25/07/2025
SANTAPAN KE 28
Setelah dua bulan di kampung, hasrat ingin kembali ke Jakarta semakin besar, akhirnya hari ini aku putuskan kembali ke Jakarta. Karena tinggal di kampung susah sekali untuk move on. Masalahnya sering ketemu apalagi melihat si dia jalan bareng suaminya. Duhai, sakitnya tuh disana. Aku tidak mau sakit disini. Hmmm...
Walaupun sebenarnya yang bikin susah move on itu efek dari sistem pendidikan. Dari SD sampai sekarang yang di pelajari adalah menghafal atau mengingat bukan melupakan. Akibatnya yah begini, susah melupakan dia yang telah di petik orang.
Mari lupakan masalah move on karena yang jelas sekarang aku sudah on the way ke kota Jambi. Awalnya rencana ke pangkalan bis Jambi Indah, karena dulu awal ke Jakarta sudah kenal cewek-cewek yang jaga loket karcis karena kebetulan masih famili dengan Haji Tawa orang kaya di kampungku di Pasar Pengalihan. Rencana juga sekalian godain seperti dua tahun lalu.
Tapi karena dapat info tidak beroperasi lagi akhirnya aku beralih ke PO Putra Remaja. Sebuah perusahaan bis yang di kelola Pak Sutikno sejak tahun 1980 yang awalnya hanya kondektur di PO Ramayana. Semoga kepergianku ke Jakarta bisa sukses seperti Pak Sutikno. Awalnya hanya kondektur naik menjadi bos.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 24jam akhirnya sampai juga di kotanya Si Doel anak sekolahan. Senang karena akhirnya satu kampung lagi dengan Mandra hehehe. Dan semoga bisa berjodoh dengan Zainab atau Zara uhuyyy.....
Setelah dua hari di Jakarta akhirnya putuskan dulu ikut ngejaring di kapal nelayannya daeng Udding bapaknya Sultan. Jakarta kalau tidak ada kerjaan itu kepala cenat cenut tangan bergetar melihat dompet makin menipis isinya.
Namanya juga masih keluarga, begitu bilang mau ikut kerja langsung diterima tanpa periksa ijazah dulu palsu apa asli.
Namanya juga Bugis, di hempas ombak di laut itu soal biasa. Apalagi kalau cuma hempasan asmara pasti di anggap masalah sepele. Seperti hari pertama di laut kali ini ombak lumayan besar di luar pantai Tanjung Karawang tidak membuat kepalaku pusing, pusing bagiku ketika tidak ada kertas bergambar pahlawan berjejer di dalam dompetku.
Angin sepoi-sepoi berhembus ketika kapal nelayan kami memasuki Sungai Citarum pelan pelan. Pantai Muara Bungin Karawang menawarkan pesona pemandangan indah menjelang senja.
Konon kabarnya nelayan s**a masuk berteduh disini karena banyak janda mudanya. Entahlah...
Mungkin karena aku masih unyu-unyu jadi belum tertarik dengan janda. Ketika malam yang lain naik keluyuran aku cuma tiduran di kamar kapal. Tidak tertarik kemana-mana. Di kamar saja....
BERSAMBUNG KE SANTAPAN 29