24/10/2025
Kritik Dana Mengendap Memanas, Dedi Mulyadi Datangi BPK, Minta Audit Khusus Kas Pemprov Jabar Dipercepat
BANDUNG – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), pada Jumat (24/10/2025) mendatangi kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat di Bandung. Kunjungan ini dilakukan di tengah polemik mengenai dugaan dana daerah yang mengendap di bank, sebagai respons atas kritik yang sebelumnya dilayangkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
KDM secara resmi meminta BPK untuk segera melakukan pendalaman audit (audit khusus) terhadap alur kas dan pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar).
"Hari ini kami ke BPK untuk meminta pendalaman audit terhadap kas Pemprov Jawa Barat. BPK adalah institusi yang berhak menilai apakah alur kas kami sudah benar. Kami juga meminta agar hasil audit khusus ini segera diumumkan kepada publik, tidak menunggu jadwal rutin di bulan April tahun depan," ujar Dedi Mulyadi.
Bantah Anggapan Dana Mengendap 4,1 T
Dalam keterangannya, KDM membantah tegas anggapan bahwa dana kas daerah Pemprov Jabar sebesar Rp2,6 triliun yang tersisa di bulan Oktober 2025 adalah dana yang mengendap.
"Total APBD Pemprov Jabar itu 31 triliun Rupiah. Sampai bulan Oktober, kami sudah membelanjakan kurang lebih 21 triliun Rupiah. Sisa 2,6 triliun di kas itu bukan dana tidur," tegasnya.
Menurut KDM, sisa kas tersebut merupakan dana yang dipersiapkan untuk membayar berbagai kewajiban dan termin pekerjaan yang sedang berlangsung, termasuk kepada kontraktor proyek jalan, irigasi, sekolah, serta untuk biaya operasional rutin seperti listrik dan upah outsourcing.
Prinsip Pembayaran Bertahap: Jamin Kualitas dan Hindari Korupsi
KDM juga menjelaskan bahwa pembayaran proyek kepada pihak ketiga dilakukan secara bertahap (termin) dan tidak bisa dibayarkan 100% sekaligus.
"Kenapa tidak dibayarkan 100%? Karena ini bagian dari pengendalian. Kalau dibayar penuh, dan ternyata pekerjaan kontraktor tidak selesai atau kualitasnya buruk, maka kepala dinas, PPK, dan pemegang kas bisa terjerat pidana korupsi karena membayar barang atau jasa yang belum diterima," jelas KDM.
Ia menekankan bahwa langkah ini diambil untuk memastikan bahwa setiap rupiah anggaran benar-benar menghasilkan modal dan manfaat yang baik bagi masyarakat, seperti jalan yang berkualitas, bukan semata-mata menghabiskan anggaran secara cepat melalui belanja hibah yang berisiko disalahgunakan.
KDM berharap audit yang dilakukan BPK dapat memberikan kejelasan dan transparansi kepada publik, sekaligus menepis polemik yang beredar terkait pengelolaan keuangan daerah.