani kalian."
"Kamu tidak punya u4ng, Mas. Aku tak mau merepotkanmu. Biar kami berdua saja."
"Tari? Bisa ya, kamu bicara seperti itu? Apa bedanya aku punya u4ng atau tidak? Buktinya sekarang kalian bisa pergi."
Tari mendengkus. "Keadaan sudah berbeda, Mas. Kita pernah harmonis dan romantis. Hanya pernah, karena sekarang kamu sibuk dengan istri barumu."
Danis memandang ke arah lain lalu berjalan mendekati Alka. Setelah bermain sebentar dengan anaknya itu, Danis keluar dan menuju mobilnya. Tari mengikuti.
"Mobil pemberian ayahmu dibawa Ibu, Mas. Kamu tau?"
"Tau."
"Baguslah."
Tari masih ingin bicara, tapi tak dilakukannya karena ada sebuah mobil datang lalu pergi setelah menurunkan seorang perempuan cantik yang sedang h4mil tujuh bulan.
Jantung Tari berp4cu dengan sangat cepat.
"Mas! Tunggu!" seru perempuan itu.
"Tiara? Untuk apa ke sini, Sayang?" Danis menyambut perempuan itu.
Tari hampir muntah mendengar kata sayang dari mulut Danis untuk perempuan itu.
"Oh, jadi ini yang bernama Tiara," gumam Tari.
Tari tak bicara apa-apa. Dia hanya memperhatikan perempuan bernama Tiara itu.
"Loh, Mas? Kok begitu? Ini kan jatah waktu untukku?" Tiara merajuk. Dia langsung mer4ngkul lengan Danis sambil melirik ke arah Tari.
"Ini kan baru mau pulang, Sayang."
"Kata kamu kemarin akan mengeluarkan Mbak Tari dari sini dan kita yang akan tinggal di sini. Bagaimana, sih?"
Tari emosi. Ucapan Tiara itu meny4kiti hatinya. "Hei, perempuan tak jelas! Jangan sembarangan. Ini tempat tinggalku. Harusnya kamu malu datang ke sini!"
"Kok malu, Mbak. Aku ini istri Mas Danis. Wajar kalau aku tinggal di rumahnya! Mas Danis sendiri yang bilang mau keluarkan Mbak dari sini karena lebih mencintai aku." Tiara menjawab dengan ketus.
Tari tertawa. "Istri? Tapi kok kesannya kamu itu seperti pengem1s!"
***
Hanya di KBM App
Judul : Silakan Mendua Atas Nama Cinta
Username : Shadam_Adivio
Penulis Bintang Gerhana Bilal Zeilan