Kopi Aksara Publisher, CV

  • Home
  • Kopi Aksara Publisher, CV

Kopi Aksara Publisher, CV Kami penerbit yang bergerak di bidang penerbitan indie. Mengutamakan naskah-naskah sastra (puisi, prosa, drama) dan ilmu-ilmu sosial.

Royalti yang kami berikan kepada penulis yakni 20%. Sistem penjualan kami yakni via online dan ke gerai buku.

09/04/2015

Mungkin benar, di dalam fiksi, ruang dan waktu tak lagi jadi pembatas. Bukan berarti bahwa masa lalu dan masa kini, atau juga masa depan, bisa dipertemukan atau dipertukarkan sedemikian rupa sehingga waktu tak lagi jadi parameter logika untuk memahami suatu peristiwa.Dalam fiksi, yang terjadi bisa lebih dari sekadar itu. Masa lalu senantiasa dikunci oleh apa yang sudah terjadi. Ia seolah-olah telah terpatok, sebuah suratan yang telah tergenapi. Bicara tentang masa lalu selalu bicara dalam modus "after the fact (ipso facto)". Kita seakan cuma sekadar merekonstruksi belaka sesuatu yang sudah lewat dan kasip. Namun, fiksi tak mau dikungkung oleh batasan-batasan ini. Fiksi tak mau dikungkung oleh batasan-batasan ini. Fiksi tak hanya mampu membawa masa lalu melintasi ruang dan waktu menuju masa kini tetapi juga mengubah apa yang "sudah" terjadi menjadi apa yang "bisa/mungkin" terjadi.

Budiman-Prolog Kumcer "Celeng Satu Celeng Semua")

07/04/2015

“Syarat untuk menjadi penulis ada tiga, yaitu: menulis, menulis, menulis”

(Kuntowijoyo)

05/04/2015

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”

(Pramoedya Ananta Toer)

04/04/2015

“Untuk menjadi penulis, yang dibutuhkan hanyalah kemauan keras untuk menulis dan kemudian mempraktekkannya, orang yang hanya mempunyai kemauan untuk menulis namun tidak pernah melakukannya maka ia sama saja dengan bermimpi untuk memiliki mobil, tanpa ada usaha dan kerja keras untuk memilikinya”

(Sthepen King)

30/03/2015

PENYAIR KURNIA HIDAYATI 1

27/03/2015

Kopi Aksara Publisher, CV's cover photo

27/03/2015

Selamat akhir bulan sahabat Kopi Aksara Publisher...

Berikut admin akan mengumumkan penulis yang karyanya dimuat majalah kesusastraan PERSADA SASTRA edisi April 2015. Penasaran kan??

Eits, tunggu dulu. Yang ingin membelinya, di luar surabaya-Malang, silakan langsung mengubungi admin. Harga Rp. 15.000. Untuk yang mau berlangganan 6 bulan (cuma Rp. 75.000), yang berlangganan 12 bulan (cuma 120.000). Mari membuka wawasan tentang sastra, dan tak kalah penting, membeli majalah ini berarti turut membantu meningkatkan geliat sastra sekaligus mengapresiasi penulis sastra yang bertalenta.

Cekidot.........

Poros Kebudayaan
-Suparto Brata (Surabaya-Jawa Timur)

Puisi
-Kinanthi Anggraini (Magetan-Jawa Timur)
- Agung Yuli (Lamongan-Jawa Timur)
-Suparna Hadta (Tarakan-Kalimantan Utara)

Cerpen
-W.N. Rahman (Blitar-Jawa Timur)

Populer
Dimas Indianto (Papringan-D.I. Yogyakarta)

Masuk Sekolah (SMS)
-Ida Selfia (SMA Islam Sudirman, Grobogan-Jawa Tengah)

Selamat buat sahabat sekalian. Untuk daerah di provinsi lain yang belum hadir, silakan berkompetisi ria dengan kirim karyamu ke redaksi: [email protected].

Edisi Mei sudah menanti. Deadline 15 April 2015.

info lebih lanjut: www.kopiaksarapublisher.blogspot.com
fp: kopi aksara publisher, cv

-085606519222-

27/03/2015

penumpang liya sing krungu jerite padaha noleh. bareng weruh cekikikane wong loro iku, padha melu mesem. arek enom jaman saniki, sir-siran ngguk tempat omum, kendel ae. jaman merdheka, sih! sing dhek enome jaman penjajahan, yo gak isok, ngono! arek enom sakniki, bebas! sing ditiru koyok landa-landa amerika sing ana pilem ika, lanang wedok bebas cekel-cekelan ndhuk trem.

