12/03/2025
Rasulullah duduk dalam kebingungan, tubuhnya masih lelah setelah perjalanan panjang menembus langit. Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian naik ke langit pertama hingga ke Sidratul Muntaha. Namun, puncak perjalanan ini belum selesai. Di hadapan-Nya, Allah telah menetapkan suatu perintah yang begitu mulia, sholat lima puluh waktu dalam sehari semalam.
Hatinya bergetar. Betapa berat perintah ini bagi umatnya. Namun, Rasulullah menerima dengan penuh kepatuhan. Beliau turun hingga bertemu Nabi Musa βalayhissalam di langit keenam.
"Apa yang telah diperintahkan Allah kepadamu?" tanya Nabi Musa.
"Lima puluh sholat dalam sehari semalam," jawab Rasulullah dengan penuh ketundukan.
Nabi Musa menggelengkan kepalanya. "Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Umatmu tidak akan sanggup. Aku telah mencobanya dengan Bani Israil."
Rasulullah mengangguk. Dalam kepatuhan dan cinta kepada umatnya, beliau kembali naik menghadap Allah. Dengan penuh rasa harap, beliau memohon, "Ya Rabb, ringankanlah untuk umatku."
Allah pun mengurangi jumlahnya menjadi 40 waktu sholat. Namun, saat turun kembali, Nabi Musa tetap berkata, "Umatmu tidak akan sanggup. Mintalah lagi kepada Allah."
Rasulullah ο·Ί kembali naik. Lagi. Dan lagi. Setiap kali beliau naik, hatinya diliputi rasa malu. Betapa banyaknya beliau meminta keringanan, tapi betapa besar kasih Allah kepada umat ini.
Hingga akhirnya, sholat pun ditetapkan menjadi lima waktu dalam sehari semalam. Namun, Nabi Musa kembali menyarankan, "Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah lebih ringan lagi."
Rasulullah ο·Ί menunduk, air matanya hampir tumpah. "Aku sudah merasa malu untuk kembali kepada-Nya. Aku ridha dengan ini, dan aku pasrah kepada perintah-Nya."
Dengan hati yang berat tapi penuh harapan, Rasulullah ο·Ί turun kembali ke bumi, membawa hadiah terbesar bagi umatnya: sholat lima waktu yang tetap bernilai lima puluh dalam timbangan Allah.