Vha Homebase

Vha Homebase ❤️ Owner Vha Beauties Vha Fashion
❤️ Atomy and Cake and Cookies
❤️ Berbagai tips dan Informasi yang menarik
❤️ Horor dan Romance
❤️ Edukasi dan Kelas Online

Bab 1.bKeesokan harinya, berita mengenai kecelakaan Kyra sudah sampai ke telinga rekan bisnis Papinya. Hal itu membuat K...
11/02/2025

Bab 1.b

Keesokan harinya, berita mengenai kecelakaan Kyra sudah sampai ke telinga rekan bisnis Papinya. Hal itu membuat Kyra menerima banyak tamu yang menjenguknya.

Semua berjalan lancar, sampai tiba tamu yang ternyata adalah calon mertuanya datang menjenguk. Kyra tentu merasa terkejut dan tidak siap menghadapi sepasang suami istri itu.

"Kyra, mengenai perjodohan itu–"

"Maaf Papi, sebenarnya Kyra sudah punya pacar." Kyra berucap cepat, memotong perkataan Dicky yang ingin membahas perjodohan itu.

"Apa maksud kamu, Sayang?" tanya Jihan dengan lembut.

"Itu ... do ... dokter itu ... pacar Kyra," ucap Kyra dengan terbata-bata.

"Dokter? Dokter siapa maksud kamu?" Dicky bertanya dengan tidak sabar, dia tahu betul putrinya itu tidak pernah dekat dengan pria.

"Dokter yang merawat Kyra ...." Dicky dan Jihan seketika terdiam, mereka terlihat cukup kaget mendengar informasi ini.

Tidak ada yang menyangka jika Kyra akan mengatakan hal itu. Belum sempat Dicky membuka mulut, Dokter muda yang merawat Kyra datang untuk melakukan pemeriksaan.

"Dia orangnya, Pi." Kyra tidak tahu apa yang ada dipikiran sampai Dokter, yang bahkan tidak kenal itu menjadi korbannya.

"Ah ... jadi dia pacar kamu. Kalau begitu Papi tidak akan menjodohkan kamu lagi." Dicky tersenyum lebar, seolah-olah tidak ada hal besar yang terjadi.

Sementara itu, Dokter yang ditunjuk oleh Kyra hanya bisa menatap bingung. Dia tidak tahu apa maksud orang-orang yang kini menatapnya.

"Semuanya, maaf, tapi bisa tinggalkan kami berdua sebentar?" tanya Kyra dengan hati-hati membuat semua orang segera pergi meninggalkan keduanya.

"Jadi bisa Anda jelaskan apa maksud semua ini?" tanya Dokter tersebut dengan tegas.

"Maaf, Dok, saya tidak bermaksud buruk. Saya hanya menghindari perjodohan yang dibuat Papi saya."

"Lalu apa hubungannya dengan saya?" tanya Dokter itu lagi.

"Ide yang terpikirkan oleh saya adalah memiliki kekasih dan entah kenapa saya menunjuk Anda. Saya benar-benar minta maaf, tapi Anda tenang saja setelah ini saya tidak akan melibatkan Anda lebih jauh."

"Jadi, Anda tidak tahu pria mana yang dijodohkan dengan Anda?"

Kyra menggeleng pelan, dia memang tidak mengetahui wajah pria itu. Hanya sebatas nama dan umurnya, yang menurut Kyra pria tersebut sudah cukup tua untuknya.

"Saya pikir Anda benar-benar bodoh dan sialnya saya harus terjebak dengan Anda." Kyra melotot tidak percaya mendengar ucapan Dokter itu. Baru kali ini pria asing berani mengatainya bodoh.

"Hei ... dengar, ya, Pak Dokter yang terhormat. Ucapan Anda sangat keterlaluan. Cepat tarik ucapan kasar Anda, saya tidak terima!"

"Saya tidak akan menarik ucapan saya karena yang kenyataannya memang seperti itu."

Kyra semakin emosi melihat sang dokter yang pergi begitu saja tanpa mendengar ucapannya lebih lanjut. Dengan terpaksa gadis itu berusaha bersikap biasa saja. Dia tidak mungkin menunjukkan moodnya yang jelek di depan orang tua, serta tamu yang datang menjenguk.

"Jadi, bagaimana, Nak?" tanya Dicky penasaran.

"Sebelumnya, Kyra benar-benar minta maaf, Om dan Tante. Kyra menolak perjodohan ini karena saya sudah memiliki kekasih. Maaf, kalau kira mengecewakan Papi dan Mami."

Ucapan Kyra seharusnya membuat Dicky marah, tetapi yang Kyra dapatkan justru senyuman. Bukan hanya Dicky, tetapi Jihan dan calon mertuanya.

"Tidak apa-apa, Sayang, karena pada akhirnya kamu tetap jadi menanti kami." Ucapan itu datang dari calon mertua Kyra yang bahkan tidak dia ketahui namanya.

"Maksud, Tante?" tanya Kyra bingung.

"Kekasih kamu itu anak kami, dia yang sebenarnya akan dijodohkan dengan kamu."

"A–a–apa?" Kyra tergagap, gadis itu merasa jantungnya hampir melompat keluar.

"Kyra, kalau tahu kalian pacaran kami tidak perlu repot-repot memaksa kamu." Jihan tersenyum lebar, merasa lega karena pada akhirnya tidak ada yang kecewa dengan perjodohan ini.

Sementara itu, Kyra hanya bisa menunduk lemas. Lenyap sudah harapan untuk bisa kabur dari perjodohan konyol ini. Satu hal yang Kyra sadari, dia benar-benar gadis bodoh seperti ucapan Dokter Sekala.