(Suprato Brata: Penjebar Semangat, 16 April 1960)

18/03/2015

Jika di sebuah rumah kamu menemukan buku-buku filsafat, fisika, revolusi dan kaset-kaset musik klasik, sudah jelas penghuninya pasti "orang berbahaya", terutama jika buku dan kaset itu dalam keadaan berserakan. Bisa dipastikan si penghuni rumah itu orang logis dan kaya perspektif (kamu harus berhati-hati jika ngomong, jangan celometan dan cengengesan), etis (tahu mana yang baik untuk diperjuangkan habis-habisan dan mana yang tidak), juga estetis (apapun yang kamu sampaikan harus memenuhi syarat syarat keindahan yang sehat secara emosional). Pokoknya kamu harus hati-hati!

Namun, jika buku buku itu tertata rapi dan bersih sekali, abaikan saja. Orang itu pasti tak berbahaya, karena bisa jadi dia hanya tukang pamer. Dia hanya ingin menggertakmu dengan barisan bukunya yang berjejer rapi seperti prajurit. Karena itu, nasihatku sekali lagi, abaikan saja!

(Budiman Sudjatmiko; -Anak Revolusi, 2013: 236, GPU)

18/03/2015

Membaca itu jangan hanya untuk menambah pengetahuan baru, tapi juga harus melahirkan manusia baru dari dalam dirimu

(Budiman Sudjatmiko: 226)

13/03/2015

wong pinter sadonya iku mesthi maca buku lan nulis buku

Brata

13/03/2015
Kopi Aksara Publisher: BERTEMU SANG BEGAWAN

BERTEMU SANG BEGAWAN
oleh: Pak Shodiq

Sore itu, saya dan kawan saya hendak bertamu ke rumah begawan Sastra jawa. Suparto Brata, apakah Anda tahu nama itu? Sebagai orang jawa, bilamana tak tahu maka bolehlah saya menyebutnya Wong Jawa Ilang Jawane. Betapa tidak, tokoh kita ini merupakan sastrawan yang konsisten memperjuangkan hidupnya dalam kesusastraan jawa (berbahasa jawa). Semasa mudanya dulu, aktif mengisi majalah-majalah berbahasa jawa; sebut saja misalnya Penyebar semangat, jaya baya, Joko Lodhang). Tak hanya melalui majalah, novel dan cerpennya juga lebih banyak menggunakan bahasa jawa. Yang mendapatkan penghargaan dari pemerhati sastra daerah yakni Rancage di bawah asuhan Ajib Rosidi yakni kump**an cerpennya TREM (Pustaka Pelajar, 2000). Banyak juga karyanya yang langsung diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Prancis.

http://kopiaksarapublisher.blogspot.com/2015/03/bertemu-sang-begawan.html

12/03/2015

Redaksi PERSADA SASTRA berkunjung ke kediaman begawan sastra jawa. Eyang Suparto Brata, penggemar majalah sastra jawa PENYEBAR SEMANGAT pasti tahu, menerima dengan ramah. Beliau bercerita banyak hal kepada kami. Pada intinya, beliau yang kini berusia 83 tahun masih mempunyai cita-cita untuk menggerakkan masyarakat (khususnya warga sekolah) untuk mencintai buku. Kondisi kurikulum saat ini tidak memberi ruang kepada siswa untuk membaca buku. Sehingga daya baca masyarakat amat rendah. Berbeda di era kolonial. saat itu pendidikan formal justru memberikan porsi besar membaca pada siswanya. Tentu saja jebolannya tak main-main. Lihat saja B**g Karno, Hatta, Syahrir, dan pendiri bangsa lainnya. Mereka mempunyai daya baca yang tinggi.

Jadi, bila kawan-kawan masuk ke ruang kerja Eyang Suparto Brata, akan ditemukan tulisan seperti ini: wong pinter sadonya iku mesthi maca buku lan nulis buku...

Tunggu tulisan begawan sastra jawa ini di edisi Mei..

Salam sastra

04/03/2015
TAK ADA NASI LAIN: Membincangkan Solo dan periode awal kemerdekaan

Kalau ingin bercengkrama dengan masa peralihan kuasa di awal menjelang kemerdekaan, maka novel Tak Ada Nasi lain bisa menjadi alternatif referensi. Tentu saja jangan juga dianggap bahwa novel yang berlatar belakang sejarah ini sebagai sejarah ansich. Karena sebagaimana fiksi, tentu imajinasi penulis akan kita dijumpai di sini. Meskipun keunggulan dari novel ini, yakni ditulis oleh pelaku zaman di era itu. - See more at: http://pakshodiq.blogspot.com/2015/03/tak-ada-nasi-lain-membincangkan-solo.html .P3tzMu9b.dpuf

Template Blog Akademisi - Dosen dan Mahasiswa

28/02/2015

Edisi maret, PERSADA SASTRA. Wilayah Surabaya, bisa menjumpainya di TOGA MAS Diponegoro, dan Toko Buku Manyar. Untuk luar kota, silakan inbok.

