25/09/2025
Salah satu komentar yg menarik sebagai introspeksi diri bagi netizen Sumbawa.
Izin mba
Setiap ada kejadian, apa pun bentuknya, ujung2nya lapor ke Nyemin. Pemerintah salah sedikit? Lapor min. Ada tabrakan? Lapor min. Orang hilang, ular masuk rumah, banjir, longsor, bahkan jalan macet pun, semuanya lapor ke Nyemin. Seolah2 dia adalah pusat segala solusi, tempat semua laporan harus ditumpahkan.
Pertanyaannya sederhana: memang Nyemin itu apa? Apakah dia kantor pemerintah? Apakah dia aparat? Atau dia memang tempat pembuangan semua keluhan? Apakah dia yang akan menyelesaikan semua permasalahan?
Lucunya, kalianlah yang dengan sadar menggiring semua orang untuk percaya bahwa Nyemin adalah orang paling penting. Karpet merah itu bukan dia yang gelar. Kalian sendiri yang menyodorkannya. Hingga akhirnya dia merasa dibutuhkan, merasa benar, dan merasa paling tau segalanya.
Ketika muncul persoalan pedagang di trotoar, pro dan kontra dari postingannya langsung ramai. Bukan karena isi postingannya hebat, tapi karena kalian yang terus membesarkannya. Kalianlah yang membuat Nyemin punya panggung.
Sekarang kalian marah2, menghujat, bahkan menuduh dia sok tau. Tapi jangan lupa: siapa yang dulu angkat dia jadi raja informasi? Kalian sendiri.
Ironinya, kalian hanya bisa menggerutu di kolom komentar, tanpa pernah benar2 berani memutuskan hubungan. Katanya benci, tapi tetap saja mengikuti Facebooknya. Katanya muak, tapi tetap saja kalian mengintip statusnya. Kalau memang benci, kenapa tidak boikot? Hapus, unfollow, atau sekalian blokir Facebooknya. Tapi faktanya, kalian tidak melakukannya. Kalian tidak punya keberanian untuk memblokir Facebooknya.
Kalian hanyalah “netizen penghujat” yang hidup dari emosi sesaat. Kalian teriak muak, tapi diam2 masih bergantung. Pada akhirnya, sadarilah: bayang2 Nyemin itu bukan karena dia terlalu besar, melainkan karena kalian sendiri yang terus membesarkan namanya. Kalian sesungguhnya tidak bisa tanpa nyemin..