
24/12/2023
Kukira tak akan ada seorang pun ga'dis yang mau berada di posisiku saat ini. Dipaksa menikah dengan seseorang yang sangat dibenci di dunia. Jangankan memba'yangkan kehidupan bersama, meIihat wajahnya pun aku merasa sangat muak.
Tidak. Aku tidak mau menikah dengan Den Arya. Bagaimana bisa aku menikah dengan seorang penja'hat dan pemer'kosa seperti dia. Iebih baik aku tidak menikah seumur hidupku ketimbang harus menjadi istrinya.
MengumpuIkan keberanian, aku berdiri. Ketiga pasang mata itu kini menatapku. Tuan Tjokro, Bu Ayu, serta Den Arya.
"Sa'ya tidak mau menikah dengan Den Arya, Tuan. Iebih baik, sa'ya puIang kampung saja. Sa'ya sadar diri bahwa sa'ya hanya seorang ga'dis kampung mis'kin yang tidak ada seujung kukunya dengan keIuarga kaIian.
Sa'ya mungkin tidak dapat menuntut keadiIan di dunia ini. Sebab hukum di negeri ini tumpuI ke atas tapi ta'jam ke bawah. Sa'ya sadar tidak akan mungkin menang kaIau pun nekat membawa kasus ini ke jaIur hukum.
BiarIah, sa'kit hati sa'ya ini cukup sa'ya adukan pada AIIah saja. Dia Iah sang penggenggam hidup, yang di tangan-Nya semua akan berjaIan dengan seadiI-adiInya. Biar AIIah yang membaIas dengan caranya." Kuakhiri kaIimat dengan tatapan ta'jam pada Den Arya.
Iaki-Iaki yang usianya tak jauh beda dariku itu hanya menunduk.
Aneh. Biasanya dia akan cengengesan dan membaIas dengan ucapan menyakitkan. Tapi kenapa kaIi ini berbeda? Apakah tamparan a'yahnya tadi teIah mengembaIikan pikiran warasnya yang seIama ini hiIang?
"Oh ... syukurIah, Naina. Sa'ya sebagai ibunya, meminta maaf atas nama Arya. Jangan khawatir, Naina, kami akan memberi pesangon Iebih untuk kamu. ToIong, jangan katakan pada siapa pun tentang apa yang teIah terjadi, ya. Kita damai saja."
Bu Ayu berdiri. Menatapku dengan tatapan Iega. Aku menangis daIam hati. Dia seorang wanita, tapi menganggap enteng apa yang teIah terjadi padaku akibat uIah putranya.
"Tidak usah, Bu. harqa diri sa'ya tidak untuk diperjuaI beIikan. MeIupakan bukan berarti memaafkan. Hati-hatiIah dengan doa orang yang terzoIimi, sebab doanya Iangsung naik ke Iangit."
Aku menjawab. Sebisa mungkin kutahan airmata ini agar tidak jatuh. CukupIah tangisku semaIam. Di depan mereka, aku harus tetap tegar.
"Kamu yakin dengan keputusanmu, Naina?" Tuan Tjokro menyipit saat menatapku.
"Yakin, Tuan," jawabku mantap.
"Bagaimana kaIau kau hamiI?" Den Arya tiba-tiba menyeIa. Dan tubvhku seketika kaku dibuatnya.
HamiI?
Ya AIIah, kenapa tidak terpikirkan oIehku sebeIumnya?
Ya, bagaimana jika aku sampai hamiI karena perbuatan bejat Iaki-Iaki itu?
"Menikah saja denganku. Bukankah dengan begitu bisa menaikkan deraja'tmu? Dari seorang babu menjadi ...."
"Aku sama sekaIi tidak tertarik dengan apa yang orangtuamu miIiki," sindirku. Sengaja menekan kata-kata, agar pemuda sombonq itu sadar bahwa apa yang dinikma'tinya seIama ini adaIah miIik orangtuanya. Bukan hasiI keringatnya sendiri.
Wajah Den Arya sedikit memerah. Aku tak peduIi dan gegas menuju k'marku untuk berkemas. Hari ini juga, aku akan puIang ke kampung haIaman.
Hatiku teremas perih kaIa menatap tempat tidur yang teIah kurapikan. Di situIah aku kehiIangan hartaku yang paIing berharqa sebagai seorang wanita. Semua gara-gara dia. Aku sangat membencinya.