---------------

Judul: (Perjanjian Pernikahan) 100 Days
Author: MinNami
Platform: NovelToon

Bab2DendamHidup dalam kemewahan tak serta merta membuat Ye Fan mendapatkan hidup tenang dan damai.Tidak ada lagi tantang...
11/02/2025

Bab
2
Dendam
Hidup dalam kemewahan tak serta merta membuat Ye Fan mendapatkan hidup tenang dan damai.

Tidak ada lagi tantangan dan rintangan karena segala sesuatu bisa ia dapatkan dengan mudah. Tiba-tiba saja terlintas di fikiran Ye Fan ingin m a t i saja agar bisa merasakan ketenangan. Kedamaian yang benar-benar ingin Ye Fan rasakan. Surga dunia tak menarik lagi bagi Ye Fan.

Waktu kecil ibunya sering bercerita jika kematian adalah tempat paling damai. Ye Fan rindu dengan ibunya. Namun, sekarang Ye Fan hanya hidup sebatang kara dengan kekayaan yang tidak akan habis 7 turunan dan 7 tanjakan.

***

"Pria itu semakin hari semakin sombong saja. Jika bukan karena adikku, aku tak sudi bekerja sama dengan pria sombong dan angkuh seperti kamu," gumam Ningyue Wei di apartemen mewah tempat ia tinggal.

Bekerja sebagai sekretaris seorang Ye Fan dengan perusahaan teknologi yang super mewah dan canggih, tentu saja Ningyue Wei dapat gaji dan bonus yang besar. Hanya beberapa bulan saja Ningyue sudah bisa membeli apartemen mewah dengan tunai.

"Xieyue Wei, kamu tenanglah di alam keabadian kamu, kakak akan balaskan keadilan atas kematian kamu yang di sebabkan oleh pria b r e n g s e k itu," ucap Ningyue seorang diri dengan dendam yang berapi.

"Melihat dia sukses dan bisnisnya yang semakin menggurita saja membuat aku muak dan ingin cepat-cepat membuat dia ke alam baka. Pria sombong dan angkuh seperti dia tidak pantas berada di dunia ini."

"Nikmatilah malam ini dengan tidur nyenyak di istana kamu Ye Fan besok aku akan kirim kamu ke neraka," Senyum tipis penuh luka dan dendam tampil di wajah cantik yang polos. Namun, siapa sangka justru menyimpang bara api dendam yang siap berkorbar.

***

Seperti biasa rutinitas Ye Fan datang ke kantor dan memeriksa segala laporan yang telah di susun rapi oleh Ningyue Wei di atas meja kerja Ye Fan.

Ye Fan yang merasa punya kuasa dan bisa mengatur segala sesuatunya dengan uang dan biasa menyombongkan diri itu memanggil Ningyue Wei untuk datang ke ruangannya.

Seperti biasa Ningyue berjalan dengan anggun menuju ruangan Ye Fan.

"Apa gunanya kamu saya gaji jika harus saya juga yang memeriksa laporan sampah ini," pungkas Ye Fan menghempaskan laporan yang telah di dusun rapi oleh Ningyue Wei sebelumnya.

Tidak ada raut wajah marah atau kesal justru Ningyue Wei berjalan dengan tenang ke arah Ye Fan.

Tanpa menaruh curiga dengan kecepatan tangan Ningyue Wei, dia menyuntikkan cairan r a c u n ke leher Ye Fan.

Ye Fan mendelik dengan wajah sangat marah, karena sekretarisnya berani berbuat ku ra ng a j a r kepadanya.

Ye Fan memegang tangan Ningyue Wei dengan mata memerah. Ningyue Wei semakin kuat menusukkan ra cun itu agar cepat menyebar merata ke tubuh Ye Fan.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Ye Fan dengan tenaganya mulai melemah.

"Kenapa Ye Fan? Apakah tubuh kamu terasa sakit? Atau terasa seperti di sa yat-sa yat?" tanya Ningyue dengan senyuman dingin seperti iblis yang menuntut balas.

Ye Fan semakin merasakan tubuhnya semakin melemah dan dia terjatuh ke atas lantai dengan kesakitan yang luar biasa, jantung Ye Fan merasa di sobek paksa dengan p i s a u berkarat.

"Aa... pa.. mau ka... kamu?" tanya Ye Fan terbata dan mata memerah menahan sakit.

"Hahahaha. Kamu ingin tau apa yang aku mau?" Ningyue berjongkok dan memegang dagu Ye Fan. Kemudian lanjut berucap, "Pertanyaan yang bagus Ye Fan pemilik ML group dengan bisnis gurita yang sangat besar," seringai Ningyue tajam.

Dengan senyum seringai dingin penuh dendam, Ningyue Wei mulai kembali berbicara.

"Ke ma tian kamu adalah keadilan untuk adik saya."

"Adik? Maksud kamu apa?" tanya Ye Fan masih terbata dan bingung karena semakin lama tubuhnya merasa semakin sakit. Mati rasanya lebih baik jika harus merasakan kesakitan seperti ini.

"Kamu telah mem bu nuh adikku, Xiyue Wei," Maki Ningyue tenang tapi dengan tekanan yang dalam. Seakan kehancuran yang selama ini di tutup rapi, meledak seperti bom waktu.

Ye Fan,mencoba mengingat nama itu akan tetapi, Ye Fan tak mengingatnya sama sekali.

"Kamu nggak ingat? Tentu saja kamu tidak ingat karena setiap malam kamu selalu menghabiskan waktu dengan wanita j a l a n g di luar sana," seru Ningyue dengan tatapan penuh rasa sakit dan dendam.

