Sri Dewi Wulandari

  • Home
  • Sri Dewi Wulandari

Sri Dewi Wulandari Contact information, map and directions, contact form, opening hours, services, ratings, photos, videos and announcements from Sri Dewi Wulandari, Digital creator, .

Proses untuk menjadi sukses mungkin cukup panjang.Tapi yakinlah bahwa semua itu tidak akan sia sia.🥰🥰🥰
28/03/2025

Proses untuk menjadi sukses mungkin cukup panjang.

Tapi yakinlah bahwa semua itu tidak akan sia sia.

🥰🥰🥰

28/03/2025

"Jangan menyesal menjadi TERLALU BAIK. Karena hadiahnya bukan dari manusia, tetapi dari Allah Subhana Wata'ala ✨

Semangat pagiii, Teman-teman 😍

Gadis itu kubawa dari desa,  rumahnya persis di samping rumah ibu. Saat aku hamil tua,  aku butuh pembantu. Gadis itu me...
03/02/2025

Gadis itu kubawa dari desa, rumahnya persis di samping rumah ibu. Saat aku hamil tua, aku butuh pembantu. Gadis itu menawarkan diri bahkan memelas ingin bekerja di rumahku.

Sungguh tidak pernah terbayang olehku, malapetaka mulai membayang. Dia yang kuanggap seperti adik kandung, ternyata menikam dari belakang.

Haruskah aku terisingkir dari rumahku sendiri? Haruskah aku yang p**ang kampung dengan sorang bayi merah di pelukan?

Tidak! Aku akan pertahankan rumah tanggaku. Jika memang harus gagal, maka kupastikan kedua durjana itu akan hancur di tanganku.

Aku pasti bisa. Aku bukan perempuan lemah yang hanya bisa pasrah saat miliknya dicuri. Aku tidak akan diam saat cinta dikhianati.

Kupastikan keduanya akan menangis darah.

💔💔💔

***
"Bagaimana, Kak Mel? Sudah enakan?" Harum memijit betisku.

Gadis muda ini adalah pembantuku. Usianya kira-kira sembila belas tahun. Sejak dua bulan lalu dia sudah ikut bersamaku. Saat itu aku bermaksud mencari pembantu karena kondisiku yang sedang hamil. Dia datang bersama ibunya menawarkan diri. Bahkan sangat memelas. Dengan alasan putrinya menganggur di kampung, Mak Uda memohon-mohon.

"Lumayan, Alhamdulillah. Kamu pintar mijitnya," ucapku dengan sedikit meringis.

Entah kenapa akhir-akhir ini kakiku sering keram. Kata dokter yang kutemui dua hari yang lalu, itu biasa dialami oleh seorang perempuan yang sedang hamil tua.

"Kak, kalau kakak melahirkan nanti, Mak Tua ke sini, enggak?"

"Pastilah, tapi mungkin enggak bisa lama. Dia juga punya kesibukan di kampung. Kenapa, kau mau nitip sesuatu dari Mak Uda?" tanyaku.

Mak Tua adalah panggilannya untuk Ibuku. Sedangkan Mak Uda adalah panggilanku untuk ibunya. Rumah orang tuaku di kampung bersebelahan dengan rumah ibunya.

"Enggak, cuma nanya aja. Memang lebih baik kalau dia gak usah lama-lama di sini."

"Kenapa?" Aku kaget mendengar ucapannya.

"Kan udah ada aku yang ngerawat Kakak."

"Iya, sih," sahutku menyimpan tanya.

Aku merasa ada sesuatu yang tersirat dari ucapannya. Naluriku mengatakan ada yang sengaja ditutupi.

Sebenarnya kecurigaanku ini sudah sejak sebulan lalu. Harum akhir-akhir ini bertingkah aneh. Sering kudapati dia mematut diri di depan cermin hias saat membersihkan kamarku. Bahkan pernah kupergoki dia mencoba memakai gaun pemberian Mas Gilang suamiku.

Aku marah dan memintanya jangan pernah sembarangan membuka lemariku lagi. Sayangnya Mas Gilang malah membelanya. Dengan alasan sudah lama kepingin gaun seperti itu, pembantuku beralibi. Esoknya Mas Gilang membelikan gaun yang sama untuknya.

