Dwi Lestari Zulkarnain

Dwi Lestari Zulkarnain Kalian cari novel online? Sini merapat, banyak rekomendasi. Penulis KBM APLIKASI dan 16 judul cerbung di sana.

Di kantor, jangan ada yang tahu kita ini suami-istri. Kamu dianggap karyawan dan aku atasanmu. Tidak ada perilaku khusus...
19/09/2025

Di kantor, jangan ada yang tahu kita ini suami-istri. Kamu dianggap karyawan dan aku atasanmu. Tidak ada perilaku khusus untukmu. Paham?

Heran, kenapa dia kayak keba karan jenggot saat pria lain mendekatiku? Apa dia cembu ru?

***

Seharusnya ini hari terbahagia dalam hidupku. Hari di mana aku resmi menjadi istrinya. Tapi sejak pagi, dari akad sampai resepsi, Gilang tidak menunjukkan sedikit pun kehangatan. Tidak ada senyuman dan tidak ada kata-kata manis.

“Dasimu agak miring, Mas. Aku perbaiki, ya?”

Tanganku ditepis. "Tidak perlu. Jangan sok peduli."

Perih, kata-katanya seperti dvri. Tapi aku diam. Aku menggenggam buket bunga ini erat-erat, menahan semua yang ingin tumpah. Sementara dia? Dia lebih banyak senyum dengan layar ponselnya. Entah dengan siapa dia bertukar pesan.

Setelah resepsi, kami menginap di ho tel. Katanya supaya bisa menikmati ma lam per ta ma. Nyatanya? Tidak ada yang indah dari malam ini.

“Mas, keluargamu baik sekali. Mereka ramah sama aku,” kataku, berusaha memecah dinginnya udara.

"Nggak usah baper. Mereka cuma menjalankan kewajiban."

Aku terdiam. Dia melepas jasnya, lalu menatapku tak s**a.

“Pernikahan ini cuma kesepakatan. Jangan pernah berpikir kamu bisa jadi bagian dari hidupku.”

Hatiku run tuh. “Mas, kita, kan, sudah saling kenal dari kecil.”

“Kamu kenal aku, tapi aku tidak pernah mengenalmu. Bagiku, kamu penghalang. Ingat itu.”

Aku tertawa kecil, menutupi re tak yang semakin dalam.

"Sebetulnya Mas beruntung mendapatkan aku. Lihat nih, aku cantik, pintar ...."

Dia menatapku dengan si nis. "Kau terlalu percaya diri. Dengar, jangan bo dohi diri sendiri. Aku nggak akan pernah mencintaimu."

Kata-kata itu menghantamku, tapi aku masih berusaha berdiri tegak. Beberapa menit kemudian dia berdiri di depanku.

"Jangan berharap banyak dariku. Jangan pernah menaruh perasaan padaku. Dan jangan campuri urusan pribadiku, atau kamu akan menyesal."

Lalu dia mengambil ponselnya dan hendak keluar kamar.

“Mas, mau ke mana? Ini malam per ta ma kita.”

“Bukan urusanmu.” Pintu tertutup ke ras.

Aku terduduk yang ditemani oleh kesunyian. Hanya suara jam dinding menemani dan air mataku akhirnya jatuh. Ma lam per tama yang kuimpikan jadi awal kebahagiaan, ternyata hanya mimpi buruk.

Aku menatap pintu itu lama sekali, lalu berbisik pada diriku sendiri.

"Aku akan bertahan. Entah bagaimana caranya, aku akan membuat Mas Gilang jatuh cinta padaku. Membuat hidupmu hampa tanpa aku."

***

Tiga hari setelah pernikahan, dan Mas Gilang te ga mengu sirku dari ka mar.

“Malam ini kamu pindah ke ka mar tamu,” kata Gilang ke tus

Aku yang masih mengeringkan rambut cuma diam sebentar. Rasanya ingin ma rah kalimat yang terkesan tak menginginkanku, tapi aku malah tersenyum.

“Takut aku ngorok, Mas?” godaku.

“Aku serius, Ginela. Mulai malam ini kita ti dur terpisah. Titik.”

Kalimat itu seperti badai yang menyakitkan, tetapi aku masih berusaha menertawakan suasana.

“Baru tiga hari menikah, Mas. Orang tua kita bisa ke cewa kalau tahu. Gini deh, aku akan ti dur jauh-jauh darimu. Di paling pojok, kalau kamu mau."

“Cukup, Ginela. Jangan bikin aku mu'ak. Kalau kamu nggak pindah, aku yang akan mindahin barang-barangmu.”

Nyaliku menciut, tetapi aku tidak mau terlihat kalah.

“Baiklah, Mas Gilang Sayang. Kamu menang,” jawabku sambil tersenyum, walau da'daku mulai sesak.

Sebelum keluar ka mar, aku sempat membalikan badan dan menggodanya, “Kalau nanti malam kangen, jangan ragu ketuk pintu kamarku.”

Di ruang tengah, Nayla, adik Gilang langsung panik saat tahu aku diusir.