Lukisan Cover: Karya M. Shoim Anwar (Cerpen*s)

Persada-sastra
kritis estetis

28/02/2015

Info PERSADA SASTRA: Untuk memudahkan teman-teman mengirim naskah, berikut redaksi berikan panduan rubrik Cerpen dan rubrik Sastra Masuk Sekolah (SMS).

--Rubrik cerpen menerima cerpenmu dengan ketentuan panjang tulisan 1500-3000 kata.

--cerpen untuk pelajar di rubrik SMS ketentuan panjang tulisan 1000-1500 kata.

SASTRA
kritis estetis

(Edisi APRIL sudah menanti. Deadline 15 Maret 2015)

email: kopiaksara .com

27/02/2015

Hukla, edisi Maret majalah kita ini segera meluncur. Untuk area Surabaya dan malang, bisa gocek di Toko Buku Toga mas, Toko Buku manyar (Surabaya). Siapakah yang tulisannya nangkring di cover? Eits, masih ada dua hari lagi pengumumannya. Salam..

26/02/2015

-Ini lebih mirip puisi atau esai ya? Atau semacam puisi esai ala kakang Deny JA-

Iklim Penuh Pembiaran

Membaui asap masakan pada tetanggamu saja sudah sebuah kekejaman. Apalagi mengasapi tetanggamu dengan asap sampah yang kau bakar.

Jika kau membakar sampah ingatlah tetangga sebelahmu. Mungkin ia tak setuju tapi tak enak menegurmu.

Pengap asap yang masuk rumah tetanggmu bukan cuma akan menyesakkan nafasnya, tapi juga hatinya dan kau tak menyadarinya.

Abai rasa bertetangga kini tumbuh sebagai gejala. Speaker masjid terlalu ketas, motor terlalu kencang, klakson terlalu gampang.

Ini zaman ketika banyak keputusan cuma berpangkal dari keenakan pribadi.

Ketika yang serba pribadi meninggi itulah saat kehidupan umum terdegradasi.

Itulah saat ketika kebaikan jauh lebih banyak berhenti di mimbar kotbah.

Di aneka spanduk aneka kebaikan dijanjikan, tapi sungai sungai penuh sampah, got mampat, jalanan macet dan jambret merajalela.

Kepedulian riuh dijanjikan tapi ketidakpedulian riuh dipraktikkan.

Kehidupan umum penuh anomali dan banyak orang berlomba-lomba memilih mengamankan diri.

Di dalam iklim penuh pembiaran, anak anak bisa belajar agama sambil tetap membuang sampah dengan merdeka.

(Pana Pramulia)
Sekitar Sidoarjo. 2015

25/02/2015

Terimaksih atas naskah yang sahabat kirim untuk PERSADA SASTRA edisi Maret. Pengumuman (1 Maret 2015) untuk yang dimuat, cek di:

www.http://kopiaksarapublisher.blogspot.com/, atau FP: Kopi Aksara Publisher, CV

terlebih dahulu penulis akan kami konfirmasi melalui nomer kontak yang telah disertakan.
--------------------------------------------------------------

Kami tunggu naskah Anda kembali untuk edisi April, deadline: 20 Maret 2015.

Cerpen (Honor. 100.000)
Puisi (Honor. 75.000)
Kritik Populer (75.000)
SMS (Sastra Masuk Sekolah) (75.000)

Kirim naskah Anda ke : [email protected]. Sertakan biodata lengkap, nomer rekening, dan foto close up terbaru.

PERSADA SASTRA
kritis-estetis

21/02/2015

PENYAIR SETYO (2)

21/02/2015

Terima kasih yang telah mengirim naskah ntuk majalah kita PERSADA SASTRA. Saatnya masuk ke tahap seleksi. Bersiaplah untuk edisi Maret 2015..... Gazooo

18/02/2015

--ziarah puisi Subagyo Sastrowardoyo----


pembuat boneka
yang jarang bicara
dan yang tinggal agak jauh dari kampung
telah membuat patung
dari lilin
serupa dia sendiri
dengan tubuh, tangan dan kaki dua
ketika dihembusnya napas di ubun
telah menyala api
tidak di kepala
tapi di dada
--aku cinta--kata pembuat boneka
baru itu ia mengeluarkan kata
dan api itu
telah membikin ciptaan itu abadi
ketika habis terbakar lilin,
lihat, api itu terus menyala

12/02/2015

PENYAIR SETYO (1)

09/02/2015

-Edisi Februari-

Rubrik Sastra Masuk Sekolah (SMS) ditembus oleh Anggun (SMAN 1 Leces, Probolinggo, Jawa Timur) dengan sebuh cerpen berjudul: Indo dan Cappucino Tujuh Tahun Lalu...

Sudah baca?

Buruan beli... Majalah PERSADA SASTRA edisi Februari 2015

06/02/2015

Bagi teman-teman yang belum paham tentang CERMIN (Cerita Mini), kami akan menjelaskan apa itu CERMIN. CERMIN merupakan karya prosa 5 paragraf. Jelasnya, kami memberikan contoh CERMIN karya Pana Pramulia.