"Jangan kasar! Jangan buat dia tersinggung! Nanti kalau dia merajuk p**ang kampung, gimana? Kita kehilangan pembantu, kita juga dicap gak bagus di mata orang kampung," kata suamiku beralasan.

Aku menurut, dan kembali memperlakukan dia dengan baik. Sampai malam harinya setelah kejadian itu, aku dapati Mas Gilang duduk berdua di meja makan. Aku kebelet malam itu.

Aku pikir Mas Gilang masih sibuk di depan. Suamiku memang punya usaha toko pupuk yang lumayan besar. Toko itu di depan rumah kami pusatnya. Sedang cabangnya tersebar di beberapa kecamatan. Kadang dia bekerja sampai malam terutama bila ada pengiriman ke cabang.

"Mas di sini? Kirain di toko?" kataku mengagetkan mereka berdua.

Aku tidak melihat dengan jelas, karena lampu dapur sudah padam. Sepertinya aku melihat Harum duduk di pangkuan suamiku. Saat aku menghidupkan lampu, gadis itu sudah bergeser. Kucoba menghibur hati, bahwa aku hanya salah lihat tadi.

"Iya, ini si Harum dari tadi duduk menyendiri di sini. Kebetulan aku baru p**ang dari toko. Aku tanya ngapain gelap-gelapan. Dia bilang masih sedih karena kamu tegur tadi. Dia minta p**ang kampung besok. Dari tadi aku sudah membujuknya."

"Rum, kakak udah minta maaf, kan? Kenapa masih merajuk?" tanyaku ikut duduk.

Gadis itu meraba bibirnya. Kenapa di tanya malah meraba bibir? Kulirik kancing bajunya terbuka dua buah bagian atas. Dadaku berdesir, saat itu sebenarnya aku sudah curiga. Tapi, aku tidak tahu harus curiga apa. Perasaanku tidak enak, seolah ada sesuatu milikku yang paling berharga telah salah letak. Tapi, aku tidak tahu apa dan di mana.

***

"Kak, aku kembali ke kamarku, ya? Kakak udah bisa tidur, kan?"

Ucapan Harum membuyarkan lamunanku.

"Iya," sahutku menatap pungungnya ke luar kamar.

Kucoba memejamkan mata, melupakan prasangka dan kegundahan. Kurasakan gerakan bayiku seolah menendang. Kubelai perutku penuh kasih sayang. Aku terlelap bersama gerakannya.

Aku tersentak saat sebuah tangan kekar tiba-tiba memeluk dari belakang.

"Mas, sudah tutup tokonya?" tanyaku memegang tangannya.

"Sudah, bagaimana, masih keram kakinya?"

"Sudah enakan. Mas makan dulu sana! Perlu aku hidangin?"

"Tidak usah, Sayang. Kamu tidurlah. Istirahat yang cukup, ya! Kata Dokter dalam minggu ini, kan?"

"Iya, Mas."

"Semoga bisa normal, ya."

Mas Gilang mencium tengkukku. Tangannya mulai liar meraba bagian tertentu tubuhku. Aku sadar kalau sudah seperti ini, pasti dia menginginkan sesuatu. Aku juga tak hendak menolaknya. Aku bahkan telah bersiap-siap melaksanakan tugasku. Tapi, saat nafasnya kian memburu dan kurasakan kian hangat menerpa tengkuk, saat itulah dia menghentikan aktivitasnya.

"Kenapa, Mas?" tanyaku mengerjap.

"Gak tega sama bayi kita, Sayang."

"Tapi ...."

"Sabar, enggak lama lagi dia lahir, Sayang."

"Bukan karena napsu Mas ambyar karena perut buncitku?"

"Enggaklah," sahut Mas Gilang mengucek rambutku.

"Tidurlah! Mas mau makan, setelah itu kembali ke ruang kerja mengecek laporan penjualan hari ini dari toko cabang!" Dia bangkit dan melangkah ke luar.

"Tunggu! Ada yang mau aku tanyain."

"Apa sih?" Mas Gilang kembali menghadapku.

"Sudah tiga minggu, kita enggak pernah lagi. Aku gak tega, Mas harus nahan selama itu. Belum lagi kalau nanti aku habis lahiran," sergahku.

Mas Gilang tersenyum, lalu berjongkok di sisiku.