Ye Fan masih terdiam karena tubuhnya makin terasa sakit dan semakin melemah.

Ningyue Wei memandang penuh dendam ke arah Ye Fan. "Apa kamu tau keluarga aku begitu hancur saat mengetahui adikku gantung diri karena kamu mencampakkan nya setelah dia ha mil. Orang tuaku begitu terpukul melihat anaknya gan tu ng di ri karena ulah pria b r e n g s e k seperti kamu," raung Ningyue.

Ningyue Wei menghapus air matanya dengan tangan kiri karena hatinya begitu sesak mengingat kehancuran dan duka tiga tahun yang lampau. Ningyue kembali berucap, "Di saat keluarga aku hancur berantakan sedangkan kamu sibuk dengan kemewahan dan berganti wanita setiap malam menghangatkan kamu pria b r e n g s e k," maki Ningyue.

Kebencian begitu kentara di wajah cantik, gores luka begitu nampak menunjukkan sosok yang benar-benar hancur dan rapuh.

Masih dengan kekecewaan yang teramat dalam Ningyue kembali bersuara, "Orang tuaku selalu menangisi ke ma ti an adikku yang meninggalkan banyak tanda tanya. Hingga beberapa bulan kematian adikku, aku menemukan petunjuk di buku diarynya. Saat aku tau dia menulis nama kamu, aku ingin menuntut keadilan atas ke ma ti an adikku," lirih Ningyue dengan jiwa yang terkoyak.

Masih dengan suara yang lirih Ningyue mengungkapkan kebenciannya kepada Ye Fan, "Namun, saat orang tuaku tau kamu penyebab kematian adikku, orang tuaku pasrah dan tidak mau menuntut balas. Kamu tau karena apa? Karena kami miskin," ucap Ningyue menghempaskan dagu Ye Fan dengan kasar.

Masih dengan suara kehancuran Ningyue kembali berbicara, "Orang tuaku begitu pasrah karena mereka tau kamu adalah penguasa, orang lemah seperti kami tidak akan bisa melawan orang kaya raya seperti kamu. Namun, ibuku justru jatuh sakit karena selalu sedih setiap hari dan tak lama bapakku juga jatuh sakit. Semua orang yang aku sayang, yang aku cinta pergi meninggalkan aku. Dan itu semua karena kamu!"

Ningyue Wei menatap benci ke arah Ye Fan. Dendam itu mengibarkan api kemarahan yang teramat be ngis.

"Apa kamu pernah merasa bersalah? Atau merasa berdosa?"

Ningyue tertawa penuh dengan kehancuran hatinya, "tentu saja kamu tidak akan merasa berdosa! Karena kamu pria arogan dan sombong! Semua bisa kamu atur dengan u a n g kamu! Sehingga manusia di mata kamu selalu kamu ukur dengan u a n g! Ciihhh dasar pria sombong," ucap Ningyue dingin.

Ye Fan yang mendengar penuturan Ningyue Wei merasa sangat bersalah, memorinya begitu berputar dengan slow motion memperlihatkan kehidupan yang penuh dengan hura-hura serta kemewahan surga dunia.

Ye Fan sangat merasa bersalah karena dirinya memang pria b r e n g s e k yang di katakan Ningyue Wei. Dia tidak pantas mendapatkan kata maaf dari Ningyue Wei. Bahkan rasa sakitnya saat ini tidak ada bandingnya dengan rasa sakit orang-orang yang telah dia hina selama ini.

Kaya raya, sombong dan arrogant memang paket komplit Ye Fan selama ini. Bahkan dia tidak pernah peduli dengan kesusahan orang lain.

Saat ini Ye Fan sangat merasa bersalah atas apa yang telah terjadi.

"Apa anda mulai menyadari dosa anda? Terlambat Ye Fan, malaikat maut sebentar lagi akan menjemput anda," ucap Ningyue tertawa sinis.

"Ma.. ma... af," ucap Ye Fan terbata.

Ningyue Wei yang mendengar ucapan maaf yang keluar dari bibir Ye Fan yang selama ini sudah banyak berucap menyakiti hati orang lain punya nyali juga berucap maaf.

"Kata maaf anda, tidak adil untuk adik dan juga orang tua saya. Bahkan, mungkin di luaran sana entah banyak yang mengalami nasib tragis seperti adik saya. Dan apakah mereka dapat keadilan!" Ningyue Wei menggeleng muak.

"Sungguh tidak adil jika maaf anda untuk menebus penderitaan, kesedihan, kehancuran keluarga saya."

Ye Fan semakin merasakan sakit di tubuhnya akibat racun yang mulai menjalar di setiap sendi Ye Fan. Ye Fan, merasakan seperti terkena stroke dan badannya kaku. Namun, ada rasa panas yang menjalar membuat Ye Fan akhirnya menutup mata untuk selamanya. Sepertinya alam menerima dan menulis takdir Ye Fan untuk meninggal.

Melihat Ye Fan tidak lagi bernafas, Ningyue Wei sangat merasa senang, dendam kematian adiknya dan penderitanya orang tuanya sudah dia bayarkan. Ningyue Wei, berharap adik dan juga orang tuanya Damai di alam mereka.

