11/11/2025
Dalam surat terbuka yang ditujukannya kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Menteri Kesehatan RI, dan BPJS Kesehatan, seorang warga bernama Untung mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelayanan rumah sakit yang dinilainya tidak mencerminkan rasa kemanusiaan dan keadilan bagi peserta BPJS Kesehatan, Senin (10/11/2025).
Untung menjelaskan bahwa istrinya, yang menderita stroke permanen, telah menjalani perawatan inap selama 11 hari di Rumah Sakit Bunda Thamrin, Medan.
Namun, pihak rumah sakit meminta agar pasien dipulangkan dengan alasan telah layak keluar dari perawatan, meskipun kondisi fisiknya masih sangat lemah.
"Kondisi istri saya masih memprihatinkan. Makan dan minum pun masih melalui selang di hidung. Saya sudah memohon tambahan satu hari rawat inap, tapi rumah sakit menolak dan tetap menyuruh kami pulang hari itu juga," ujar Untung dengan nada kecewa.
Menurutnya, keputusan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi medis pasien dan menimbulkan kesan bahwa peserta BPJS Kesehatan tidak mendapat perlakuan yang setara dengan pasien umum. Ia pun mempertanyakan apakah kebijakan rumah sakit dipengaruhi oleh status kepesertaan BPJS.
"Apakah karena kami peserta BPJS sehingga diperlakukan seperti itu? Padahal nyawa manusia tidak seharusnya diukur dari status pasien," katanya.
Selain masalah keputusan pemulangan, Untung juga menyoroti fasilitas kamar yang diterima istrinya. Ia mengaku, meskipun terdaftar sebagai peserta BPJS Kelas 1, istrinya justru ditempatkan di kamar kelas 2 dengan alasan kamar kelas 1 penuh.
Hanya satu hari sang istri sempat dipindahkan ke ruang kelas 1, sebelum akhirnya diminta pulang pada hari ke-12.
"Kami peserta BPJS Kesehatan kelas 1, tapi ditempatkan di kamar kelas 2. Alasannya kamar kelas 1 penuh. Kalau memang penuh, mengapa hanya satu hari bisa pindah ke kelas 1, lalu besoknya langsung disuruh pulang?" ungkapnya.
Kekecewaan keluarga semakin mendalam ketika kondisi sang istri justru memburuk setelah dibawa pulang.
Untung berharap agar pemerintah, khususnya Presiden dan Menteri Kesehatan, turun tangan menindaklanjuti dugaan pelanggaran hak pasien tersebut.
"Saya mohon agar Bapak Presiden Prabowo, Menteri Kesehatan, dan BPJS Kesehatan melakukan evaluasi serta memberi sanksi kepada pihak rumah sakit jika terbukti menyalahi aturan. Kami hanya ingin keadilan dan perlakuan yang manusiawi," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, sebelumnya menegaskan bahwa tidak ada kebijakan pembatasan lama rawat inap bagi peserta BPJS di rumah sakit.
Dalam pernyataannya yang dikutip dari TribunKaltim (15 Juli 2024), Ghufron menyebut bahwa durasi rawat inap sepenuhnya ditentukan berdasarkan indikasi medis, bukan pembatasan administratif.
"Tidak ada pembatasan rawat inap tiga hari atau lebih bagi peserta BPJS. Semua tergantung pada kondisi medis pasien dan keputusan dokter yang merawat," jelas Ghufron.
Menanggapi laporan tersebut, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan, dr. Surya Syahputra Pulungan, menyatakan pihaknya akan segera menelusuri kasus ini dan berkoordinasi dengan pihak rumah sakit terkait.
"Kami akan menelusuri dan berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Bunda Thamrin untuk memastikan prosedur pelayanan kepada pasien BPJS sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya singkat.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Humas Rumah Sakit Bunda Thamrin, dr. Hely, belum memberikan keterangan resmi terkait peristiwa yang dialami pasien tersebut.
Kasus ini kembali menjadi sorotan publik mengenai pentingnya pengawasan terhadap pelayanan rumah sakit bagi peserta BPJS Kesehatan agar setiap pasien mendapatkan haknya sesuai kelas perawatan dan standar kemanusiaan yang berlaku di fasilitas kesehatan mitra pemerintah.