"Aku sanggup nahan berapa bulan pun, Sayang. Demi kebaikan dirimu dan bayi kita." Dikecupnya lembut keningku.

Aku kembali mengerjapkan mata, begitu bahagia. Suami yang penuh pengertian.

"Makasih, Mas," bisikku sambil tersenyum.

Dia melangkah ke luar, kupejamkan mata, aku terlelap lagi.

Entah berapa lama sudah aku tertidur. Tiba-tiba aku terbangun karena mimpi buruk. Seseorang yang entah siapa mencuri baju dasterku. Aku kelelahan mengejar dan merebut kembali daster itu. Tapi, kakiku terjerembab lubang kecil, aku jatuh, lututku berdarah.

Kucari Mas Gilang di samping. Tidak ada. Kupikir pasti dia masih di ruang kerjanya. Tenggorokanku terasa kering, kucoba bangkit dan melangkah menuju dapur.

Kulirik ruang kerja Mas Gilang sambil lewat. Sunyi tidak terdengar apa-apa. Apakah suamiku ketiduran? Kubuka pintu dengan pelan. Aku heran melihat lampu tidak menyala di dalamnya. Segera ku tekan saklar di dinding dekat pintu. Ke mana dia? Mungkin dia harus keluar menemui pelanggan atau siapa, pikirku.

Tanpa curiga aku melanjutkan langkah. Sebelum sampai ke ruang makan, aku harus melewati kamar pembantu. Saat itu telingaku seperti mendengar suara desahan. Kucoba menajamkan pendengaran. Aku tidak salah dengar. Suara desahan bahkan rintihan kini semakin jelas. Kucari sumber suara itu. Aku mundur beberapa langkah.

Ini suara Harum. Desahan dan rintihan ini berasal dari kamarnya. Kenapa dia? Apakah dia sedang sakit? Kenapa tidak membangunkan aku kalau sakit.

Aku mulai panik. Sebegitu kesakitankah gadis itu? Ya, Allah, jangan sampai dia kenapa-napa. Spontan kudorong pintu kamar.

"Harum ... kamu kena --"

Suaraku terpotong demi melihat pemandangan di dalam. Tubuh Mas Gilang dan tubuh Harum dalam keadaan yang sulit kukatakan. Keduanya bermandikan peluh. Pakaian mereka berserakan di lantai kamar.

Aku terduduk lemas, di depan pintu, kupegangi kepalaku yang berdenyut hebat. Bayi dalam perut ikut meronta-ronta.

***
Sudah tamat di KBM App ya

Judul : Pelakor Itu Pembantuku
Nama penulis : Helminawati Pandia

1) *Mau meninggoi rasanya karena kaget ada wanita seksi masuk dalam sarungku! "Tugasku hanya membu-n*h orang yang dimint...
03/02/2025

1) *Mau meninggoi rasanya karena kaget ada wanita seksi masuk dalam sarungku!

"Tugasku hanya membu-n*h orang yang diminta klienku, bukan mencari tahu silsilah target. Aku tidak tahu pria itu ayah kandungmu, Flin. Mana aku tahu!" racau Casandra mengelap bibirnya sembari terus berlari kecil. Sesekali dia menoleh ke belakang untuk memastikan, para pria bring4s dengan tubuh kekar itu jauh darinya.

Terdengar jelas terengah-engah suara napas wanita berpakaian serba hitam dengan rambut terurai berantakan itu. Dia baru saja berlari sekencang yang dia bisa. Setelah berhasil lolos dari sek4pan anak buah Flin Dexter yang terkenal beng1s tanpa ampun.

"Lagi p**a, selama ini, yang kami tahu, ayahmu adalah Jordan Cruel. Bagaimana ada pria lain yang ternyata ayah kandungmu, Flin? Haaish! Aku benar-benar sial!"

Casandra terus meracau sendirian untuk mengurangi rasa takutnya. Ia seolah-olah sedang berbicara dengan Flin Dexter, pria yang sebelumnya mengejar cintanya tiba-tiba menjadi iblis yang tak dikenali lagi. Sama sekali tidak mau mendengar alasan apa pun darinya. Pria itu telah berhasil menyekapnya selama beberapa jam dan sempat membuat wajahnya lebam juga jarinya terbakar putung rokok.