Bersambung

***

Napen: Falleria Kei
Pf: Fizzo
Judul: Reinkarnasi Reborn From The Future

Judul: Hamil Anak Kakak TingkatPenulis: Niviana RosePlatform: FizzoBAB 2Lily berusaha mengingat-ingat dengan keras. Kok ...
11/02/2025

Judul: Hamil Anak Kakak Tingkat
Penulis: Niviana Rose
Platform: Fizzo

BAB 2
Lily berusaha mengingat-ingat dengan keras. Kok bisa gini sih? pikirnya, matanya membesar saat melihat Sean yang masih tertidur dengan tenang di sampingnya. Jantungnya berdebar kencang, sementara perasaan cemas dan malu menyelimuti dirinya.
Saat Sean akhirnya membuka mata, ia menatap Lily dengan ekspresi terkejut dan bingung yang sama.
“Kamu…,” suara Sean terdengar serak, penuh tanya. “Apa yang terjadi semalam?”
Lily hanya bisa menatapnya dengan mata penuh kebingungan dan ketakutan. Pertanyaan demi pertanyaan berputar di dalam kepalanya—apa yang sebenarnya terjadi malam itu? Bagaimana mereka bisa berada dalam situasi ini?
Ketika Lily mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara, dadanya terasa semakin sesak. Sementara itu, Sean tampak masih berusaha mengingat kejadian semalam.
“Kamu ngapain di sini? Ini kamarku!” tanyanya dengan nada penuh kecemasan.
“K-kamarmu? Hey, ini kamarku!” sahut Lily, hampir menangis. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar. Seingatnya, ia dan Alina memilih kamar standar twin bed. Tapi kamar ini hanya memiliki satu ranjang. Tidak, benarkah ia salah kamar?
“Keluar dari kamar ini sekarang juga!” perintah Sean.
Lily membeku. Situasinya tidak memungkinkan baginya untuk begitu saja beranjak dari ranjang. Ia tahu, di balik selimut ini, ia tidak mengenakan apa-apa. Sementara itu, semua pakaiannya berserakan di lantai.
Lily masih bergeming sampai Sean kembali berteriak.
“Aku bilang keluar!”
Ketakutan dan kemarahan bercampur aduk di dadanya. Dengan ragu, Lily akhirnya keluar dari selimut. Saat Sean melihat keadaannya, ia buru-buru memalingkan wajah. Dengan cepat, Lily mengenakan pakaiannya, lalu bergegas keluar kamar.
Ia tidak peduli dengan penampilannya yang kacau. Yang terpenting sekarang adalah pergi dari sana. Dengan panik, ia celingukan di lorong yang masih sepi, lalu memastikan nomor kamar di belakangnya.
“Sial, ini kan kamar 206? Dianya yang salah kamar,” gumam Lily sambil menatap angka yang tertempel di pintu.
Namun, ada yang aneh. Lily memperhatikan angka 6 yang tampak miring. Ia menyentuhnya, lalu menggerakkannya sedikit. Seketika matanya membola. Seseorang telah memutar nomor itu! Karena jika dilihat lebih teliti, nomor aslinya adalah 209.
Mati aku!
Lily berjalan gontai di lorong, jantungnya berdegup kencang. Jika dugaannya benar, seharusnya ada kamar 206 yang asli. Dan benar saja, kamar itu ada di sisi lain lorong.
Dengan tangan bergetar, Lily memasukkan kunci kamar yang ia miliki. Pintu terbuka, dan ia melangkah masuk.
Tidak ada Alina di dalam. Ranjangnya masih rapi, tak tersentuh.
Lily merasa kepalanya berputar. Tangisan yang ia tahan akhirnya meledak. Rasa frustrasi dan kebingungan menguasai dirinya. Ini bukan bagian dari rencananya. Ini bukan yang ia harapkan.
Saat air matanya mulai mengering, Lily mencoba mengingat kembali malam sebelumnya.
Minuman itu... gumamnya pelan, suaranya penuh keputusasaan.
Ia memejamkan mata, memaksa pikirannya bekerja. Sensasi pusing yang ia rasakan setelah meminumnya, sensasi panas yang aneh, dan hilangnya kontrol atas tubuhnya...
Ada sesuatu dalam minuman itu. Tapi... siapa yang memberinya?
Lily duduk di ranjang, meremas seprei dengan tangannya yang gemetar.
Sementara itu, di kamarnya, Sean duduk di tepi ranjang. Matanya terpaku pada noda merah di atas sprei putih yang kusut.
Jantungnya mencelos.
Perutnya terasa mual.
Ingatan samar tentang malam sebelumnya berkelebat di benaknya. Detik-detik terakhir sebelum semuanya menghilang—minuman yang ia teguk, pusing yang menyerang begitu cepat setelahnya.
“Sial!” desisnya, tinjunya menghantam kasur dengan frustrasi.
Sean tak bodoh. Ia tahu betul arti noda itu.
Ia harus pergi ke bar. Ia harus tahu apa yang sebenarnya ia minum malam itu. Jika dugaannya benar, seseorang telah mengerjainya.
Namun, ada satu hal yang tidak ia sangka—pemandangan yang menunggunya di sana.
Lily.
Gadis itu duduk di sudut ruangan dengan tampilan yang kacau. Rambutnya berantakan, matanya sembab seolah sudah lama menangis. Pakaiannya kusut, pertanda bahwa ia bahkan belum sempat membersihkan diri.
Tatapan mereka bertemu.
Kekacauan malam sebelumnya terpancar jelas di wajah mereka.
“Saya mau bicara dengan penanggung jawab bar,” kata Sean tegas.
Lily masih menatapnya. Napasnya berat.
“Ada masalah apa, Kak?” tanya seorang pegawai bar.
“Saya mau tahu tentang kemungkinan tindakan kriminal,” ucap Sean.
Lily langsung menoleh, terkejut.
Pegawai bar itu terlihat gugup. “S-sebentar,” katanya sebelum mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
Mereka berdua dipersilakan duduk di bar yang kosong.
Lily merasakan dadanya sesak. Sean menatap lurus ke depan, ekspresinya dingin, namun jelas menahan sesuatu dalam dirinya.
Tak lama kemudian, seorang pria muda datang. “Ada yang bisa saya bantu?”
“Siapa yang menyuguhkan minuman saya tadi malam?” tanya Sean.
“Dan juga saya,” timpal Lily.
Pria itu tampak ragu. “Ada apa dengan minumannya? Apa rasanya basi atau gimana?”
Sean mendengus, menatap langit-langit dengan kesal.
“Ada sesuatu di dalam minuman itu, dan saya mau tahu siapa dalangnya,” jawabnya dingin, tatapannya beralih pada Lily seolah menuduhnya.
Lily membulatkan matanya.
Dia juga k o r b a n!
Bahkan Lily curiga jika Sean yang telah mengatur semua ini sehingga ia salah masuk kamar. Seseorang telah menggeser nomor kamarnya. Itu bukan kebetulan.
“Ayo kita ke ruang CCTV,” kata penanggung jawab bar setelah menghubungi seseorang.
Sean dan Lily berjalan di belakangnya. Lily tertatih, tubuhnya terasa sakit di bagian tertentu.
Setelah sampai di ruang CCTV, Sean melipat tangan dan mengamati layar dengan seksama.
Di rekaman, terlihat Lily dan Sean masing-masing menerima minuman dari seorang pelayan yang memunggungi kamera. Wajahnya tak terlihat.
“Nggak terlalu jelas siapa yang melayani, Kak,” kata penanggung jawab bar.
Sean mengepalkan tangan.
“Kenapa nggak panggil semua pelayan yang bertugas tadi malam?” suaranya penuh emosi.
“B-baik, tetapi mereka sudah pulang. Saya coba panggil mereka, tapi mungkin butuh waktu.”
“Saya nggak mau tahu! Kalau nggak, saya panggil pengacara saya ke sini!”
Lily mengatupkan bibirnya rapat. Matanya mulai berkaca-kaca.
Apa yang harus ia katakan kepada Bima?
Ia berencana menikah setelah lulus. Sekarang semuanya berantakan.
Tiba-tiba, Lily beranjak pergi tanpa pamit.
“Heh! Mau ke mana kamu? Jangan kabur!” bentak Sean.
“Mau cari makan, Kak,” jawab Lily lemah.
“Nggak bisa! Kamu tersangka utama, jangan pergi sebelum semuanya beres.”
Lily menelan ludah.
Ia ingin berteriak. Saya juga k o r b an!
Namun, siapa yang akan percaya?
Tiba-tiba, pintu terbuka.
“Kak, semua pelayan tadi malam sudah datang,” kata pegawai bar dengan napas terengah.
Lily perlahan mengangkat kepalanya.
Hatinya berdebar.
Kebenaran akan terungkap.
Tapi, apakah itu akan menyelamatkannya... atau justru menghancurkan hidupnya?
Gimana kelanjutannya? Baca di Fizzo ya : Hamil Anak Kakak Tingkat