“Bang, apa-apaan ini? Dia istrimu! Kalian baru tiga hari menikah, masa harus begini!”

Gilang hanya menatap dengan tatapan acuh tak acuh.

“Ini rumah tanggaku. Bukan urusanmu. Kalau kamu ikut campur, aku berhenti biayai hidupmu.”

Nayla ma rah dan berusaha membelaku habis-habisan. Tapi aku menghentikannya agar semuanya tak makin runyam.

“Nayla, biar aku yang hadapi. Ini ru mah tangga kami.”

Padahal dalam hati, aku ingin sekali berteriak. "Kenapa suamiku sendiri memperlak*kan aku seperti ini?"

Malamnya, setelah aku memindahkan barang ke ka mar tamu, Gilang memanggilku lagi.

“Mulai besok kamu kerja di kantorku,” katanya tanpa basa-basi.

Aku sempat kaget, sekaligus senang. “Benar, Mas? Wah, berarti kita bisa sering ketemu d**g di kantor.”

"Nggak usah baper, ini semua karena keinginan Papa mama."

Senyumku perlahan memudar. Jadi itu alasannya? Bukan karena ingin bekerja bersamaku, tapi karena perintah orang tua.

“Tapi ada syarat. Tidak ada yang boleh tahu kalau kamu istriku. Di kantor, kamu hanya karyawan biasa dan aku atasanmu. Tidak ada perilaku khusus dariku dan jangan ganggu urusanku di sana."

Aku terpak sa mengangguk. “Baik, Mas. Aku sanggup.”

“Bagus.”

Sebelum pergi, aku mendekat dan ingin tahu batasan antara hu bu ngan kita di kantor. Agar kelak tidak ada salah paham.

“Kalau di kantor aku karyawan biasa, apa kalau ketemu di lift aku harus bilang ‘permisi, Pak Bos’?” godaku.

Dia menatapku tak s**a. “Ginela, aku serius. Jangan bercanda.”

Aku tersenyum. “Aku juga serius, Mas. Aku hanya ingin tahu batasan kita di sana.”

"Oke, kamu nggak usah berlebihan, bersikap sewajarnya saja."

Saat hendak keluar ka mar, aku menoleh sebentar, lalu menutup pintu, menahan napas panjang, sambil berkata dalam hati

"Baiklah, Mas Gilang. Kalau kau ingin aku jadi orang asing di hidupmu, aku akan jadi orang asing yang paling kau sesali, yang pernah kau abaikan."

Baca selengkapnya di kbm app
Judul GILANG (BERSAMA TANPA RASA)
Penulis : Herlina Teddy

Demi ka b ur dari pernikahan pa k sa, aku rela masuk ke mobil pria asing. Bukannya selamat, namun pemiliknya langsung me...
19/09/2025

Demi ka b ur dari pernikahan pa k sa, aku rela masuk ke mobil pria asing. Bukannya selamat, namun pemiliknya langsung menarik aku keluar dan bilang, ‘Mau saya laporin ke P O LI SI?!’

🥀🥀🥀

“Mau kemana kamu, cantik? Ayo, ikut denganku!”



“Jangan se n tuh! Bukan mahram.”



“Halah... Sok, su ci loe!” Pria yang memiliki pe r ut bu n cit itu, mau menarik lenganku. Namun, secepat kilat aku me ne n da ng alat pu sa kanya yang sangat berharga itu.



Pria itu pun, me ri ng k*k kesa ki tan karena mendapatkan ten da ng an dariku.



Tidak menunggu waktu lama, aku pun, segera berlari sekencang mungkin. Tidak lupa, sendal yang aku pakai pun, aku lepas. Supaya tidak menghalangi langkahku.



“Ya Allah, tolonglah aku. Tolong kirim seseorang untuk menolongku, aku benar-benar takut dan tidak mau me ni kah dengan kakek-kakek itu.” Aku terus berlari kencang tanpa mengenal le l ah.



Merasa sudah aman dan tidak d**ejar oleh suruhan Om Tarjo, aku pun, beristirahat sejenak untuk mengatur napasku yang terasa se s ak karena terus berlari.



Aku menarik napas dalam-dalam sambil duduk sejenak disisi trotoar. Namun, saat aku ingin berjalan kembali, rupanya orang suruhan dari Om Tarjo itu sedang berada dibelakangku.



“Hayo... Kena,” ucapnya sambil men ce ng ke ram tanganku.



“Sa k it, le pa s kan, Om!”



“Enak saja, sudah capek-capek buat me na ng kap malah minta dile pas kan. Lebih baik, kamu ikuti saja dan turuti ke ma uan bos kita!”



“Og ah! Aku nggak mau me ni kah dengan kakek-kakek ba u ta n ah!” Aku pun, langsung me ng gi git ku at tangan suruhan Om Tarjo.



Tidak hanya itu, sebelum berlari lagi aku menyempatkan diri untuk me no n jok per ut bun cit pria itu. Ya, walaupun mungkin tidak terasa olehnya.