Gadungan
Penulis: Pana Pramulia

Pukul delapan malam. Di sebuah warung kopi yang lokasinya tidak jauh dari jalan raya antar kota. Hamzah sibuk becerita tentang serunya pertandingan piala dunia kemarin malam. “Pertandingan kemarin kurang bermutu,” katanya. “Italia bermain kacau, tetapi beruntung karena Inggris lebih kacau,” tambahnya dengan semangat. Seisi warung seolah-olah mendengarkan dengan khusyuk. Terbius. Dia terus becerita tanpa peduli seisi warung tak paham piala dunia.

“Seharusnya Italia bisa menambah gol, tetapi sayang dua puluh menit sebelum bubar Inggris semakin kuat bertahan,” katanya lagi. Warung yang tadinya hening menjadi gaduh. Mata bertemu mata. Orang-orang saling pandang. Orang yang duduk paling pojok, yaitu Bambang melirik Jono. Bambang menendang kaki Jono dan berkata pelan “Sejak kapan dia s**a sepakbola, bukannya yang dia s**a sinetron-sinetron usang yang setiap hari mewarnai televisi kita.” Kita pura-pura tahu saja dan mendebatnya, biarpun juga tak paham sepakbola,” kata Jono.”

Sudah hampir pukul sepuluh malam. Jono bersiap mengatur strategi dan berniat membuat suasana semakin gaduh. “Sebentar Zah! Tidak bisa seperti itu. Inggris hanya apes, karena wasit memihak kepada Italia,” kata Jono sambil menendang betis Bambang. Angin semakin santer menerpa warung tua yang sudah reyot ini. Usianya hampir enam puluh Sembilan tahun. Lebih muda sepuluh tahun dari pemiliknya. “Lagip**a, pemain Italia cengeng. Sedikit-sedikit jatuh. Seperti tubuh tak bertulang,” Sahut Bambang sambil menghembuskan asap rokok ke udara.

Dua lawan satu. Hamzah merasa tersudut. Merah mukanya. Tangannya terlihat mengepal. “Hei! tahu apa kalian tentang sepakbola. Bukannya kalian biasanya melihat infotainment murahan setiap harinya,” kata Hamzah dengan nada keras dan mata melotot. “Jelas kami lebih jago daripada kamu,” kata Jono. Debat semakin sengit. Tanpa tahu bahwa yang lainnya sudah p**ang karena menonton pertandingan selanjutnya. Tinggal Hamzah, Jono, Bambang, dan bapak pemilik warung yaitu Pak Parno.

Pak Parno hanya diam melihat mereka beradu argumen tanpa hasil yang pasti. “Italia lebih bagus.” Wasit curang.” “Inggris yang tak bermutu.” Italia cengeng.” Begitulah debat yang sahut menyahut menjadi gemuruh. Ketika amarah sudah sampai ubun-ubun dan adu fisik hampir saja terjadi berkatalah Pak Parno kepada mereka “Sudah pukul sebelas lebih dua puluh menit. Pertandingan antara Jerman dengan Portugal sudah dimulai. Pulanglah kalian. Besok kembali kesini untuk berdebat tentang pertandingan itu.” Hening seketika. Pandangan mata mereka tertuju kepada pemilik warung yang sudah sepuh itu. “Tidak ah aku di sini saja. Menunggu hasil pertandingan dari kabar tetangga,” kata Hamzah disertai memesan kopi lagi. Kali ini, Jono dan Bambang setuju dengan ide dari lawan debatnya itu. Suasana jadi adem, dan angin pelan menerpa sekujur warung reyot itu. “Ah jadi ingat pendukung capres kita saja,” kata Pak Parno dalam hati.

Sidoarjo. 16 Juli 2014

04/02/2015

-Malam telah larut. Hujan masih rintik-rintik. Cocoknya memang membaca sebuah puisi klasik dari mendiang Subagyo Sastrowardoyo. Puisi ini diambil dari kump**an puisinya DAERAH PERBATASAN/Budaya Jaya: 1970-cet. 1)-

Wulan
(Yang Melindungi Bumi dan Padi)

Jangan bicara denganku dengan bahasa dunia
Aku dari sorga
Jangan sentuh tubuhku dengan tubuh berdosa
Aku dari sorga

Sambut aku dengan bunga
Itu darah dari duka dan cinta
B**ga buat bayi yang baru lahir dari rahim ibu
B**ga buat kekasih yang manis merindu
B**ga buat maut yang diam menunggu

Tapi jaga anak yang menangis tengah malam minta susu
Tapi jaga ladang yang baru sehari digaru
Anak minta ditimang
Ladang minta digenang
Lalu panggil aku turun di teratakmu

Dengan bunga. Itu darah yang mengalir
dari duka dan cinta

03/02/2015

Ini cover rilis terbaru dengan ISSN. Sebelumnya cetakan edisi Februari tahap 1 sebanyak 500 eksemplar, tanpa ISSN karena masih proses pengurusan. Tahap dua, meluncur lagi 500 eskemplar sudah dengan kode ISSN.