Namun bukan Casandra Dominic jika tak mampu melarikan diri dari mark4s yang dijaga ketat itu. Dia adalah pemb*nuh bay4ran yang disegani kawan dan ditakuti l4wan. Gadis itu selalu menemukan jalan keluarnya dengan cepat. Namun nasibnya tak selalu mulus, dalam hitungan beberapa langkah, aksinya sudah diketahui. Ia sempat bert4rung dan berhasil melum-puhkan beberapa pria dengan tangan kos0ng. Namun karena kalah jumlah dan ia sama sekali tak bersenj4ta, terpaksa ia memilih menjauhkan diri.

'Syukurlah. Aku sudah sampai jalan raya' batinnya merasa sedikit lega sembari memegang d4da. Ia merasakan seperti paru-parunya sudah hampir kempis sempurna. Sesak sekali. Tiba-tiba ada cahaya mobil dari kejauhan dan Casandra berharap itu adalah malaikat penyelamat. Namun alangkah terkejutnya gadis itu melihat dari balik kaca bening itu, samar-samar, wajah Flin Dexter yang sedang menatapnya dengan penuh kebencian. Tanpa pikir panjang, Casandra langsung kembali berlari masuk ke dalam hutan. Suara derap langkah, teriakan juga ump4tan begitu ramai terdengar sedang mengejarnya.

'Oh Tuhan, jika kau memang ada, aku mohon pertolonganmu. Aku sudah benar-benar tidak bisa lagi bertarung untuk saat ini. Masih banyak yang aku harus selesaikan sebelum aku benar-benar habis.'

Batin Casandra benar-benar tulus berbisik, meskipun pada mulanya dia salah satu orang yang tidak percaya adanya etensitas Penguasa Alam.

"Berhenti!"

Seperti akan lepas jantung gadis berkulit bersih dengan mata taj4m seperti bel4ti itu. Ia tak mau menoleh dan terus memaksa kakinya untuk berlari menembus hutan dengan hanya mengandalkan penerangan bulan yang kebetulan sedang purnama. Suara temb4kan berdentam-dentam mengelilinginya. Tapi satu yang Casandra tahu, Flin tidak akan pernah bisa benar-benar membu-n*hnya.

"Aku perintahkan untuk berhenti, Casandra! Aku tidak main-main!"

'Tidak Flin, aku tahu, saat ini aku tawananmu. Kebebasan lebih utama meskipun harus kutebus dengan kem4tian' batin Casandra merintih sedih. Cepat sekali waktu berubah. Rasanya baru kemarin dia mendapatkan perlakuan baik dari pria yang sedang men*dongkan senj4ta padanya.

Casandra terus berlari sebisanya meskipun terasa kakinya sudah tak bertungkai.

***

"Semoga di sekitar sini ada pedesaan," lirih Casandra yang tersadar setelah panas matahari siang hari menyengat kulitnya. Pandangannya berkeliling melihat situasi. Ia harus memincingkan matanya karena sangat silau. Ia berusaha berdiri dengan tubuh terasa sangat sakit semua.

"Setelah aku kembali normal, akan kubu-n*h kau, Flin. Pria si4lan," ump4t Casandra melihat pergelangan tangannya leb4m membengk4k. Bahkan dia yakin, sekujur tubuhnya sudah mem4r semua.

Setelah beberapa langkah mendekati sungai untuk menghilangkan rasa hausnya, dari kejauhan ia melihat beberapa titik hitam yang bergerak dan dia tahu, itu adalah anak buahnya Flin Dexter. Bergetar sekujur tubuh Casandra. Gadis itu kebingungan lalu memilih mundur. Jika ia nekat berlari lalu melompat kembali ke dalam sungai, pastilah para anak buah Flin melihatnya. Casandra kembali menyapu sekelilingnya dan melihat ada seorang pria bersarung sedang tertidur di bawah pohon besar. Pria itu menggunakan sarung motif kotak-kotak dan wajahnya ditutupi kopiah hitam. Di sampingnya ada dua ikat kayu kering.

"Oooh demi leluhurku, aku akan gil4 sebentar lagi," umpat Casandra mengu-tuk isi pikirannya sendiri namun dia sudah tak punya pilihan.

Casandra berlari kecil mendekati pria itu lalu berdiri nanar di depannya.