“Ku rang aj ar!” ter ia knya menggema.



Kali ini, aku akan mencari tempat persembunyian agar o m-o m itu tidak mengejar ku lagi. Tetapi, aku harus bersembunyi di mana?



“Ya Allah, aku harus bersembunyi di mana? Tidak ada tempat persembunyian yang aman untuk aku,” ucapku pa s rah. Namun, sesaat aku melihat pintu mobil seseorang yang kebetulan terbuka.



Tidak berpikir panjang lagi, aku langsung menghampiri mobil itu. Kemudian, masuk ke dalam dan bersembunyi di kolong bangku mobil.



“Alhamdulillah, mudah-mudahan aku aman di sini, dan o m-o m itu tidak dapat melihatku.”



“Woy, Syifa! Ke lu ar Lo!” Jan tu ngku berdetak cepat, ketika mendengar suara o m-o m itu semakin mendekat.



Pikiranku ber ke ca muk dan pa s rah, jika memang aku tertangkap oleh mereka. Mungkin, ini sudah takdirku untuk me ni kah dengan seorang ka ke k-ka ke k.



Setelah suara te ri a kan yang memanggil namaku tidak terdengar lagi, aku berusaha untuk me ngi ntip orang itu dan mudah-mudahan mereka benar-benar sudah pergi.



Aku mengucapkan banyak syukur, setelah orang-orang itu tidak terlihat lagi. Mungkin, mereka sudah lel ah dan menyerah untuk mencariku.



“Alhamdulillah... Terima kasih, ya Allah sudah mau menolongku,” ucapku penuh rasa syukur. Namun, setelah aku mengucapkan itu. Tiba-tiba, aku merasakan mobil yang aku tumpangi ini berjalan.



Karena penasaran, aku yang sedang bersembunyi dibawah kolong bangku pun, langsung keluar.



“Waduh... Ga w at, jika aku ikut dengan mobil ini. Mana nggak bawa ua ng lagi,” gerutuku.



Sesaat, setelah mengucapkan itu. Tiba-tiba, mobil yang aku tumpangi ini mengerem mendadak, sehingga membuat tu bu hku ter ju ngkal dan ke pa laku ter ben tur pintu mobil.



“Auh!” ter ia kku secara refleks.



“Siapa di situ?” Aku pun, la ng s ung mem bek ap mu lutku dengan tangan. Ketika mendengar suara ba ri ton dari si empunya mobil ini.



“Apa ada orang dibelakang?” tanyanya lagi.



Aduh... Ma m pus, aku ketahuan. Aku harus bagaimana? Apa aku keluar saja, batinku.



Karena aku tidak mau urusan ini semakin panjang. Akhirnya, aku pun, keluar dari tempat persembunyian dan meminta maaf, karena sudah lan cang masuk ke kendaraan milik orang lain tanpa izin terlebih dulu.



“Sa—Saya, Pak,” ujarku dengan gu gup.



“Siapa kamu? Kenapa kamu ada di dalam mobil saya? Apa jangan-jangan kamu mal ing?!”



“Bu—Bukan, Pak. Saya bukan mal ing, saya cuma...”



“Cuma mau meng am bil barang ber har ga yang ada di dalam mobil saya! Iya kan?!”



Aku yang sedari tadi menunduk, langsung mend**gak ketika mendengar tu du han yang dilayangkan untukku.



Terlihat, wajah tampan dari si pemilik mobil ini, sedang menatap ta j am ke arahku.



“Jangan asal tu duh ya, Pak. Saya tidak sej ah at itu!” Aku tidak terima, jika di tud uh mal ing seperti itu, padahal aku hanya bersembunyi dan ingin menyelamatkan diri dari orang suruhan Om Tarjo.



“Halah... Nggak usah sok, su ci! Sekarang kan, banyak mal ing yang ber pena mpilan syar’i seperti kamu.”



“Tapi, itu kan, orang lain, Pak! Saya ber pena mpilan seperti ini, juga karena saya muslim. Seorang muslim itu wajib hu ku mnya untuk menutup au ra tnya bagi pe re mpuan!”



“Lah, kenapa kamu yang nyo lot?! Sekarang juga, kamu keluar dari mobil saya atau kamu mau saya la por kan ke Pol isi, hah!”



Astaga... Kenapa ma sa la hku malah semakin run yam seperti ini, padahal aku cuma num pang bersembunyi saja?



“Tapi, Pak. Tolong jangan us ir saya, Pak. Saya benar-benar bukan mal ing, saya hanya num pang bersembunyi di sini, karena saya sedang di ke jar-ke jar oleh seseorang,” jelasku dengan memohon.



“Iya, saya tahu. Pasti kamu habis mal ing bar ang seseorang kan, terus karena d**e jar, kamu malah bersembunyi di mobil saya,” tud uhnya. Kemudian, pria itu pun, keluar dan membuka pintu agar aku keluar secepatnya.



“Silakan kamu keluar dari dalam mobil saya, mumpung saya lagi baik,” ucapnya.