PERSADA SASTRA
kritis-estetis

01/02/2015

PERSADA SASTRA

Rubrik PULANG. Rubrik ini diasuh oleh Dr. Sunu Catur, M. Hum. Dosen sastra sekaligus kritikus dan pemerhati kajian sosiologi. Saat ini tinggal di Malang. Gelar Doktor diraihnya dari S-3 Unair. S-2 nya di Udayana. Saat ini aktif di berbagai forum ilmiah tentang budaya dan kesusastraan.

PERSADA SASTRA
kritis-estetis

31/01/2015

Barangkali agak panjang, atau memang panjang. Mungkin bisa dijadikan bahan pembelajaran.

CHAIRIL ANWAR
oleh: Pana Pramulia

A. Tentang Karya

Sajak-sajak Chairil Anwar yang diduga ditulis antara tahun 1942 sampai 1949 dianggap sebagai representasi pemberontakan terhadap tatanan yang berlaku pada masa itu. Chairil memberontak terhadap pola estetika persajakan yang dihasilkan babakan sebelumnya, yaitu Angkatan Pujangga Baru yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisyahbana (STA). Dimana pada Angkatan Pujangga Baru konvensi dalam sajak berbentuk kuatrin dan bergaya seperti pantun dan syair melayu. Setiap lariknya terdiri dari empat kata dan jika ada pembaruan dalam karya Pujangga Baru hanya dalam segi bentuk, seperti bentuk soneta yang sering dipakai oleh M. Yamin. Akan tetapi, bentuk pantun tradisional tetap dipertahankan.
Sajak Chairil Anwar yang berjudul “Nisan” yang dimuat dalam “Kerikil Tajam” masih berbentuk Kuatrin dengan rima yang teratur namun dalam hal isi Chairil menawarkan hal yang baru dalam sajaknya tersebut. Berikut kutipan sajak dari M. Yamin dan Chairil Anwar sebagai bandingan.

GEMBALA
M. Yamin

Perasaan siapa ta ‘kan nyala (a)
Melihat anak berelagu dendang (b)
Seorang saja di tengah padang (b)
Tiada berbaju buka kepala (a)

Beginilah nasib anak gembala (a)
Berteduh di bawah kayu nan rindang (b)
Semenjak pagi meninggalkan kandang (b)
Pulang ke rumah di senja kala (a)

Jauh sedikit sesayup sampai (a)
Terdengar olehku bunyi serunai (a)
Melagukan alam nan molek permai (a)

Wahai gembala di segara hijau (c)
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (c)
Maulah aku menurutkan dikau (c)

1903

NISAN
Chairil Anwar

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu seringgi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertakhta.

1942

Di sisi lain, yang membuat puisi Chairil menonjol adalah imajinasinya tentang manusia modern. Sajak-sajaknya dipengaruhi oleh sajak-sajak Barat. Pengaruh tersebut yang mengubah pandangannya tentang manusia Indonesia modern. Dalam sajak “Aku,” Chairil memanifestasikan imajinasi manusia Indonesia modern ke dalam subjek ‘Aku’. Sajak “Aku” ditulis pada tahun 1943, masa peralihan dari pemerintahan Hindia Belanda ke balatentara Jepang. Sajak tersebut dimuat dalam kump**an sajak “Deru Campur Debu” dan “Kerikil Tajam dan Terampas dan Yang Putus”.
Dalam sajak “Aku”, bentuk tidak lagi menjadi bagian terpenting dalam penulisan sajak-sajaknya. Ia lebih mementingkan isi, maka puisi-puisi Chairil Anwar sering disebut sebagai puisi bebas. Dari uraian tersebut, puisi-puisi Chairil Anwar ditulis secara revolusioner, baik bentuk maupun isinya. Kata-kata dan perbandingan yang dipergunakannya sangat tepat sehingga menjelmakan isi yang padat.
Menurut Jassin (1983: 14) “Chairil bukan seorang penyair yang lancar menulis sajak. Naskah tulisannya memperlihatkan kata-kata yang dicoret-coret berkali-kali untuk mendapatkan kata yang tepat untuk mendukung isi.” Artinya, Chairil membutuhkan waktu lama untuk menulis satu puisi. Menurut Jassin (1983: 13) “Pada halaman 5 sajak: Cemara menderai sampai jauh. Semuanya ditulis dengan tulisan tangan yang bagus, tidak ada coretan-coretan seperti biasanya. Kutipan tersebut membuktikan bahwa Chairil Anwar mencapai titik kematangan dalam mencipta sajak.” Maka dari itu, selama tujuh tahun (1942 – 1949) menurut catatan HB. Jassin, Chairil hanya menulis 72 sajak asli (1 dalam bahasa Belanda), 2 sajak saduran, 11 sajak terjemahan, 7 prosa asli (1 dalam bahasa Belanda), dan 4 prosa terjemahan.
Chairil Anwar adalah seorang yang tidak luput dari kesalahan menurut ukuran manusia biasa, tetapi juga mempunyai keistimewaan sebagai penyair dan membawa puisi asing ke dalam puisi Indonesia. Akan tetapi, setelah kematiannya muncul sebuah kontroversi yang berhubungan dengan penemuan-penemuan plagiat dalam karyanya.