Setelah tujuh belas tahun pernikahan, dengan mudahnya dia mengatakan bosan. Hingga dia mendua dan menikah lagi. Aku takk...
25/01/2025

Setelah tujuh belas tahun pernikahan, dengan mudahnya dia mengatakan bosan. Hingga dia mendua dan menikah lagi. Aku takkan mengemis. Aku akan bangkit bersama kedua putriku.

Bab 4

Alya tertawa kecil, tetapi bukan karena lucu. Rasanya seperti ironi yang kejam. Ibu mertuanya, yang selama ini dia hormati dan percayai, ternyata justru menjadi pendorong di balik penghancuran rumah tangganya. "Jadi, kebahagiaan mas Haris lebih penting daripada pernikahan kami? Daripada keluarganya sendiri?"

Karin tak menjawab. Wajahnya terlihat masa bodoh. Alya tahu, pada titik ini, tak ada gunanya menyalahkan Karin. Haris yang membuat pilihan. Haris yang memutuskan untuk berpaling darinya.

Setelah beberapa saat hening, Alya menatap Karin dengan tatapan yang tajam. "Dengarkan aku, Karin! Aku tidak tahu apa yang Haris ceritakan padamu, tapi dia adalah suamiku! Dan aku masih istrinya, secara hukum. Apa pun yang terjadi antara kalian, aku tidak akan menyerah begitu saja. Ini bukan cuma tentang aku dan Haris lagi, ini tentang anak-anak kami."

Karin tampak terkejut mendengar ucapan Alya. Namun sejurus kemudian dia berdecak kesal. “Alya …Alya! Aku tuh heran sama kamu. Maumuitu sebenarnya apa, sih? Sebagai sesama wanita, aku akan memberikan nasehat padamu!” Karin menghela nafas.

“Kalau aku jadi kamu, mending aku pergi jauh dari Haris. Karena jujur saja, Haris secandu itu padaku. Dia bilang tidak tertarik lagi sama kamu. Haris memutuskan untuk meninggalkanmu." Karin melipat tangan ke dada.

Alya berdiri perlahan, matanya menatap tajam ke arah Karin. "Belum! Dia belum meninggalkanku. Dan aku akan memastikan dia tahu, bahwa keputusannya membawa konsekuensi. Kamu mungkin punya Haris sekarang, tapi aku punya masa depannya. Aku juga nggak akan biarkan kamu merebut apa yang seharusnya menjadi hak aku dan anak-anak!” Alya dengan tegas membalas Karin.

Karin membelalakkan matanya. Dipikirannya tadi, karena Alya penyakitan, wanita ini hanya wanita lemah yang bisa disingkirkan dengan sangat mudah. Baginya Alya hanya kerikil kecil yang menghalangi jalan. Namun dugaannya itu salah. Ternyata wanita ini tidak bisa dianggap remeh. Sikapnya seperti batu karang di lautan, pantang menyerah walaupun diterpa ombak.