“Tapi, Pak, saya takut ter tang kap oleh orang suruhan Om Tarjo yang ingin men ikahi saya,” seruku, berharap dia mengerti dan bisa membantuku untuk pergi dari kampung ini.



“Saya tidak pe du li, itu urusan kamu bukan urusan saya. Kenapa harus saya yang re pot? Sekarang juga, kamu keluar.”



Pria itu pun, langsung me na rik lenganku dengan ka sar, agar secepatnya aku keluar dari dalam mobilnya. Namun, setelah aku keluar, tiba-tiba orang suruhan Om Tarjo datang menghampiriku dan membawaku secara pa k sa.



“Nah... Ternyata kau ada di sini, ga dis ma nis. Ayo! Sekarang juga kamu ikut dengan kami!

🍁🍁

Judul: Gadis Bercadar Milik Bos Arogan

Penulis Rukmini9




Gadis Bercadar Milik Bos Arogan - Rukmini9 LTF
Minta subscribe + follow cerita ini ♥️

Syifa, gadis cantik yang masih berusia dua puluh tahun itu,...

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App.

"Apa maksud ungga han ini, Maira?" Mur'kanya sambil menunjuk sebuah ungga han vi deo padaku."Oh itu, aku hanya membantu ...
19/09/2025

"Apa maksud ungga han ini, Maira?" Mur'kanya sambil menunjuk sebuah ungga han vi deo padaku.

"Oh itu, aku hanya membantu agar hubvngan kalian d**etahui pvblik," jawabku sambil membal as tatapan matanya yang taj am.

"Ha pus sekarang, Maira!" Perintahnya.

"Tidak! Lagipula mengapa harus ku ha pus?!" Jawabku sambil membu ang muka.

"Maira!" Bentaknya kera s, dengan satu tangan yang terangkat, berniat untuk mena-mpar-ku.

"Kenapa kau ma rah, mas? Wajah Pria dalam vid eo itu tidak begitu jelas terlihat, lain cerita jika kau merasa dirimu adalah pria dalam vid'eo itu."

Ia terdiam, namun, waj ah itu masih memerah, mena han ama rah.

"Harusnya aku yang ma rah dan menuntvt penjelasan darimu, mas!"

"Sudah lama aku mencurigaimu, tapi aku masih sabar menunggu kau berkata jujur dan terus terang padaku, tapi ternyata kau lebih memilih membo hongi dan mengkhi anatiku," teriakku padanya.

Ia masih melo tot padaku, wa jah itu seolah tak terima akan penjelasanku.

"Cih!" Aku mendeng kus kes al.

"Nih, ambillah, lip stik Mbak Mona yang kutemukan di sa ku kemejamu." Kulem par dua buah lip stik yang sama padanya.

Ia menurunkan tangannya, mengurungkan niatnya yang tadi ingin mena mparku, lalu mengacak rambutnya, jujur saja saat ini ia terlihat sangat kacau.

"Teman-temanku sudah banyak yang menon ton vid eo itu Maira, dan mereka tahu jika laki-laki dalam vid eo itu adalah aku." Nada suaranya masih meninggi.

"Baguslah," pujiku sin is.

"Cepat hap us vi deonya Maira," hardiknya padaku.

Aku membua ng muka, tak kupedulikan keinginannya, Hatiku sudah terlanjur sak'it, atas keboho ngan dan peng-khia'natannya padaku.

"Aku tak ingin membahas ini sekarang, mas. Tunggu sampai Mas Galih pulang, aku sudah memberitahunya tentang hubvnganmu dengan Mbak Mona. Aku yakin sebentar lagi ia akan tiba," tolakku.

"Maira ...!" Teriaknya lagi.

"Cepat ha pus vid eonya atau kau akan menghan curkan semuanya," bentaknya padaku.

Belum sempat aku menjawabnya, pintu rumahku d**etuk ka sar, aku memutar ma ta kearah Mas Sandy, aku yakin itu pasti Mbak Mona yang datang.

"Cepat buka pintunya, Mas. Lihatlah pasangan se-lingkuhmu datang membantumu," e jekku.

Ketukan pintu itu semakin menjadi. Mas Sandy berdiri lalu menatapku ta jam, tanpa bicara sepatah kata ia berlalu meninggalkanku.

"Kalian memang dua ulat bulu yang saling menggaruk satu sama lain. Sama-sama gat'al," gumamku lirih sambil memandang tvbuh Mas Sandy

"Mana Maira?" Terdengar suara teriakkan seseorang dari depan yang mencariku.

"Ada apa mencariku, Mbak? Kan'gen!" Sin isku.

"Cepat ha pus vi deo itu, Maira!" Perintahnya.

"Untuk apa, toh sudah ditonton puluhan ri bu orang," aku beralasan.

"Kau ..." Murkanya.

"Kenapa? bukankah dengan begini kalian berdua tak perlu sembunyi-sembunyi lagi bertemu. Sudah cukup lama aku mencu rigai kalian berdua."