B. Puisi Saduran, Terjemahan, dan Dugaan Plagiat

Chairil dengan ideologinya sangat berjasa membaharui sajak Indonesia sesudah masa perjuangan sehingga menjadi berbeda dengan karya-karya ketika masa perjuangan. Hal tersebut yang kemudian membuatnya menjadi seorang pelopor perubahan. Setelah kematiannya, perdebatan mengenai plagiat dalam sajak-sajak Chairil Anwar mencuat.
Menurut Jassin (1983: 24) “bahwa orisinalitas dalam jiwa Chairil terhadap suatu karya seni sangat kuat dan sudah menjiwa dalam dirinya sehingga dalam puisi terjemahan tarikan jiwanya sangat terasa. Chairil selalu berusaha memasukkan ‘dirinya’ dalam saduran dan terjemahannya, memasukkan selera dan pilihannya sendiri yang cocok dengan kepribadiannya.” Hal ini disebabkan karena Chairil memilki pengetahuan yang luas, bacaan yang luas, pendidikannya yang baik, pemikiran serta perasaannya yang tajam.
Dugaan bahwa Chairil plagiat datang dari Slametmulyana. Menurut Slametmulyana puisi Chairil dengan judul “Penerimaan” sama dengan puisi dari Marsman yang berjudul “ Verz. Werk I”. Dimana ada kemiripan tema tentang seseorang yang sedang berkaca. Menurut Jassin (1983: 28) “persamaan tersebut terlalu dicari-cari. Sebab, setiap orang pernah berkaca. Tidak tepat apabila persamaan hanya mendasar pada kejadian. Bahkan menurut Jassin pikiran yang terkandung dalam kedua sajak tersebut berlainan sama sekali.”
Ada suatu pengolahan pengaruh asing yang dilakukan Chairil, tetapi ada sesuatu yang berbeda dengan yang aslinya. Hal tersebut lebih menjadi seperti plagiat. Seperti karyanya yang berjudul “Krawang-Bekasi” yang diduga merupakan plagiat dari karya Archibald MacLeis yang berjudul “The Young Dead Soldier”. Jassin (1983) menggolongkan puisi “Krawang-Bekasi” sebagai puisi saduran.

KRAWANG BEKASI
Chairil Anwar

kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi

tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
terbayang kami maju berdegap hati?

kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

kami mati muda. yang tinggal tulang diliputi debu.
kenang, kenanglah kami

kami sudah beri kami punya jiwa
kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti
4~5 ribu nyawa

kami cuma tulang-tulang berserakan
tapi adalah kepunyaanmu
kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan

atau tidak untuk apa-apa,
kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
kaulah sekarang yang berkata

kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

kenang, kenanglah kami
teruskan, terskanlah jiwa kami
menjaga B**g Karno
menjaga B**g Hatta
menjaga B**g Sjahrir

kami sekarang mayat
berilah kami arti
berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

THE YOUNG DEAD SOLDIER
Archibald MacLeis

The young dead soldier do not speak
nevertheless they are heard in the still houses.
(who has not heard them?)

they are have a silence that speaks for them at night
And when the clock counts.

they say,
We were young. we have died. remember us.

They say,
We have done what we could
but until it is finish it is not done.

they say,
We have given our lives
but until it is finished no one can know what our lives gave.

they say,
Our deaths are not ours,
they are yours,
they will mean what you make them.

they say, wheter our lives and our deaths were for peace and a new hope

or for nothing
We cannot say. It is you who must say this.

they say,
we leave you our deaths,

Give them their meaning,
Give them an end to the war and a true peace
Give them a victory that ends the war and a peace afterwards

Give them their meaning.
we were young, they say,
we have died.
remember us.