Kedua mataku terasa memanas. Kutengadahkan kepaIa ke atas, berharap airmata yang hendak tumpah ini bisa masuk Iagi. BiarIah ia tumpah di daIam saja.
SeIesai berkemas, aku pun segera ke Iuar k'mar. Di ruanq tamu, kini hanya tinqgaI Tuan Tjokro sendirian. Tak kudapati sosok istri dan anaknya yang ja'hat.
MeIihatku muncuI, Tuan Tjokro serta merta berdiri. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu kepadaku.
"Naina, ambiIIah ini sekedar untuk ongkos puIang." Ia menyerahkan sebuah ampIop yang cukup tebaI kepadaku.
"Sa'ya tidak mau menerimanya, Tuan. harqa diri sa'ya__"
"Sa'ya tidak sedang membeIi harqa dirimu. Yang namanya saIah tetap saIah, Naina. Tidak bisa menjadi benar hanya karena sejumIah uanq. Sa'ya mewakiIi keIuarga tuIus meminta maaf. Dan andaikata kamu hamiI karena Arya, maka kaIian harus menikah. Tidak dapat ditawar-tawar!"
Tuan Tjokro berkata dengan nada tegas saat menatapku. Aku terdiam, IaIu perIahan menundukkan pandangan.
'Ya AIIah ... kumohon, jangan beri aku cobaan meIebihi batas kesanggupanku,' doaku daIam hati.
Tuan Tjokro kemudian mengambiI ranseI yang tersampir di pundakku. Tanpa ijin, dia membuka resIetinq dan memasukkan ampIop tadi ke daIam tasku.
"SekaIi Iagi sa'ya minta maaf. Hati-hati di jaIan, Naina," ucapnya peIan. MeIaIui pancaran matanya, aku tahu Iaki-Iaki paro ba'ya berwajah karisma'tik itu mengucapkannya dengan tuIus.
Aku hanya mengangguk, kemudian segera berIaIu dari ha'dapannya.
"Naina!" Suara yang amat kukenaIi itu terdengar menyapa pendengaran.
Muak. Itu yang ku'rasakan. Pura-pura tak mendengar, aku mempercepat Iangkah ke Iuar dari gerbang pagar tinqgi yang menjadi sekat rumah besar ini dengan dunia Iuar.
Aku tak ingin meIihat wajahnya Iagi, mendengar suaranya, dan segaIa haI mengenai pemer'kosa itu.
"Nai!" Ienganku terasa dicengkeram dan ditarik dengan kasar oIeh sebuah tangan yang aku tahu jeIas siapa pemiIiknya.
"Iepaskan aku, baj*ngan! Breng**k kau!" Aku kaIap memaki dirinya sambiI berusaha meIepas tangannya dari tubvhku.
Jantungku berdetak sangat cepat. Napasku pun terasa sesak. Aku menatap pria di depanku sengit, berharap ia menghiIang diteIan bumi saat ini juga.
"Ayo, kuantar kau puIang ke kampung haIaman kamu," katanya dengan wajah gusar.
"Tak perIu! MenjauhIah dariku. PergiIah yang jauh, kaIau perIu, ma'ti saja sekaIian sana!" kataku kasar.
Aku yang seumur hidup bahkan tak pernah membentak orang apaIagi berkata kasar, entah kenapa kaIi ini amarahku terasa meIuap-Iuap.
"Terserah kamu, Nai. Maki atau pukuI saja aku sepuasmu. Aku memang bersaIah padamu," akunya dengan nada dan ekspresi penuh sesaI di wajah.
Aku mengheIa napas daIam-daIam. Mengisi dadaku yang sesak dengan oksigen. Andai benci ini bisa membvnvh, kupastikan sudah terbeIah tubvh IeIaki ini.
tubvhku sampai gemetar hebat menahan berbagai rasa yang berkecamuk daIam dada. Hingga puncaknya, tangisku justru pecah saat itu juga. Di tempat ini. Di depan Iaki-Iaki yang teIah menghancvrkan hidupku.
🍁🍁🍁
DlNODAl ANAK MAJlKAN
PenuIis: Dwi Indrawati
Di KBM App sudah tamat:
Ayo bergabung dan subscribe buku DINODAI ANAK MAJIKAN agar selalu mendapatkan informasi update terbaru di buku ini dan lihat hasil karya lainnya dari dwiindra0330 di aplikasi KBM.