
09/06/2025
Pen9akuan Wanita Purwakarta Kena Kanker Serviks di Usia 28, Punya Kebiasaan Ini
Seorang wanita asal Purwakarta, Prisda Sucialaras memba9ikan kisahnya yang didiagnosis kanker serviks di usia 28 tahun.
Gejala awal muncul pada 2023 ketika ia sering mengalami keputihan. Pada awalnya, ia mengabaikan kondisi ini karena mengira hanya efek kelelahan. Namun, gejala lain muncul, seperti pendarahan setiap kali berhubungan intim den9an suaminya.
"Pada waktu itu pas la9i berhubungan badan dengan suami, daerah intim saya men9eluarkan darah segar, tapi lagi-lagi saya abaikan karena setelah berhubungan badan mengeluarkan darah itu besoknya saya mens. Dua kali berhubungan dengan suami masih seperti itu," ucapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (18/2/2025).
Menyadari ada sesuatu yang tidak beres den9an tubuhnya, Prisda akhirnya memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kandun9an pada awal Agustus 2023. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya tumor di area mulut rahimnya. Namun, dokter belum dapat memastikan apakah tumor tersebut bersifat 9anas atau jinak. Tak lama setelah itu, keputihannya semakin parah dan berbau tidak sedap seperti telur busuk.
Ia kemudian menjalani biopsi yang men9onfirmasi bahwa ia mengidap kanker serviks. Untuk mengetahui stadiumnya, ia dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) di Bandung, dan hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan kanker serviks stadium 2B.
Dari November hing9a Desember 2023, Prisda menjalani serangkaian terapi radioterapi dan kemoterapi di RSHS. Namun, karena keterbatasan biaya transportasi dari Purwakarta ke Bandung, ia memutuskan untuk menghentikan pen9obatan sementara waktu.
Pada Januari hingga April 2024, Prisda juga merasa kondisi tubuhnya membaik dan kembali menjalani aktivitas sehari-hari. Namun, pada Mei 2024, 9ejala kanker serviks kembali muncul. Berat badannya turun drastis, ia kesulitan buan9 air besar, mengalami keputihan berlebih, dan kehilangan nafsu makan.
"Akhirnya, den9an modal tekad saja tanpa memikirkan biaya, awal Juni 2024 saya mulai periksa lagi. Tapi saya memutuskan untuk pindah rumah sakit. Rumah sakit yang saya pilih pada saat itu di Santosa Kebon Jati," imbuhnya.
"Di sana saya divonis kalo kanker serviks saya masih ada. Dan dokter memutuskan untuk melakukan kemoterapi terlebih dahulu. Awalnya saya pikir pen9obatan kemo nya sama dengan RSHS ternyata beda. Di Santosa kemoterapi nya sangat dahsyat," tuturnya.
"Efek kemoterapi membuat badan saya makin kecil, rambut menjadi b0tak, kulit kusam, dan selalu drop," katanya.
Dokter menyarankan Prisda untuk menjalani enam sesi kemoterapi dengan jeda tiga ming9u per sesi. Namun, kondisi ekonomi keluarga semakin sulit. Suaminya pun terpaksa keluar dari pekerjaannya agar bisa mencairkan dana BPJS Ketenagakerjaan untuk biaya pengobatan.
"Alhamdulillah, rezeki sudah Allah atur. Mun9kin tahun ini waktunya saya berobat dan sembuh," imbuhnya.
Setelah menyelesaikan kemoterapi kelima di RS Santosa, dokter merujuknya kembali ke RSHS untuk melanjutkan radioterapi. Hin9ga kini, Prisda masih menjalani terapi di rumah sakit tersebut.
Menurut Prisda, dokter menjelaskan bahwa ada dua faktor yang bisa memicu kanker serviks, yakni sering ber9onta-ganti pasangan atau pola hidup yang tidak sehat.
Prisda mengakui bahwa setelah menikah, kebiasaan hidupnya menjadi kurang baik. Ia sering mengonsumsi makanan 'k0tor' seperti junk f0od dan jarang berolahra9a.
"Maklum, Kak, karena sewaktu 9adis hidup susah sekali. Jadi, pas menikah dapat suami yan9 baik, jadinya kebablasan," katanya.