Alya tahu bahwa Karin hanyalah bagian dari masalah ini, tetapi Alya sekarang punya tujuan yang lebih besar. Dia akan memastikan bahwa Haris tak bisa begitu saja melarikan diri dari tanggung jawabnya. Sebelum pergi, Alya menatap Karin untuk terakhir kalinya.

"Aku ingin menasehati kamu, Karin. Seorang pria jika sudah pernah sekali berselingkuh maka tidak menutup kemungkinan dia akan melakukan hal itu lagi. Jaga dirimu, Karin! Karena apa yang Haris lakukan padaku, dia bisa saja lakukan padamu." Ucapan Alya terasa menohok di hati Karin.

“Aku pastikan itu tidak akan terjadi kepadaku. Karena aku bukanlah wanita penyakitan sepertimu. Sebagai wanita, kamu sudah tidak sempurna dan tidak mampu menyenangkan suamimu lagi. Jadi, wajar saja jika mas Haris berpaling. Aku katakan sekali lagi, itu tidak akan berlaku untukku. Karena aku selalu memberikan servis yang luar biasa untuk suamiku!” Karin menatap Alya dengan angkuh.

Alya tersenyum tipis. Kita lihat saja nanti, bagaimana kedepannya. Aku harap kamu tidak syok, jika ini terjadi sama kamu!” jawab Alya.

Alya kemudian melangkahkan kaki keluar dari kafe tersebut. Meninggalkan Karin dalam suasana hati yang d**gkol.

Alya kemudian kembali memesan taksi. Namun tujuannya bukan pulang ke rumah, melainkan ke rumah mertuanya. Dia ingin menanyakan alasan, kenapa ibu mertua yang selama ini dia hormati bahkan selalu di nomor satukan kepentingannya, tega menusuknya dari belakang.

Sesampai di depan rumah mertuanya dan membayar ongkos taksi, Alya berdiri menatap rumah yang pernah dia tinggali selama 5 tahun itu. Selama menjadi menantu Bu Ratna, bisa dikatakan dia cukup tersiksa. Namun tidak pernah sedikitpun dia melawan Bu Ratna. Alya selalu menghormati wanita yang melahirkan suaminya itu demi baktinya kepada Haris.

Alya kemudian memencet bel pintu sembari mengucapkan salam. Dua kali bel dibunyikan namun tidak ada tanda-tanda pintu terbuka.

Alya tidak menyerah. Dia kembali menekan bel tersebut. Beruntung, kemudian terdengar langkah kaki mendekat.

“Kamu?” tanya Bu Ratna dengan sinis.

“Assalamualaikum, Bu,” Alya mengulurkan tangan kepada Ibu mertuanya, namun Bu Ratna langsung menepis tangan Alya.

“Ngapain kamu ke sini? Kayak kurang kerjaan aja, ganggu orang istirahat!” Terlihat wanita tua itu tidak menyukai kehadiran menantunya.

Alya menghela nafas. Bukannya bertanya bagaimana keadaannya pasca operasi, alih-alih mertuanya itu merasa terganggu dengan kedatangan Alya. Bahkan sekalipun tidak pernah Bu Ratna berkunjung ke rumahnya.

“Saya mau bicara sama Ibu, bisa?” tanya Alya masih tetap dengan nada yang sopan.

“Kamu mau bicara apa? Saya tidak punya waktu jika untuk membicarakan hal yang tidak penting!”

“Bagi saya, ini sangat penting, Bu. Sebaiknya kita bicara di dalam saja. Tidak enak nanti jika didengar tetangga.” Dengan lembut Alya memohon kepada Ibu mertuanya.

Bu Ratna terlihat bersungut-sungut. Enggan rasanya menerima kedatangan Alya. Namun, karena penasaran, akhirnya Bu Ratna mengiyakan permintaan Alya. Dia membuka pintu lebar-lebar dan melangkah menuju sofa. Bu Ratna menghempaskan tubuh di sofa tersebut sembari melirik tajam pada wanita yang telah memberikannya dua orang cucu itu.

Alya menyusul melangkahkan kaki ke dalam rumah. Dia duduk di sofa berhadapan dengan Bu Ratna.

"Cepat bicara, jangan bertele-tele!” Belum Alya mulai bicara sudah diultimatum seperti itu oleh Bu Ratna.

Alya menarik nafas dan menghembuskannya perlahan untuk menetralkan detak jantungnya. Tangannya terasa dingin. Dia harus siap dengan kejujuran yang akan didengar langsung dari mulut Ibu mertuanya.

“Benarkah …Ibu tahu Mas Haris menikah lagi? Dan mendukung pernikahan tersebut?” tanya Alya dengan suara bergetar.

Bu Ratna terkejut. Dia membelalakkan matanya. Namun sejurus kemudian, ekspresinya kembali datar. “Ternyata kamu sudah tahu. Syukurlah! Jadi Haris tidak perlu bersembunyi lagi di belakang kamu!” jawab Bu Ratna tanpa memikirkan perasaan Alya.

Alya menatap Ibu mertuanya dengan lekat. “Jadi, benar semua yang dikatakan Karin. Bahwa Ibu mendukung pernikahan itu?”

“Karin? Kamu bertemu Karin? Sudah sejauh ini kamu mencari tau, Alya? Tapi baguslah! Jadi kami tidak perlu repot-repot memberitahukan kamu kenyataan sebenarnya.”