Kupungut dua lips tik merah yang tadi kulem par ke lantai, kemudian meletakkannya di telapak tangan Mbak Mona.

"Ini, lipstik milikmu yang tertinggal di saku kemeja Mas Sandy. Ambillah kembali."

Wajah Mbak Mona memerah, tangannya mengepal, mere mas kedua lips tick yang tadi kuberi.

"Kalian berdua memang tak tahu ma lu, cih!"

"Maira ...!" Teriak Mas Sandy tak terima. Tak lama tam pa ran ker as ia torehkan ke wajahku.

Aku meringis memegang p**i yang terasa pa nas, memandang mur ka pada Mas Sandy.

"Kau bahkan mena mpa'rku sekarang, Mas! demi berusaha menutupi ke boho ngan kalian berdua."

"Cukup Maira, aku tak ingin berdebat lagi denganmu, cepat ha pus vi-deo itu! Mana ponselmu, biar aku yang menghapusnya." Ia berusaha mengambil pon sel dari tanganku.

"Sandy, cepat bantu aku, ambil pon sel Maira," teriaknya pada Mas Sandy.

Kulirik suamiku yang berniat membantu mbak Mona, karena merasa akan kalah tenaga, akhirnya aku memba nting ponselku ke dinding.

Prang ....

Ponsel itu kini hancvr berantakan, melihat tindakanku, wajah Mbak Mona mengeras lalu mendo rong tvbuhku, membuatku jatvh tersungkur.

Mas Sandy hanya diam saja melihatnya, suamiku itu tak bergerak sedikitpun untuk menolongku, setidaknya dengan ini aku tahu, bahwa semua ini adalah benar, tindakannya yang seolah membela kekasih gelapnya ini, membuatku mu'ak melihat wajahnya.

"Berarti per-selingku han ini benarkan, Mas! kalian berdua benar-benar membuatku m'. u a k," geramku.

"Tutup mvlutmu, Maira!" Teriak Mas Sandy.

"Baik, aku tak akan segan lagi padamu, kau benar-benar ingin tahu, akan k*katakan," wajah Mbak Mona seolah menge jek dan menertawakanku.

"Dengar Maira, semua itu benar, aku dan Sandy memang ada hubvngan, aku mencintai suamimu, kami saling ja tuh cin'ta," jawabnya seperti tanpa rasa bersalah padaku.

Mendengar jawabannya tanpa ragu ku ta mpar ke ras wajahnya, hatiku mendi dih. Perkataannya membuat emo si ini semakin sulit untuk d**endalikan.

"Kau sadar apa yang katakan, mbak? Mas Sandy itu suamiku, adik iparmu!" tegasku.

Ia meringis, memegangi p**inya yang memerah akibat tam'par anku tadi, sayang, tak lama waj ah itu lang sung tersenyum, seolah menge jekku.

"Aku tahu, tapi kami berdua saling mencintai."

"Apa kau tahu, Maira? Sandy bahkan bilang jika kau sangat membosankan."

"Kau tidak bisa membuatnya pu as, kau bahkan tidak bisa memberikan keturunan padanya."

"Apa itu benar, Mas?" Aku menoleh pada Mas Sandy, seolah tak percaya ia bisa mengatakan hal seperti itu.

"Ya itu benar, aku bosan denganmu, Maira."

Jaw aban Mas Sandy benar benar membuat hatiku hancvr, kutahan air m ata ini agar tidak ja tuh, sungguh membuatku ge ram.

"Kau benar benar pengkhi'anat, Mas, mu-nafik, pembo hong, kau bahkan tidak punya mo ral, berse ling kuh dengan kakak iparmu sendiri," um-patku.

" ... dan kau, Mbak ..." Aku menunjuk ke arah Mbak Mona.

"Kau benar benar tidak punya akhlak, kau tahu jika suamiku adalah adik iparmu sendiri, lalu mengapa kau masih juga men ggo danya? Apa kau tidak punya ma lu dan rasa berdo sa pada Mas Galih dan putrimu?" teriakku tak terima.

Ia mendengkus ke sal saat mendengar perkataanku, lalu membu ang muka.

"Aku berhak menentukan dengan siapa aku bisa bahagia," tandasnya.

"Oh ya!? Kalian pasti sudah t i d u r bersama. Iya kan? Dasar tak tahu ma lu," bal'asku.

Mbak Mona tertawa, wajahnya terlihat sangat pu as menertawakanku, kulirik Mas Sandy yang lang sung membu'ang muka saat pandangan ma ta kami bertemu.

Aku memandang taj am Mas Sandy, namun wajah itu kembali menghindar dari ku.

"Jadi vi-deo itu benar, Mona?"

Suara itu terdengar dari arah pintu depan, aku menoleh lalu menyunggingkan seulas senyuman si nis ketika kulihat siapa yang bicara.

Mas Galih, kakak lelakiku!

----------------lanjvt?