"Hey! Bangunlah!" seru Casandra membuka jaketnya dan celana jeans hitam yang masih basah. Sekarang, gadis itu terlihat menggunakan t4nk top yang hanya menutupi area dadanya dan h0t p4nts sep4ngkal paha.

Pria itu membuka mata dan langsung tersungkur ke belakang karena terkejut.

"Astagfirullah!"

Tak peduli, secepat kilat Casandra langsung merunduk, membuka kaki pria itu lalu masuk kedalam sarung. Casandra langsung membalik cepat tubuh pria itu hingga membuatnya tertindih.

"Astaghfirullah! Allahuakbar! Allahuakbar! Toloooong!" teriak pria itu terkejut sekaligus ketakutan. Sekuat tenaga ia memberontak. Kedua lengannya benar-benar dikek4ng sangat kuat hingga dia sendiri tidak bisa bergerak. Ia berharap ini mimpi, tapi ternyata bukan. Tubuhnya makin ditarik ke bawah oleh seorang wanita muda yang nyaris tak berpakaian bahkan di dalam sarungnya sendiri!

"Hentikan, Mbak! Astaghfirullah!"

Dengan cepat, Casandra menutup mulut pria itu dengan tangannya.

"Diamlah! Aku sedang dikejar! Bantu aku!" seru Casandra melihat anak buah Flin sudah makin dekat.

"Astaghfirullah! Mbak! Lepaskan!"

Membeliak kedua bola mata Casandra melihat delapan anak buah Flin sudah berjarak hanya beberapa meter. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung menarik tengkuk pria muda yang ada di atasnya lalu menc1-umnya.

Seperti berhenti dunia seorang Lukman, seorang pemuda yang sering dipanggil ustad di desanya, mendapatkan sebuah c1u-man dari wanita yang bahkan ia tidak tahu darimana datangnya. Lebih s1nting lagi, bukan c1u-man biasa, tapi c1u-man di bibir dan bagian terparah adalah, itu c1uman pertamanya.

Bersambung...
Judul: CASANDRA (Istri Polosku Ternyata Bos Mafia)
Penulis: Rora Aurora
Baca ekslusif hanya ada di aplikasi KBM atau gabung di grup telegram Rora (082339577556)

KUHANCURKAN RUMAHKU KETIKA MADUKU INGIN MENGUASAINYA  #1Napen : Angga PratamaAplikasi : KBMAku beranjak bangkit ketika m...
03/02/2025

KUHANCURKAN RUMAHKU KETIKA MADUKU INGIN MENGUASAINYA #1

Napen : Angga Pratama

Aplikasi : KBM

Aku beranjak bangkit ketika mendengar keributan di jalanan sana, aku mengira jika ada kecelakaan. Karena banyak orang-orang yang berkerumun juga di sana. Bahkan beberapa teman sesama pemilik lapak di pinggiran kaki lima ini ikut heboh dan berlari menuju keramaian di sana. Akan tetapi, aku kurang tertarik, aku memilih berkemas karena malam semakin larut, apalagi sekarang sudah mulai gerimis mengundang.

“Ada apa sih?” tanyaku pada teman yang baru saja kembali sambil mengepalkan kedua tangannya geram.

“Huh, perempuan zaman sekarang ya, kok murah banget. Pelakor di pergoki istri sah di penginapan, di grebek noh sama warga dan RT, terus di arak, mereka hanya memakai pakaian dalam. Amit-amit, cantik mending, lah ini, auranya aura tengah malam, serem banget,” omel Atikah begitu menggebu-gebu. Bagaimana dia tidak begitu geram dan marah, rumah tangganya hancur juga karena orang ketiga.

“Astaghfirullahaladzim,” aku hanya beristighfar, enggan berkomentar apapun, takut bernasib sama seperti Atikah yang s**a berkoar-koar membanggakan suaminya, nyatanya, suaminya justru membuangnya. Masih ada untungnya Atikah belum memiliki anak.