“Apa Ibu tidak memikirkan perasaanku dan anak-anak? Setidaknya sebagai seorang perempuan. Jika Ibu diposisiku, bagaimana perasaan Ibu? Apakah Ibu juga tidak takut karma yang akan menghampiri putri Ibu? Bukankah Ibu juga memiliki seorang putri? Bagaimana perasaan Ibu jika hal ini menimpa kepada putri Ibu sendiri?” cecar Alya. Selama ini dia sudah cukup sabar menghadapi keluarga suaminya.

Bu Ratna bangkit dari duduknya dan menatap Alya dengan tajam. Kamu mau menyumpahi Hana? Itu tidak akan pernah terjadi pada Hana, karena Hana bukan wanita lemah seperti kamu!” tukas wanita paruh baya itu.

Lagi Alya mendengar orang mengatakan dia lemah. Sehingga perasaannya pun tidak dipedulikan.

“Saya tidak menyumpahi Hana. Saya justru berdoa semoga Hana tidak mengalami apa yang saya alami saat ini. Saya hanya ingin minta simpati Ibu. Bagaimana bisa, Ibu mendukung pernikahan Mas Haris sementara saya sedang berjuang melawan penyakit dan butuh dukungan dari orang terdekat? Selama ini, apa kurangnya saya, Bu?” Alya mengusap p**inya yang mulai basah.

“Saya selalu menghormati dan mengesampingkan semua keinginan saya demi memenuhi apapun yang Ibu minta. Tapi, ini balasannya? Bukannya mencegah, Ibu justru mendukung perbuatan mas Haris.” Alya tak dapat menahan lagi tangisnya. Bukan, bukan karena dia lemah, hanya saja dia butuh meluapkan emosinya dan satu-satunya cara hanya dengan menangis.

Cerita ini ada di KBM
Judul : Ketika Suami Tidak Lagi Peduli
Penulis : Inda_mel

“Aku istrimu Mas, aku ibu dari anak-anakmu tapi kamu malah percayakan keuangan pada ibumu. Bahkan saat aku setelah melah...
25/01/2025

“Aku istrimu Mas, aku ibu dari anak-anakmu tapi kamu malah percayakan keuangan pada ibumu. Bahkan saat aku setelah melahirkan, lantas jika po p0k anakmu habis, bedak dan sabun anakmu habis, aku harus minta ke ibumu gitu?” seru Kanara berapi-api.