Menurut Jassin, puisi tersebut merupakan salah satu puisi saduran dari dua saduran lainnya (seperti yang dimuat dalam kump**an puisi ‘Aku Ini Binatang Jalang’, tahun). Sebenarnya HB. Jassin agak berat untuk melepaskannya dari penggolongan puisi saduran. Menurut Jassin (1983: 49) “isi dan jiwa puisi tersebut khas pernyataan pribadi Chairil Anwar. Persamaan dengan sajak-sajak asli yang bersangkutan terlalu nyata untuk bisa disangkal.”
Selanjutnya, Jassin (1983: 82 -83) menunjukan puisi saduran lainnya yang berjudul “Tot Den Arme” karya Willem Elsschot yang oleh Chairil Anwar diberi judul “Kepada Peminta-minta”. Berikut kutipannya.

TOT DEN ARME
Willem Elsschot

1. gij met uw’ weiflend’handen
2. en met uw’ vreemden hoed
3. uw aanblik streamt mijn bloed
4. en doet mij klappertanden
5. verhalen moej gij niet
6. van uh eentoning leven
7. het staat op u geschreven
8. war et met u geschiedt
9. de letterteekens spleen
10. om uwen armen mond
11. die kommervolle wond
12. waarlangs uh vingers streelen
13. het klinkt uit uwen tred
14. het snikt uwe kluchten
15. het sujpelt uit de luchten
16. waar gij u nederzet
17. het kom mijn droommen storen
18. en smakt mij op den ground
19. ik prof het in mijn mond
20. het grinnikt in mijn ooren
21. ik zal ter kerek gaan
22. en biecthen mijne zonden
23. en leven met de honden
24. maar staar mij niet zoo aan

KEPADA PEMINTA-MINTA
Chairil Anwar

21. baik, baik aku akan menghadap dia
22. menyerahkan diri dan segala dosa
24. tapi jangan tentang lagi aku
3. nanti darahku jadi beku
5. jangan lagi kau bercerita
7. sudah tercacar semua di muka
nanah meleleh dari muka
sambil berjalan kau usap juga
13. bersuara tiap kau melangkah
mengerang tiap kau memandang
15. menetes dari suasana kau datang
sembarang kau merebah
17. mengganggu dalam mimpiku
18. menghempas aku di bumi keras
19. di bibirku terasa pedas
20. mengaum di telingaku
21. baik, baik aku akan menghadap dia
22. menyerahkan diri dan segala dosa
24. tapi jangan tentang aku lagi
3. nanti darahku jadi beku

Dalam satu kesempatan Ajib Rosidi menyatakan bahwa sajak Chairil “Cintaku jauh di p**au” dan sajak Lorca “Cordoba” mempunyai persamaan. Menurut Jassin (1983: 30) membaca sajak Lorca “Cordoba” tidak lantas membuatnya teringat pada sajak “Cintaku jauh di p**au” karya Chairil Anwar. Menurut Jassin pengerjaan kedua puisi tersebut lain sekali. Pemakaian kata, pebandingan, lukisan seluruhnya berlainan.
Kemudian yang diduga kuat merupakan plagiat adalah puisi “Datang Dara Hilang Dara” terjemahan sajak ‘A Song of the Sea’ karangan Hsu Chih Mo dan “Fragmen”(tiada lagi yang akan diperikan) satu fragmen dari ‘Preludes to Attitude’ yaitu bagian IX yang berjudul ‘Nothing to Say You Say’ karangan Conrad Aiken.
Beberapa puisi tersebut di antara enam sajak saduran dan terjemahan yang memakai nama Chairil dengan tidak disebutkan bahwa puisi tersebut merupakan saduran dan terjemahan. Hal tersebut yang menjadikan nama Chairil sebagai plagiator. Menurut Jassin (1983: 41) “Chairil tidak menyebutkan namanya diduga mempunyai alasan yaitu penyakitnya yang banyak makan ongkos untuk pembayaran dokter, sehingga Chairil tidak mencantumkan penulis asli dalam puisi tersebut. Hal tersebut disebabkan, pada masa itu majalah-majalah kebanjiran sajak-sajak asli dan sajak terjemahan jarang diterima. Chairil begitu membutuhkan uang dan segera untuk pengobatan penyakitnya.

C. Karya yang Memengaruhi

Siapapun tidak bisa lepas dari pengaruh. Begitu p**a dengan seorang sastrawan atau penyair seperti Chairil Anwar. Memang tak dapat dipungkiri, bahwa Chairil Anwar mendapat pengaruh dari beberapa penyair Belanda masa Perang Dunia II, seperti Marsman, Slauerhoff, E.Du Perron, Ter Braak, Jan H.Eekhout, dan lain-lain. Pengaruh Marsman pertama-tama terlihat pada sikap hidup Chairil, yaitu sikap hidup yang penuh vitalitas. Vitalitasme Marsman banyak memberikan dorongan dalam kehidupan Chairil. Di samping itu, sajak-sajak Marsman memberikan pengaruh pada sajak-sajak Chairil.
Tentang pengaruh-pengaruh pada diri Chairil Anwar ini, Jassin (1983: 24) menyatakan bahwa “pengaruh-pengaruh itu sudah demikian meresapnya pada jiwanya sehingga terjalin secara organis dalam hasil seninya.” Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa dalam pengaruh itu tampak p**a keaslian diri pribadinya. Lebih lanjut, Jassin memberikan analisis proses pengaruh itu pada Chairil Anwar. Mula-mula ada sesuatu yang hidup pada jiwa Chairil yang menghendaki pengucapan. Dalam usaha mencari bentuk pengucapan itu, ia bertemu dengan Marsman dan Slauerhoff, dan kemudian ia menggunakan alat yang dipakai oleh kedua penyair Belanda itu dalam pengucapannya.
Pengaruh yang ada padanya itu dapat berupa pengambilan motif yang sama, penggunaan kata dan perbandingan yang serupa, dapat juga berupa persamaan semangat.
Oleh Jassin diberikan beberapa contoh pengaruh dalam penggunaan hal motif yang sama, tetapi dalam wujud pernyataan pikiran yang berbeda, antara lain sebagai berikut.