Selengkapnya baca di KBM app. Hanya 31 bab saja
Judul : Setelah Kau Berkhia'nat
Penulis : Rira Faradina
Lanjutannya bisa klik link di bawah 👇

AKU SENGAJA MENGIRIM ISTRIKU YANG JEL EK KE LUAR NEGERI UNTUK JADI TKW DENGAN ALASAN BIAR  HU TANG AYAHNYA LUNAS. AKU SU...
19/09/2025

AKU SENGAJA MENGIRIM ISTRIKU YANG JEL EK KE LUAR NEGERI UNTUK JADI TKW DENGAN ALASAN BIAR HU TANG AYAHNYA LUNAS. AKU SUDAH MU AK MENIK AH DENGANNYA. AKU YAKIN DIA PASTI MENUTUPI WAJAH JEL EKNYA ITU DENGAN CADAR. LALU DIAM-DIAM AKU HENDAK MENIKAHI ADIKNYA YANG CANTIK TAPI TIBA-TIBA DIA PULANG DAN TERNYATA WAJAHNYA...

BAB 1

"Lyla, kamu gak pulang? Aku denger dari ibuku kalau adikmu mau nikah," pesan itu dibaca oleh Lyla dengan dahi berkerut.

"Dengan siapa?" pesan itu dibalas Lyla dengan perasaan tak sabar.

"Aku kurang tahu, ibu gak jelaskan adikmu nikah dengan siapa. Aku juga kan lagi kerja di kota, tapi rencananya aku akan pulang minggu depan sama kakakku, gimana kalau kamu pulang, untun g-untu ng kalau kita bisa ketemu di Bandara dan pulang bareng," pesan itu dibaca oleh Lyla tanpa dibalasnya sama sekali.

Nia, dia adalah teman satu sekolah Lyla saat SMA di kampung.

Lyla melirik an ak yang telah dias uhnya sejak ia datang ke sini tiga tahun lalu. An ak itu sudah seperti a nak baginya, sangat menempel padanya dan bahkan memanggilnya dengan sebutan ibu.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam, Lyla memeriksa an ak asuhnya sebelum pelan-pelan ia mengendap keluar dari ka mar mew ah tempat ia bekerja sebagai pengasuh ana k.

Baru juga ia membuka pintu kam ar a nak asuhnya, Lyla terkejut dengan sosok ayah an ak itu yang baru memasuki rumah dengan setelan kerja yang sangat pas di badannya yang tegap dan tinggi.

Lyla langsung menunduk, merasa sungkan kepada majikannya dan ia buru-buru berlalu ke arah kamarnya.

"Lyla, tunggu," suara bariton itu membuatnya berhenti melangkah dan menoleh ke arah majikannya yang tampan, "ambilkan minumanku di dapur. Aku lelah," kata majikannya. Lyla mengangguk dan gegas menuju dapur kotor lalu membuka rak minuman dimana beberapa botol wi ne berjajar rapi di dalamnya.

Lyla mengambil salah satu dari botol itu, lalu ia beralih ke rak gelas dan mengambil satu buah gelas yang kemudian ia bawa ke ruang keluarga dimana majikannya berada.

"Terima kasih," kata lelaki itu dingin saat Lyla meletakkan botol win e dan gelas ke hadapan majikannya.

Lyla kemudian pamit undur diri dan langsung buru-buru ke ka marnya. Lyla takut jika majikannya sudah mulai minum dan akhirnya mab uk, hal-hal yang tak sepantasnya bisa terjadi di antara mereka dan Lyla tak menginginkan hal itu terjadi pada dirinya.

Di apartemen itu hanya ada dirinya, majikan lelakinya dan anak asuhnya. Majikan perempuan Lyla meninggal tahun lalu karena penyakit kan ker da rah yang dideritanya. Dulu, Lyla tak pernah melihat majikan lelakinya minum-minum saat istrinya masih hidup, tapi setelah istrinya meni nggal, majikan lelakinya seperti kehilangan hidupnya, bahkan ia seperti lupa kalau punya an ak perempuan yang manis.

Minum-minuman sudah menjadi rutinitasnya setelah pulang kerja larut malam. Lyla memilih berlindung di balik ka marnya, menjaga harg a diri dan kehormatannya sebagai seorang istri. Lyla akan keluar ka mar keesokan harinya sebelum majikannya berangkat kerja. Ia akan memasak secara cepat dan praktis untuk sarapan dan bekal kerja majikannya. Setelah masak, ia akan masuk ke ka mar an ak asuhnya, menunggunya sampai terbangun dan majikannya pergi kerja.

Rutinitas itu ia lak*kan sejak majikan perempuannya mening gal dunia. Sebenarnya ia hanya bertugas mengasuh an ak saja, memasak bukan tugasnya, sedangkan membersihkan rumah ada petugas kebersihan yang datang setiap pagi jam sepuluh.

Dulu, Lyla pikir majikannya akan menyediakan pembantu rumah setelah sang nyonya berpulang dan tak ada yang mengurusinya soal makanan. Tapi pembantu rumah yang diharapkan Lyla tak datang selama seminggu, dan Lyla kasihan pada majikannya yang hanya minum kopi saat berangkat kerja.

