22/03/2025
๐๐ฎ๐ฅ๐ญ๐๐ง ๐๐๐๐ฎ๐ฅ ๐๐๐ก๐ข๐ซ
๐๐๐ ๐ข๐๐ง ๐๐
๐๐ข๐ฆ๐: ๐๐ง๐ญ๐๐ซ๐ ๐๐ข๐ฌ๐ข ๐๐ฌ๐ฅ๐๐ฆ ๐๐๐ง ๐๐๐ญ๐จ๐ฅ๐ข๐ค
Ketika Bata Wadu atau La Kai sudah remaja, sudah aqil balig dan beranjak dewasa, tahun 1616 tepatnya Januari 1616, Sultan Gowa menulis surat untuk Raja Bima Manuru Salisi guna menginformasikan bahwa Gowa saat itu sudah menjadi kerajaan Islam dan punya kewajiban untuk Amar Ma'ruf Nahi Mungkar.
Surat itu dibawa Oleh Guru Luwu atau Datu Luwu atau Datuk Sulaiman ri Pattimang, yang pada tahun 1609 pernah juga membawa surat dari Raja Luwu La Patiware Daeng Parabung untuk Ama Lima Dai. Disaat yang sama, Manuru Suntu dan Manuru Bata sedang berencana untuk menggulingkan Manuru Salisi dan mengangkat Bata Wadu menjadi raja Bima selanjutnya.
Namun kata Bumi Jara Sape, jika ingin menggulingkan Manuru Salisi haris bersabar dan mematangkan pet3ncanaan dulu. Kebetulan saat itu ada Guru luwu yang datang sebagai utisan Gowa, maka Bumi jara Sape memgajak mereka untuk masuk islam.. Maka pada tahun 1516, masuk islamlah Bata Wadu, Manuru Bata, Manuru Suntu dan Bumi Jara Sape. Surat Raja Gowa yang dibawa guru Luwu itu kemudian dibalas oleh Bumi Jara Sape awal tahun 1617 dan meminta Guru Luwu membawanya pada Raja Gowa. Didalam surat itu Bumi Jara Saoe meminta Raja Gowa untuk datang menyerang Bima guna menyiarkan agama Islam dan menggulingkan Raja Manuru Salisi.
Kedatangan surat dari Guru Luwu awal tahun 1617 itu diketahui oleh misionaris Katolik yang ada di Makassar. Segera setelah misa natal, Ferreire berangkat ke Bima untuk mengkristenkam Bima sebelum Gowa memaksakan Islam pada Bima. Namun sial bagi Ferreire, karena cuaca yang tidak bagus ia terpaksa hanya bisa berlayar menuju Solor dan tidak bisa tiba di Bima. Ferreire kemudian menunggu kapal yang menuju Malaka untuk mempersiapkan misi Katolik ke Bima tahun 1618.
Pada tahun yang sama yaitu tahun 1617, di Bima terjadi peristiwa pembunuhan terhadap putra mahkota lain yang ingin menggulingkan Raja Maburu Salisi. Putra mahkota yang seusia dengan Bata Wadu itu dibunuh dalam satu ritual perburuan di Mpori Wera dengan cara membakar semua padang ilalang.
Tahun 1518, Misi Katolik dan misi Islam sama sama tiba di Bima namun ditolak oleh Raja Manuru Salisi. Akibat penolakan itu, Raja Gowa mengirim 9 kapal perangnya untuk menyerang Bima. Pengislaman Bima pertama ini gagal walau Gowa berhasil membakar Bima dan menjarah hartanya. Gowa kemudian berencana melakukan ekspedisi militer kedua namun dengan persiapan yang lebih matang. Maka pada pertengahan tahuan 1618, Gowa mengirim satu kapal berisi para muballigh ke Sape untuk mengislamkan seluruh rakyat Sape.
Pada tahun 1619, serangan kedua Gowa atas Bima berhasil secara gemilang dan Gowa berhasil menggulingkan Raja Manuru Salisi. Raja Bicara Bima meminta pada Raja Gowa agar Manuru Salisi diganti oleh Bata Wadu. Namun oleh Manuru Salisi, ia mengangkat Bumi Luma Rasanae sebagai raja pengganti dirinya.
Setelah Bumi Luma Rasanae naik tahta, ia mulai melakukan perburuan terhadap Bata Wadu. Ruma Mantau Lewi Sape yang mengetahui rencana itu segera mengabarkan pada Bata Wadu yang ada di Teke dan memintanya untuk meninggalkan Bima. Pada tengah malam Bata Wadu dan beberapa pengikutnya berangkat menuju Sape melalui Kalodu. Pagi hari mereka sudah sampai Sape Sari dan melakukan sumpah setia bersama para pengikutnya yang telah menunggu di Sape Sari
Dari Sape Bata Wadu dan rombongan yang diperkuat oleh Rato Waro Bewi menuju Wera melalui perbukitan Sape Sari ke arah lembah Doro Cumpu. Ternyata di Doro Cumpu rombongan Bata Wadu mampu dikejar oleh pasukan Bumi Luma Rasanae. Pertempuran sengit tak dapat dihindari dan membuat Rato Waro Bewi gugur dalam pertempuran tersebut. Namun saat pasukan Raja Bumi Kuma Rasanae hendak mengejar Bata Wadu dan rombongan, Bata Wadu sudah menyebrang menuju Gowa.