weining lief de en wijn, vee water
soms en racket, een zweep maar
stelling nimmer een zwaard
(Marsman)

Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu !
(Chairil anwar) dalam Jassin (1983: 25 – 26).

Menurut Jassin (1983: 25) dua puisi tersebut mempunyai kesamaan dengan memuat kata ‘pedang’. Adakalanya Chairil mempergunakan alat-alat yang didapatnya dari Marsman dan Slauerhoff, tidak untuk menyatakan pikiran yang sama, tetapi bertentangan dengan sumber pengambilannya.
Adapun sajak Chairil yang mendapat pengaruh dari sajak-sajak Marsman, baik pengaruh dalam arti penggunaan motif yang sama maupun pengaruh dalam arti saduran yaitu .“Orang Berdua” (dengan Mirap), saduran puisi sajak Marsman yang berjudul ‘De Gesheidenen’ dan “Kepada Kawan” mendapat pengaruh dari sajak-sajak Marsman yang berjudul ‘de Hand van Diechter, Doodsstrijd; Don Juan; Ont Moeting in Memoriam Mijzelf’.
Selain Marsman, Slauerhoff adalah penyair Belanda yang banyak mempengaruhi Chairil Anwar. Jassin (1983: 48) menyatakan bahwa title sajak “Rumahku” memang dapat digolongkan pada sajak asli Chairil, namun demikian dengan tambahan ada ‘pengaruh’ Slauerhoff seperti dibuktikan oleh 6 dari 12 baris sajak “Rumahku” yang sama dengan “Woninglooze”. Hanya saja Slauerhoff menggambarkan fatalitasnya sedangkan Chairil menonjolkan keyakinannya yang kuat. Berikut kedua puisi tersebut.

WONINGLOOZE
Slauerhoff

1. Alleen in mijn gedichten kan ik wonen
2. Nooit vond ik ergens anders onderdak
3. Voor de eigenhaard gevoelde ik nooit een zwak
4. Een tent werd door de stormwind meegenomen
5. Alleen in mijn gedichten kan ik wonen
6. Zolang ik weet dat ik in wildernis
7. In steppen stad en woud dat onderkomen
8. Kan vinden, deert mij geen bekommernis
9. Het zal lang duren, maar de tijd zal komen
10. Dat vóór de nacht mij de oude kracht ontbreekt
11. En tevergeefs om zachte woorden smeekt
12. Waarmee 'k weleer kon bouwen, en de aarde
13. Mij bergen moet en ik mij neerbuig naar de
14. Plek waar mijn graf in 't donker openbreekt.

RUMAHKU
Chairil Anwar

Rumahku dari unggun-unggun sajak
Kaca jernih dari segala nampak (1 dan 5)

Kulari dari gedung lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan (3)

Kemah kudirikan ketika senjakala
Dipagi terbang entah kemana (4)

Rumahku dari unggun-unggun sajak
Disini aku berbini dan beranak (1 dan 5)

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
jika menagih yang satu (9)

Chairil Anwar sebagai pencetus ekspresionisme dalam sastra Indonesia berusaha mengutamakan keaslian pengucapan jiwa dalam puisi-puisinya itu. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa ada beberapa puisi Chairil yang berupa terjemahan, saduran bahkan diduga plagiat. Akan tetapi dari terjemahan dan sadurannya tampak bahwa pribadi Chairil terasa berperan di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil. 2010. Aku Ini Binatang Jalang. Cetakan keduapuluh dua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anwar, Chairil. 2008. Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus. Cetakan Ketujuhbelas. Jakarta: Dian Rakyat.

Jassin, H.B. 1983. Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45. Cetakan Keenam. Jakarta: Gunung Agung.

Address


Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Kopi Aksara Publisher, CV posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Kopi Aksara Publisher, CV:

Shortcuts

  • Address
  • Alerts
  • Contact The Business
  • Claim ownership or report listing
  • Want your business to be the top-listed Media Company?

Share