✨✨✨

My Ba by Blues Syndrome

Part 5

“Maaf, Bu. Tapi aku lapar tadi pagi,” ucap Kanara membela diri, kini ember cuciannya sudah kosong.
“Tapi gak makan telur juga!! Kamu bisa makan yang lain, ” bentak ibu mertuanya membuat pagi Kanara menjadi runyam.
“Terus aku makan apa, Bu? Tidak ada stok makanan di kulkas selain telur, dokter kandunganku bilang kalau aku boleh makan semuanya asalkan tidak menimbulkan alergi bu. Justru jika aku konsumsi protein, itu akan mempercepat proses penyembuhan luka setelah melahirkan,” ucap Kanara merasa tak tahan dengan persepsi salah ibu mertuanya.
“Pla aak!!!”
Sebuah t4m p4 ran sukses mendarat di p**i Kanara, meninggalkan noda merah dan rasa panas. Mata Kanara mulai mengembun dan menyiratkan den dam tak tertahankan pada seorang ibu mertua yang seharusnya mendukungnya, bukan selalu menyalahkannya.
“Kamu itu baru jadi ibu sudah s0 k tahu, aku lebih tahu dari kamu. Kamu itu anak baru kemarin aja sok sok an percaya sama do kter. Orang jaman dulu itu lebih manjur, lebih tahu dan lebih paham. Gak boleh makan telur, ikan, minum harus ditakar, tidak boleh tidur pagi, pakai korset harus sampai tiga bulan, anak harus pakai gurita dan dibed**g kuat biar kakinya gak bengkok, ke pala anakmu juga harus dikepal-kepal setiap kali dimandikan. Semua itu sudah aku katakan sebelumnya tapi kamu masih saja melanggar,” seru ibu mertuanya dengan wajah memerah menahan kesal.
“Terus aku harus makan apa, Bu?? Setiap kali ibu selesai masak, masakan ibu selalu ibu sembunyikan. Aku hanya bisa makan dua kali dalam sehari, jika aku tak mengurus diriku sendiri lantas siapa lagi yang mengurusku, b4yiku butuh makan dan makanan b4 yiku bersumber dari A S I yang kuhasilkan. Aku tidak boleh memberinya su su formula, jadi aku berusaha agar A SI ku lancar, kini A SIku lancar tapi aku tak bisa makan dengan puas,” pekik Kanara tak peduli dengan sikap ibu mertuanya yang ka sar terhadapnya.
“Ya tunggu sampai aku masak buat sarapan, gak sabaran banget sih kamu buat nunggu,” seru ibu mertuanya tak mau disalahkan.
“Sarapan apa, Bu? Kemarin bahkan aku tak kebagian sarapan. Ibu hanya membuat sarapan untuk Mas Danang dan Ibu sendiri sedangkan aku tidak ada sarapan sama sekali,” ucap Kanara dengan air mata yang mulai berderai.
“Apa maksudnya Nara gak kebagian sarapan kemarin, Bu??” tiba-tiba Danang muncul dari balik punggung Sang Ibu, tak sengaja mendengar ucapan Kanara.
“Eh…ya kan Ibu bikin sarapan dikit kemarin, stok makanan tinggal sedikit waktu ibu kesini. Jadi ibu belanja dulu saat kamu ke kantor, dia aja yang gak sabaran buat nunggu makanan matang,” sanggah sang ibu membela diri.
Danang hanya terdiam, ada sedikit penyesalan dalam hatinya ketika mengetahui bahwa istrinya tak sarapan kemarin. Jika tahu begitu, Danang bisa membagi makanannya untuk Kanara atau dia bisa memberikan sarapannya untuk Kanara sedangkan ia bisa membeli di luar ketika berangkat kerja.
“Sudah, sudah kalau begitu jangan bertengkar pagi-pagi, ibu masuk saja ya. Biar Danang yang bikin sarapan pagi ini, ada roti tawar sama selai, biar Danang makan itu saja. Ibu gak perlu bikin sarapan pagi ini,” ucap Danang berusaha mencarikan suasana.
“Ya sudah, eh jangan lupa sama pesanan ibu kemarin. Cepat suruh istrimu untuk minum jamu yang kamu beli semalam,” ucap sang ibu sambil melengos dan beranjak ke kamarnya.
“Ja mu apa, Mas?” tanya Kanara dengan mata terbelalak.
“Ja mu ibu melahirkan, gak apa-apa, Ra. Orang jaman dulu minum jamu biar d4 r4h ni fas jadi bersih dan A S I lancar,” ucap Danang.
“Tapi Mas, kata dokter aku gak boleh minum jamu-jamuan,” ucap Kanara protes.
“Sudah gak apa-apa, buktinya orang jaman dulu baik-baik saja kan. Emmm, p**i kamu kenapa, Ra?” tiba-tiba Danang menyadari p**i istrinya memerah.
“Ibu, Mas. Tadi nam par aku,” jawab Kanara sambil berlalu menuju dapur. Danang mengekorinya, heran dengan pernyataan istrinya tentang tamparan ibunya.
“Kamu jangan ngelawan ibu d**g, Ra, mungkin ibu kesal karena kamu ngelawan pantangan,” ucap Danang malah menyalahkan istrinya.
“Aku cuma mau makan Mas, aku buat sarapan pakai telur karena hanya ada telur yang tersisa di dalam kulkas,” ujar Kanara membela diri.
“Tapi kan kamu gak boleh makan telur,” ucap Danang membenarkan pernyataan ibunya.
“Kata siapa? Kata ibu kan, Mas, dokter bilang aku boleh makan apapun asalkan perutku nerima,” ujar Kanara mulai jengah dengan sikap suaminya yang percaya ibunya.
“Ah, sudah, sekarang mendingan kamu minum ja mu ini!” perintah Danang, menyodorkan segelas jamu berwarna coklat kehitaman.
“Tapi, Mas, aku gak mau,” tolak Kanara sambil menutup mulutnya.
“Kamu harus minum, ini demi kebaikanmu. Ibuku tidak mungkin memberikan saran yang gak baik, dia sudah lebih berpengalaman dibanding kamu. Ayo minum !!” perintah Danang setengah memaksa.
Dengan terpaksa, Kanara menegak ja mu itu sampai tandas. Ada sedikit rasa mual dalam perutnya setelah meminum jamu seduhan suaminya. Rasa pahit menguasai rongga mulutnya, ia tak menyukai sesuatu yang pahit.
“Tuh kan, tinggal minum aja kok cerewet kamu, Dek,” ucap Danang mencibir istrinya.
“Puas kamu, Mas?? Apa lagi yang harus aku lakukan untuk menuruti semua perintah Ibumu!?!?” tiba-tiba wajah Kanara memerah, matanya mendelik karena merasa tertindas.
“Kamu berani bilang begitu tentang ibuku!!!” bentak Danang pada Kanara, istri yang selama ini lembut sekarang berubah menjadi garang.
“Aku istrimu, Mas. Aku ibu dari anakmu tapi kamu malah percayakan keu4 ngan pada ibumu. Bahkan saat aku setelah melahirkan, lantas jika po p0k anakmu habis, bedak dan sabun anakmu habis, aku harus minta ke ibumu gitu?” seru Kanara berapi-api. Tak tahan dengan emosi yang ia pendam dua hari ini.
“Apa susahnya sih kamu minta ke ibuku, aku kan memudahkan kamu. Biar kamu fokus pada B4by Rey. Kalau kamu butuh beli popok atau perlengkapan lain kan tinggal bilang ke Ibu,” ucap Danang dengan entengnya.
Kanara melengos, tak menyangka pikiran suaminya sedangkal itu. Ia merasa tak dihargai sebagai seorang istri dan ibu dari anaknya.
Kanara akhirnya memutuskan untuk ke kamar, memeriksa b4 by Rey apakah sudah terbagun atau belum. Dikesampingkannya rasa sakit yang ia terima pagi ini, bahkan suaminya pun tak mendukungnya.
Dipandangi b4 by Rey yang menggeliat, membuka matanya dan memanyunkan bibir mungilnya. Diangkatnya b4 by Rey dan disu sui sejenak. Setelah itu ia menyiapkan mandi untuk b4 yi mungilnya itu. Meski ibu mertuanya ada disana, ia berusaha untuk memandikan sendiri b4 yinya. Ia tak ingin bergantung sepenuhnya pada ibu mertuanya, hanya akan menambah beban jika semua pekerjaan dialihkan kepada ibu mertuanya.
Ia bahkan lebih senang jika ibu mertuanya tak ada di rumah, setiap perbuatan yang dilakukan oleh Kanara selalu diprotes bahkan dilarang oleh ibu mertuanya itu.

***

Ikuti kisah Kanara selengkapnya di KBM app, sudah TAMAT di KBM
Judul : My Baby Blues Syndrome
Penulis : Noviyanti

Address

Cisalak
Subang
41283

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Vha Homebase posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share