19/09/2025
𝗦𝗨𝗡𝗔𝗛 𝗢𝗛 𝗦𝗨𝗡𝗡𝗔𝗛
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Kata sunnah dewasa ini sudah cukup akrab di telinga sebagian kita. Tentu ini hal yang membanggakan dan membahagiakan hati setiap orang beriman. Rasanya hanya orang yang dalam hatinya ada benih kemunafikan yang sensi dan benci dengan istilah yang mulia dan agung ini.
Namun yang kemudian perlu diingat, sesuatu yang baik sekalipun bila ditempatkan pada tempat yang tidak tepat maka hasilnya bisa kurang baik bahkan menjadi buruk. Kata sunnah yang mulia itu, bila penempatannya serampangan dan sembarangan, bisa membingungkan banyak orang khususnya mereka yang awam, bahkan dalam sejumlah kasus menimbulkan fitnah perpecahan dan pertikaian.
Karena itu sangat penting mendudukkan kata sunnah sesuai dengan konteksnya. Dan untuk bisa melakukan itu, kita harus tahu penggunaan istilah yang satu ini menurut disiplin ilmu syariat.
1. Hadits
Dalam cabang ilmu hadits, sunnah adalah istilah untuk setiap hal yang disandarkan pada Nabi baik berupa ucapan, perbuatan, keterapan, sifat dan akhlaq beliau shalallahu'alaihi wasaalam.
2. Fiqih
Adapun dalam ilmu ini, sunnah dikenal sebagai definisi dari sebuah hukum syara' yang diperintahkan, namun perintahnya tidak bersifat keras. Atau dalam definisi lain : Dikerjakan mendapatkan pahala ditinggalkan tidak mendapatkan dosa
3. Ushul Fiqih
Sedangkan dalam bidang ilmu ushul, istilah sunnah bermakna salah satu sumber hukum syara' yang disepakati setelah Al-Qur’an, yakni berupa ucapan, perbuatan dan taqrir Nabi shalallahu'alaihi wasaalam.
4. Aqidah
Dan dalam cabang ilmu aqidah atau ushuluddin, sunnah adalah jalan yang ditempuh dan diajarkan oleh Nabi shalallahu'alaihi wassalam. Lawan dari sunnah adalah bid'ah.
Penggunaan istilah Sunnah
Maka barang tentu cara menggunakan istilah sunnah yang benar adalah sesuai dengan topik bahasan yang dibicarakan. Harus tertib menggunakan istilah sunnah sesuai konteks masalah. Jika bahasannya fiqih, ya sunnahnya harus sesuai hukum sunnah dalam ilmu fiqih Jangan kemudian yang dihadirkan justru sunnah menurut istilah Aqidah, yang lawannya bid'ah.
Membahas hukum jenggot misalnya, hukum yang digunakan adalah sunnah menurut fiqih, karena kalau yang dipakai istilah sunnah menurut aqidah, yang tidak berjenggot akan dihukumi sebagai ahli bid'ah, berdosa dan ujung-ujungnya divonis sebagai ahli neraka.
Apesnya ini yang banyak terjadi hari ini. Penggunaan istilah sunnah cendrung ngawur. Sunnah dalam terminologi aqidah, digunakan untuk menghukumi masalah-masalah fiqih yang sebagian besarnya adalah persoalan khilafiyah.
Maka sudah tentu yang terjadi adalah kekacauan di tubuh umat. Dan bahkan sebagian orang yang baru belajar Islam jadi alergi, anti dan menjadi benci dengan istilah sunnah yang seharusnya mereka cintai. Saya amati distorsi masalah sunnah terjadi di tiga kasus yaitu :
1. Labelisasi dan monopoli.
Hari ini jamak kita temui penamaan sunnah yang dimonopoli oleh sebagian pihak, seperti istilah pengajian sunnah, ustadz sunnah, tivi sunnah, masjid sunnah, toko sunnah, dan bahkan belakangan menjadi lebel nama makanan seperti es 'kepal sunnah' dan masih banyak sunnah-sunnah lainnya.
Apa masalahnya, ini kan baik ?
Jika embel-embel penamaan sunnah hanya sekedar nama, tentu tidak jadi masalah. Di beberapa negeri Arab kita juga sering menjumpai nama toko dan penjual makanan yang diberi nama yang semisal seperti : "Tauhid", "sunnah" "al Iman" dan semisalnya.
Tapi jika kita cermati ada perbedaan yang mendasar, nama-nama yang digunakan di Arab itu murni benar-benar sekedar nama, ungkapan dan wujud kecintaan sang pemilik toko kepada istilah dalam agamanya. Sedangkan yang terjadi di indonesia agak sedikit berbeda kasusnya. Masalahnya tidak sebatas sekedar nama, tapi sunnah dijadikan labelisasi dan mau dimonopoli oleh kelompok tertentu.
Karena itulah kemudian acap kali kita temui, mereka yang ngajinya "di pengajian sunnah" tidak akan sudi hadir di model pengajian lainnya karena akan dianggap sebagai pengajian ahli bid’ah atau minimal majelis syubhat.
Yang mereka hadiri juga hanya kajian ustadz yang mereka sebut ustadz sunnah, bukan ustadz lainnya yang dinilai tidak sunnah atau istilah mereka : ustadz Syubhat atau ahli bid'ah. Sehingga kalau kemenag pernah punya daftar da'i terekomendasi, mereka ini juga punya versi da'i dan dan ustadznya sendiri.
Makanya saya sempat bingung ketika safar di sebuah kota, ada salah satu jama'ah yang bertanya ke saya, "Ustadz, masjid sunnah di Kaltim adakah ?"
Saya balik bertanya : "Masjid sunnah apa yang antum maksud ? Sunnah menurut fiqih, Ushul fiqih, Aqidah atau Hadits ?
Dia menjawab, "Ahlussunnah ustadz."
Saya menjawab, "Alhamdulillah semua masjid-masjid di Kaltim rata-rata adalah masjid Ahlussunnah wal Jama'ah."
Entah mengapa si penanya malah berubah jadi salah tingkah dan wajahnya menjadi merah. Apa kira-kira jawaban saya salah ?
Bentuk distorsi terhadap makna dari kata sunnah, selain point pertama yang telah kita sebutkan yakni menyebabkan adanya labelisasi dan monopoli oleh sebagian pihak, yang selanjutnya terjadi adalah :
Simak lanjutan point 2 dan 3 nya di : https://astofficial.id/contents/350/sunah-oh-sunnah