
23/07/2025
Fenomena Pilu di Pagi Gelap Wamena, Sebuah Seruan untuk Perbaikan Pelayanan Publik
Bukan sekadar rutinitas, tapi fenomena luar biasa yang menggugah nurani saya. Setiap dini hari, bahkan sejak pukul 3 atau 4 pagi saat langit masih gelap, saya menyaksikan mama-mama, bapak-bapak, dan adik-adik rela datang ke kantor kependudukan untuk mengurus dokumen mereka. Mereka duduk mengantri berjam-jam, hingga tertidur karena lelah menunggu.
Mereka tak berani meninggalkan tempat antrian untuk sekadar makan karena tahu akan segera digantikan oleh orang lain. Kadang, setelah menunggu sekian lama, mereka harus pulang dengan kecewa karena kekurangan berkas, atau antrian ditutup sebelum giliran mereka tiba.
Yang mengantri hampir selalu masyarakat asli Papua muda hingga lanjut usia. Sementara itu, ada satu kenyataan pahit yang terus berulang: warga pendatang yang bukan orang asli Papua datang dan langsung diarahkan masuk ke dalam kantor. Mereka tampaknya sudah berkomunikasi sebelumnya, bahkan sebelum tiba. Ini bukan sekali dua kali, tapi terus terjadi, di hadapan mereka yang setia mengantri.
Pertanyaan saya sederhana di mana warga pendatang ini mengurus dokumen mereka? Mengapa wajah-wajah baru yang hadir di Wamena telah memiliki identitas, sementara warga lokal harus berjuang habis-habisan bahkan untuk mendapatkan satu surat?
Fenomena ini mengarah pada dugaan bahwa ada jalur khusus dan orang khusus yang ditugaskan untuk mempercepat pengurusan dokumen bagi warga non-OAP (Orang Asli Papua). Sementara warga lokal harus berhadapan dengan kesulitan yang luar biasa.
Lebih memilukan lagi, banyak calo yang bermain di tengah proses ini. Mereka meraup keuntungan besar dan seringkali diutamakan dibanding masyarakat yang sudah mengantri sejak malam. Uang jadi prioritas, bukan keadilan.
Pelayanan publik seperti ini perlu dibenahi. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jayawijaya diperhatikan secara serius oleh pemda melihat realitas ini dengan mata terbuka dan hati terbuka. Karena setiap hari, mereka berhadapan langsung dengan masyarakat yang berharap.
Penerbitan dokumen pun sering dilakukan semena-mena, tanpa prosedur yang semestinya melalui RT/RW dan kelurahan. Ini adalah situasi yang tak biasa, dan harus dilihat sebagai fenomena serius.
Pemerintah Kabupaten Jayawijaya dan Provinsi Papua Pegunungan harus segera memberi perlindungan terhadap sistem kependudukan, karena penambahan penduduk terjadi hampir setiap hari. Banyak yang mengurus dokumen tanpa rekomendasi resmi atau verifikasi dari pihak RT/RW dan kelurahan.
Di luar Papua, orang Papua pun kesulitan mengurus dokumen. Tetapi di Wamena, hak atas identitas masyarakat lokal justru makin terancam karena kurangnya perlindungan. Dukcapil adalah pintu masuk, dan harus menjadi penjaga keadilan bagi semua.
Otonomi khusus bukan sekadar status, tapi mandat untuk melindungi dan mengatur kepentingan masyarakat asli Papua. Sudah seharusnya setiap pejabat membaca dan memahami Undang-Undang Otsus yang menjadi payung hukum kebijakan di daerah ini.
Kami butuh pemimpin daerah yang lahir dari rakyat dan mampu merasakan denyut nurani masyarakatnya. Jika ada praktik yang menyakiti rasa keadilan sosial seperti ini, maka harus segera diambil tindakan tegas.
Maaf jika ada kekurangan dalam tulisan ini. Saya hanya ingin menyampaikan apa yang saya lihat, dan berharap ada perubahan.
Hubula, Rabu 23 Juli 2025
Jam.7.34 WIT
Penulis:
Pemerhati Sosial di Wamena - Papua Pegunungan