“Makanya Ris, tuh si Azzam kamu jaga baik-baik. Mana ganteng, kerja enak di kantor camat lagi, aku yakin pasti banyak pelak-or yang sudah mengincar Azzam,” tukas Atikah lagi dengan bibir tipisnya yang kadang berjengit. Aku hanya mengangguk, tersenyum dan meneguk saliva dengan kasar. Tentu saja ada rasa khawatir jika mas Azzam akan berpaling, apalagi zaman sekarang gempuran tentang orang ketiga ini semakin marak sekali, dan sepertinya mereka yang menjadi orang ketiga tidak memiliki rasa malu sama sekali.

“Dengar gak sih, Ris? Jangan sampai menyesal di kemudian hari, apalagi anak anakmu masih kecil begitu, kasihan. Kalau aku mah bebas, gak ada yang gandoli dan membebani,” sambungnya lagi dengan nada ketus.

“Iya, Tik. Aku denger kok, nanti motor mas Azzam aku pakein GPS atau kamera tersembunyi, jadi tahu kemana dia perginya,” jawabku sedikit bercanda, karena, jika melihat sikap mas Azzam selama ini sepertinya ia tidak akan berpaling. Mas Azzam sangat perhatian, sering membantuku untuk menyiapkan keperluan jualan, karena kami memiliki tujuan, menyelesaikan rumah kami.

“Bercandanya gak lucu, Ris. Jangan sampai nanti kalau Azzam main serong, kamu curhat sama aku sambil nangis-nangis ya,” timpal Atikah lagi sambil menatap sinis aku, namun tangannya terus bekerja membereskan barang-barang dagangannya, sama sepertiku.

***

Mas Azzam langsung menyambut dan membantuku ketika aku baru saja sampai, aku berhenti di teras rumah kami yang belum ada atapnya, karena rumah kami juga baru 60 persen yang jadi, itu sebabnya aku dan mas Azzam bekerja keras. Mas Azzam bekerja di kantor camat dari pagi hingga pukul 3 sore, dan aku mempersiapkan dagangan sambil momong kedua anak kami yang masih balita. Sekitar pukul 4 sore aku berangkat berjualan dan bergantian dengan mas Azzam untuk mengurus Melisa dan Azkira.

Aku melongok ke dalam sambil meletakkan barang-barang di ambang pintu, terdengar suara Melisa dan Azkira tertawa ketika sedang menonton, lalu terdengar suara orang sedang memasak, karena spatula yang menghantam kuali.

“Siapa yang sedang memasak, mas?” bertanya sambil terus menurunkan perkakas jualan burger miniku.

“Ibu, tadi mas ngerasa tidak enak badan, lapar, jadi minta tolong sama ibu untuk masakin mie,” jawab mas Azzam, memang terdengar bicara agak sengau dan sesekali menyedot kembali cairan yang akan keluar dari hidungnya.

“Bukannya aku tadi sudah masak ayam kecap,” menjawab dengan agak kesal, karena aku sudah menyempatkan diri tetap masak di sela kesibukan mempersiapkan dagangan dan pada akhirnya tidak di makan juga.

“Lagi pengen makan mie saja, tadi Melisa dan Azkira makan kok,” jawabnya lagi, tetapi aku tidak menggubrisnya lagi, karena sudah terlanjur kesal. Aku langsung saja masuk ke belakang, membawa semuanya ke dapur.

“Nah ini dia, istri tidak becus, suami sudah capek kerja, demam, malah di suruh ngurusin anak dan rumah lagi,” celetuk ibu mertua dengan nada ketus dan menjudge aku. Aku mengabaikan ucapan ibu, langsung saja menyalami lalu keluar menuju kamar mandi, karena gerah, namun aku masih bisa mendengar omelan ibu. Aku bersikap seperti itu karena ibu selalu saja menunjukkan sikap yang sama setiap kali bertemu, menuduhku ini dan itu.

“Istrimu itu, Zam, tidak punya sopan santun. Orang tua ngomong malah dicuekin,” ibu mengadu pada mas Azzam.

Setelah membersihkan diri aku langsung masuk ke kamar, tidak peduli dengan omelan ibu.

Drrtt!

Kulihat ponsel mas Azzam terus bergetar di dekat bantal, ingin menjawab panggilan masuk tersebut, namun urung karena namanya 'Pak ketua'.

Bab 1Anc4m4n Kanaya[Nay, itu suamimu, kan?] Sebuah pesan yang dikirimkan dari nomor Andin beserta sebuah foto yang membu...
03/02/2025

Bab 1
Anc4m4n Kanaya

[Nay, itu suamimu, kan?] Sebuah pesan yang dikirimkan dari nomor Andin beserta sebuah foto yang membuat Kanaya tersentak.