"Kalau dia ma ti karena asam lambung, aku gak bisa kerja lagi,"

Lyla akhirnya memutuskan bangun lebih pagi dan mengolah bahan makanan di kulkas yang hampir bus uk karena tak kunjung diolah tapi majikannya selalu rutin belanja mingguan. Sedangkan Lyla hanya masak seperlunya untuk dirinya dan a nak asuhnya, sisanya masih banyak dan menumpuk di kulkas.

Lyla tak perlu repot-repot menyajikan makanan khas orang Cina karena majikannya murni orang Indonesia yang kerja di Cina. Sungguh beruntung Lyla kerja jadi TKW tapi majikannya adalah orang Pribumi yang bekerja di negeri orang.

Hari pertama Lyla memasak, makanannya diterima tapi bekal makanan tidak dibawa oleh majikannya.

Hari kedua Lyla memasak, makanannya diterima tapi bekal makanannya tidak dibawa juga hingga Lyla memutuskan tidak memberikan bekal di hari ketiga karena berpikir sang majikan mungkin makan diluar.

Hari ketiga Lyla benar-benar hanya membuat sarapan dan tidak menyiapkan bekal untuk majikannya. Tapi ketika majikannya sudah berangkat kerja dan ia keluar kam ar, Lyla heran karena tempat bekal makanan yang ia simpan tak ada di tempatnya, juga sebagian besar makanan tinggal separuhnya.

Jadi, dia mengurusi bekal makanan sendiri?

Pikir Lyla saat itu.

Malam harinya, tak sengaja majikannya sudah pulang lebih dulu dan Lyla baru keluar dari kam ar mandi. Mereka berdua sama-sama kaget.

"Mulai besok siapkan bekal makan siang untukku, dua hari kemarin aku tidak membawanya karena tidak stay di kantor," kata lelaki itu.

"Baik, tuan," jawab Lyla dengan wajah menunduk. Da danya berdebar-debar tak karuan, ini kali pertama ia hanya mengenakan jilbab dan tak memakai masker dan tuan majikannya mengetahui wajahnya. Padahal sebelum-sebelumnya ia rutin memakai masker sejak memasuki rumah itu. Lyla berbicara pada majikannya bahwa ia menggunakan masker sebagai ganti cadar saat ia bekerja di Cina. Selama di Indonesia setelah ia menginjak usia dua puluh tahun, Lyla memutuskan memakai cadar untuk wajahnya dan berharap orang pertama yang menikmati kecantikannya adalah suaminya.

Tapi, harapan tak seindah kenyataan. Suaminya bahkan belum pernah membuka cadarnya dan ia harus kerja jadi TKW ke luar negeri.

"Aku tidak mencintaimu! Dengar, kamu dinikahkan denganku karena ayahmu punya hut ang yang besar pada keluargaku. Sekarang ayahmu kab ur dan ibu tirimu menyerahkanmu padaku. Lebih baik aku menikah dengan jand a dari pada denganmu! Pasti wajahmu jelek sampai kamu menutupinya, kan?" ejek suaminya Lyla di malam pertama mereka.

"Tapi,-"

"Lebih baik aku nikahin kambing dari pada perempuan bul uk macam kamu, baju aja udah kayak karung, sial banget nasibku!" kata lelaki itu kas ar sebelum ia keluar kam ar dan memba nting pintu kam ar penga ntin itu dengan ker as.

Lyla mematung di tempatnya berdiri. Air matanya luruh juga mendengar eje kan dari suaminya sendiri. Ia pikir, tak pernah pacaran maka Tuhan akan memberinya jodoh yang luar biasa baik dan soleh, tapi apa yang ia dapat? Suaminya bahkan membandingkannya dengan he wan tanpa mengijinkannya membuka cadarnya.

Ma lam pert ama itu lewat begitu saja. Malam-malam berikutnya sampai satu bulan juga sama, hingga suaminya akhirnya masuk ke kam ar pengantin mereka dan melem parkan brosur ke wajah Lyla yang sempat mengira kalau suaminya sudah menerima pernikahan mereka.

"Mending kamu ker ja jadi TKW di luar negeri, bay ar huta ngmu dengan nyicil kirim ke reken ingku tiap bulan," kata suaminya yang membuat Lyla kaget.

"Tapi, mas, aku gak pernah ke rja di luar negeri," kata Lyla.

"Ternyata selain kamu bul uk tapi kamu juga bo doh, ya! Emang kamu gak bisa baca brosur itu? Susah payah aku cariin kamu kerja ternyata kamu gak bisa baca,"

"Bukan begitu, mas, tapi.... "Belum sempat Lyla bicara, suaminya sudah keluar ka mar duluan dan Lyla mengejarnya lalu menghadangnya.

