09/08/2025
Menjadi pemimpin bukan soal bisa melakukan semua hal, tapi tahu kapan harus menyerahkan sesuatu kepada orang yang tepat. Itulah pesan utama dari dr. Tirta Mandira Hudhi saat menjadi pemateri di Leader’s Talk, ITB (2024). Ia dengan tegas menyampaikan bahwa seorang CEO, pemilik bisnis, atau pemimpin dalam organisasi apa pun, tidak seharusnya turun langsung mengurus hal-hal kecil yang seharusnya sudah bisa ditangani oleh tim. Jika seorang pemimpin masih repot menyusun roster kerja harian, mengatur stok barang, atau mengawasi langsung kasir di toko, itu bukan menunjukkan bahwa ia rajin, tapi menandakan ada yang salah dalam sistem kerjanya.
Delegasi bukan soal menyerahkan pekerjaan saja, melainkan membangun kepercayaan dan struktur kerja yang sehat. Ketika seorang pemimpin terlalu sering ikut campur di level paling bawah, masalahnya bukan semata karakter pemimpinnya, tapi justru ada pada sistem SOP dan struktur hierarki organisasi yang lemah. Pemimpin yang sibuk ngurusin kerjaan karyawannya, bukanlah sosok pahlawan yang rendah hati, tapi sinyal bahwa sistem kerja belum dirancang untuk tumbuh. Tugas seorang pemimpin adalah berpikir strategis, memetakan rencana jangka pendek, menengah, dan panjang, serta menyusun sistem kerja yang bisa berjalan tanpa ia harus hadir setiap saat. Mind mapping dan perencanaan organisasi menjadi tanggung jawab utama yang tidak bisa digantikan oleh siapa pun.
Namun untuk bisa melakukan delegasi dengan benar, seorang pemimpin tidak bisa berhenti belajar. Proses ini membutuhkan pengetahuan, kedewasaan, dan pengalaman. Tidak cukup hanya menyuruh orang lain bekerja, tapi juga harus paham bagaimana membagi tanggung jawab dengan adil, memberi otoritas yang seimbang, serta memfasilitasi pertumbuhan skill bagi tim yang diberi tugas. Inilah mengapa dr. Tirta menekankan pentingnya semangat long life learning bagi setiap pemimpin. Ketika seorang pemimpin berhenti belajar, maka cara ia memimpin akan stagnan. Dalam jangka panjang, hal ini akan memicu ketidakpercayaan dari karyawan atau timnya, karena tidak ada konsistensi dalam gaya kepemimpinan dan sistem kerja yang digunakan.
Lemahnya disiplin dan buruknya pola kepemimpinan akan membuat tim kehilangan rasa percaya. Mereka merasa tidak diberi ruang untuk berkembang, selalu dimonitor berlebihan, dan tidak dihargai saat mengambil inisiatif. Delegasi yang keliru bisa berdampak panjang, bukan hanya menurunkan produktivitas, tapi juga meningkatkan konflik internal, memperbesar beban kerja pemimpin, dan akhirnya membuat organisasi berjalan di tempat. Karena itulah, penting sekali bagi pemimpin untuk menyadari bahwa keberhasilan suatu sistem bukan diukur dari seberapa banyak yang ia kerjakan, tapi dari seberapa banyak hal yang tetap berjalan dengan baik meskipun ia tidak mengurusnya secara langsung.
Ada anggapan lama, bahwa pemimpin yang baik adalah yang tahu semua hal dan ikut turun tangan di semua lini. Padahal, dalam dunia kerja modern, pemimpin bukan pelaksana, tapi perancang. Ia harus mengatur arah, memastikan tim yang ia bentuk bisa saling menopang, dan percaya bahwa proses akan tetap berjalan selama sistemnya kuat. Delegasi yang baik adalah yang disertai dengan kejelasan peran, batas tanggung jawab, dan evaluasi rutin. Ini bukan berarti lepas tangan, tapi membiarkan orang yang kompeten bekerja dengan leluasa, tanpa intervensi yang merusak.
Dalam pengalaman membangun bisnis, ia belajar bahwa rasa lelah dan rasa tidak percaya kepada tim muncul karena ia tidak membuat sistem kerja yang cukup baik. Ia baru benar-benar berkembang saat mulai membangun SOP yang rapi, menyusun struktur hirarki yang tegas, dan mulai mempercayai bahwa tugas-tugas tertentu bisa dijalankan dengan hasil yang baik tanpa ia harus mengawasi terus-menerus. Delegasi yang dilakukan dengan struktur membuat energi dan waktu seorang pemimpin bisa dialihkan untuk membangun visi yang lebih besar.
Delegasi juga bukan urusan teknis semata, tapi tentang hubungan antar manusia. Ketika seorang pemimpin bisa mempercayakan tanggung jawab kepada timnya, itu menciptakan rasa dihargai. Tim merasa punya ruang untuk bertumbuh, mengambil keputusan, dan merasa punya andil dalam kesuksesan organisasi. Di sisi lain, pemimpin juga belajar bahwa membagi pekerjaan bukan melepas tanggung jawab, tapi justru memperkuat pondasi kerja jangka panjang.
Sayangnya, tidak semua pemimpin menyadari hal itu. Banyak yang masih terjebak dalam pola pikir lama, merasa harus terlibat di semua proses, karena takut tim tidak bisa diandalkan. Padahal, justru karena terlalu sering campur tangan, tim jadi tidak berkembang, terlalu bergantung, bahkan tidak merasa punya tanggung jawab. Akibatnya, organisasi tidak pernah bisa mandiri. Jika pemimpin cuti atau absen sebentar, semua kegiatan macet. Ini adalah pertanda bahwa tidak ada sistem, hanya ada satu orang yang memegang semuanya.
Untuk itu, penting sekali bagi pemimpin, baik pemilik usaha, kepala divisi, maupun manajer, untuk mengubah cara pandangnya. Seorang pemimpin yang hebat bukan yang paling sibuk, tapi yang tahu cara membagi kesibukan dengan bijak. Ia bukan yang paling tahu segalanya, tapi yang tahu siapa orang terbaik untuk menangani hal tertentu. Ia bukan yang mengontrol segalanya, tapi yang tahu kapan harus percaya dan kapan harus membimbing. Dalam konteks bisnis, leadership bukan soal gaya bicara atau kemampuan meyakinkan investor. Leadership adalah soal keberanian untuk menyusun sistem yang sehat, dan kemampuan untuk mempercayai sistem itu bekerja. Delegasi adalah bagian dari kepercayaan itu. Jika dilakukan dengan benar, itu akan menjadi fondasi kuat yang menopang organisasi di masa depan.
Jika hari ini sedang memimpin, baik tim kecil, perusahaan rintisan, atau bahkan proyek organisasi kampus, mulailah belajar delegasi. Tulis ulang struktur kerja. Identifikasi siapa yang bisa dipercaya. Bangun SOP yang sederhana tapi efektif. Dan mulailah lepaskan hal-hal kecil, agar bisa mengurus hal yang lebih besar.
Karena pada akhirnya, pemimpin sejati bukan yang mengerjakan semua, tapi yang memastikan semua bisa tetap berjalan, dengan atau tanpa kehadirannya.
---
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan ulasan sederhana terkait fenomena bisnis atau industri untuk digunakan masyarakat umum sebagai bahan pelajaran atau renungan. Walaupun menggunakan berbagai referensi yang dapat dipercaya, tulisan ini bukan naskah akademik maupun karya jurnalistik.