Bagaimana tidak, dalam gambar tersebut terlihat dengan jelas foto Bramantyo sedang berangkulan mesra dengan seorang wanita cantik. Jika melihat dari penampilannya di foto tersebut, perempuan itu terlihat sedikit berlebihan. Mengenakan pakaian yang agak minim dengan dandanan tebal meriasi wajahnya.

“Ahh, bukan Din. Mas Bram, ada kok bersamaku, dari tadi kami di rumah Mama mertua,” sangkalku melalui sebuah balasan pesan.

[Yakin, Nay? Jelas-jelas itu Bram, aku tahu betul kalau itu adalah suamimu.]

“Sudahlah, Din. Apa perlu kita video call, biar kamu yakin?” tawar Kanaya.

Klik!

Pembicaaan itu terputus begitu saja, memang itulah yang diinginkan Kanaya saat itu. Wanita berumur dua puluh sembilan tahun itu yakin, jika Andini–sahabatnya tidak akan pernah mau bertatap muka dengan suaminya.

Sejak awal mengetahui Kanaya memiliki hubungan dengan Bramantyo, dialah orang yang pertama kali menentangnya. Dengan alasan sahabatnya itu memiliki firasat buruk jika mereka bersama. Bahkan ketika Kanaya memutuskan untuk menikah, wanita itu hanya datang menemui sahabatnya dan memberikan sebuah kado. Setelah itu Andini segera pemitan dengan dalih memiliki acara penting lainnya. Lalu hubungan mereka pun jadi renggang, apalagi kemudian terdengar kabar jika sahabatnya itu memutuskan pindah ke luar negeri.

Dan kini setelah sekian lama, tiba-tiba saja Andini mengirimkan sebuah pesan yang membuat perasaan Kanaya menjadi gelisah.

‘Tidak! Itu bukan Mas Bram, dia tidak akan mungkin mengkhianati pernikahan ini. Kami saling mencintai, bukan menikah karena perjodohan. Dia pun sangat tahu risiko jika menyakitiku seperti ini,’ oceh Kanaya dalam hatinya.

“Mama, Miya, laper, emam,” celoteh anak semata wayang Kanaya yang berusia masih dua setengah tahun. Wajahnya begitu imut dan menggemaskan, perpaduan kedua orang tuanya. Sehingga kehadirannya dalam pernikahan yang berjalan hampir tiga setengah tahu itu semakin lengkap dan bahagia.

“Uluuuh, putri Mama, cantik sekali. Duduk sini dulu, ya. Tunggu, Mama siapkan sesuatu buat Tuan Putri kecil, Mama,” jawab Kanaya gemas sambil menjawil p**i gembul putrinya.

Gadis mungil itu tersenyum menampakan gigi susunya yang putih bersih, kerena sejak dini Kanaya selalu membiasakannya untuk menggsosok gigi sebelum tidur. Karena itulah gadis itu sudah terbiasa dengan hal-hal kecil yang diterpakan sejak bayinya mulai mengerti tentang kebersihan.

Tak lama kemudian di atas meja makan tersaji masakan kes**aan Mira, yaitu sayur bening bayam dan bakwan jagung serta ayam goreng. Buah Hati Kanaya itu makan dengan lahapnya tidak mau dibantu oleh sang mama, sehingga Kanaya dapat menyaksikan dengan rasa kagum dengan tumbuh kembang putrinya.

Baru saja usai menemani putri kecilnya makan siang, terdengar ponsel milik Kanaya menjerit memanggil si empunya. Nampak dilayar tertera nama suaminya, dengan rasa malas ibu muda itu pun menjawab panggilan telepon tersebut.

“Sayang, nanti malam aku lembur. Jadi jangan menungguku p**ang, kau tidurlah lebih dulu. Titip putri kecil kita, aku akan p**ang secepat mungkin,” ucap Bramantyo dari seberang sana.

“Baiklah, Mas.” Sebuah jawaban yang singkat dan jelas, walau dalam hati kecil wanita itu dapat menebak keberadaan suaminya nanti malam.

Klik!