"Apa lagi?kamu menyusahkan saja!" kata lelaki itu. Lyla heran, Bagaimana ia bisa menyusahkan lelaki itu? Bahkan sepeser pun Lyla tak menerima ua ng dari lelaki itu. Ia memang telah tinggal sendiri dengan lelaki itu di rumahnya yang besar, tapi Lyla tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Meski ia tak melayani suaminya di ranj ang, ia tetap memasak dan membersihkan rumah layaknya istri-istri pada umumnya.

"Baiklah, mas, aku mau bekerja, demi hu tang bapakku pada keluarga mas," kata Lyla pada suaminya tersebut.

"Cari u ang yang banyak, kalau sudah lunas, kamu boleh pulang ke tanah air," kata lelaki itu dan Lyla mengangguk pasrah.

200 jut a huta ng ayahnya. Jika ga ji Lyla sepuluh ju ta perbulan, itu berarti ia hanya perlu kerja dua puluh bulan. Tapi nyatanya ia sudah bekerja selama dua tahun lebih dan suaminya bilang ia belum boleh pulang karena hu tangnya belum lun as.

"Kenapa aku masih belum boleh pulang sih, mas?" tanya Lyla heran.

"Huta ngmu dua ratus juta, ua ng yang kamu kirim kurang buat lunasin hu tangmu!" kata suaminya.

"Dimana kurangnya, mas? Kan aku kirim ua ng sepuluh jut a perbulan?" kata Lyla heran.

"Lima jut a buat ba yar hu tang ayahmu, lima juta lagi diminta ibu dan adikmu karena ibumu sudah gak bekerja dan mereka butuh biay a makan!" kata suaminya. Lyla menghela napas berat. Kalau perbulan lima jut a, itu berarti butuh empat puluh bulan lagi agar ia bisa pulang ke tanah air. Dan sekarang dia masih kerja dua tahun lebih tiga bulan, kurang tiga belas bulan lagi dia baru bisa pulang ke tanah air.

"Kamu diam saja, Lyla? Awas ya kalau kamu sampai pulang padahal huta ng keluargamu kurang tiga belas bulan lagi!"

"Iya, mas," kata Lyla. "Tapi, mas, aku,-"

"Setelah luna s, aku akan urus surat perce raian kita," kata suaminya Lyla yang membuat Lyla kaget dan urung memberitahu suaminya kalau sebenarnya g ajinya dua puluh ju ta dan sisa gajinya ia simpan sendiri dengan rencana bahwa ketika ia pulang nanti, ia ingin membe li rumah untuk mereka tinggal berdua sebab rumah yang mereka tinggali setelah menikah adalah rumah pemberian dari keluarga suaminya dan suaminya tak ridho Lyla tinggal disana sedangkan ia tak punya kontribusi sama sekali dalam membangun rumah tersebut.

Hati Lyla terir is mendengar ucapan cer ai dari mu lut suaminya. Memang benar, ia dan sang suami menikah tanpa ikatan cinta sama sekali. Bahkan, entah mengapa keluarga suaminya malah menjodohkannya dengannya agar hut ang-huta ng ayahnya lun as.

Lyla pernah mendengar bahwa suaminya adalah anak yang susah diatur, maka jalan satu-satunya keluarga suaminya ingin membuat suaminya berubah adalah menikah dengan perempuan muslimah yang pandai menjaga diri, dan mereka menganggap anaknya cocok dengan Lyla yang taat beragama.

Air mata Lyla luruh begitu saja, ma ti-m ati an ia menjaga diri dari godaan para lelaki diluar sana dan juga menutup auratnya rapat-rapat agar mendapatkan suami idaman, jodoh dunia akhirat karena ia tak ingin perc eraian. Tapi, yang sekarang terjadi malah kebalikannya. Suaminya mengatakan cerai bahkan ketika mereka belum pernah memadu kasih sebelumnya.

Ya Ilahi Robbi, apa salahku?

Lyla luruh, tak dipedulikannya ponsel yang masih menyala itu, ia menangis sesunggukan sampai terdengar ke telinga suaminya di seberang.

"Memang siapa yang mau bertahan dengan gadis bul uk macam dia?" kalimat umpatan terakhir yang Lyla dengar dari ponselnya itu membuat luka di hatinya makin menganga lebar. Lyla berdiri dan segera bercermin, ia membuka maskernya dan ia menatap wajahnya yang cantik rupawan meski tanpa make up. Selama ini, meski ia menutup dirinya rapat-rapat, ia rutin merawat diri sendiri hingga hasilnya sangat memuaskan.

Lyla berjanji, ia akan pulang dan tampil cantik di depan suaminya.

JUDUL: DIKHIANATI SUAMI, DINIKAHI MAJIKAN
PENULIS: Anisa Swedia

Link

Dikhianati Suami, Dinikahi Majikan - Anisa Swedia
Kerja keras jadi TKW demi melunasi hutang ke keluarga suami, siapa yang sangka pas pulang dari luar ...

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App.

Address

Purworejo

Telephone

+6281578051081

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Dwi Lestari Zulkarnain posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Dwi Lestari Zulkarnain:

Share