Pembicaraan tersebut diputuskan sebelah pihak oleh Kanaya, akan tetapi sebuah gambar ia kirimkan ke nomor suaminya. Foto yang berasal dari Andini, kini sudah terkirim dan terlihat centang biru dua di layar ponselnya. Setelah itu dengan terburu-buru Kanaya mematikan benda p**ih tersebut. Tak mau jika suaminya terlebih dahulu menghubunginya, maka akan semakin sulit baginya untuk menghindari pembahasan mengenai hal itu.

Kanaya segera mengajak putrinya untuk tidur siang, kemudian seperti biasa Kanaya akan melakukan pekerjaannya secara siam-diam dari sebuah kamar di belakang rumahnya. Bramantyo hanya tahu jika ruangan tersebut merupakan sebuah gudang yang berisikan barang-barang yang sudah usang. Namun tanpa sepengetahuan suaminya, Kanaya merubahnya menjadi ruang rahasia miliknya.

Dari kamar itulah, Kanaya membangun usahanya. Sebuah usaha yang ditekuninya sejak sebelum menikah, tak ada yang mengetahui hal tersebut, selain dirinya dan juga Andini. Karenanya, wanita itu lebih memilih untuk mengubur kekecewaannya atas keputusan saang sahabat menikah dengan pria yang tak disetujuinya.

Namun kegiatan Kanaya itu terganggu karena melihat dari layar kamera pengintai di ruangannya, jika lelaki yang menikahinya itu telah p**ang dengan terburu-buru turun dari kendarannya. Kanaya pun bergegas keluar dari ruangan itu dan tak lupa menguncinya kembali. Ia meraih sapu lidi dan berpura-pura sedang membersihkan halaman belakang rumahnya.

“Kanaya! Kanaya!” panggil Bramantyo dengan suara yang menggelegar.

Tergopoh-gopoh wanita itu masuk ke dalam rumahnya, khawatir karena teriakan suaminya membangunkan putri mereka.

“Ada apa, Mas? Jangan teriak seperti itu, Mira baru tidur. Apa kamu mau membuatnya jadi rewel karena tidurnya terganggu?” tegur Kanaya tak terima dengan sikap suaminya itu.

“Maafkan aku, Nay. Tapi ada yang harus kujelaskan padamu, soal ….”

“Aku tak perlu dengar apapun penjelasanmu, Mas. Lakukan saja apa maumu, tapi ingat konsekuensinya jika sampai kau mengkhianatiku.”

Selengkapnya ada di KBM App
Judul: ULANG TAHUN PUTRIKU
Penulis: Josie_260178
Linknya di kolom komentar ya, Teman-teman 🙏🏻

03/02/2025

Hai hai hai Teman-teman
Semangat pagiii 🔥
Kali ini Wulan mau post novel-novel keren di sini ya 🫶🏻 pantengin halaman Wulan ya 🥰

Mungkin ini definisi 'sakit tak berdarah' 😌😄 sesuatu yg udah dibangun sedemikian waktu, harus IKHLAS dilepaskan dan memu...
24/01/2025

Mungkin ini definisi 'sakit tak berdarah' 😌😄 sesuatu yg udah dibangun sedemikian waktu, harus IKHLAS dilepaskan dan memulai lagi dari awal 🥹

Teman-teman, untuk kedepannya, InsyaAllah Wulan akan jadi kreator di halaman atas nama akun ini 🙏🏻 mungkin bagi yg belum tau ada apa, itu disebabkan profil utama Wulan gak kunjung sembuh dan Wulan pun gak tau harus gimana lagi buat nyembuhkannya 😭

Jadi, daripada Wulan seolah membuang waktu, lebih baik ikhlasnya sekarang aja di akun baru yg InsyaAllah Wulan bangun lagi dengan tenaga ekstra 🥹
Bismillahirrahmanirrahim KUAT KUAT KUAT 🔥

Semoga Allah Subhana Wata'ala memberkahi dan meridhoi akun baru ini berkembang pesat 🚀

Mohon dukungannya ya, Teman-teman 🙏🏻

Address


Telephone

+6281375847394

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Sri Dewi Wulandari posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Shortcuts

  • Address
  • Telephone
  • Alerts
  • Claim ownership or report listing
  • Want your business to be the top-listed Media Company?

Share