
24/09/2025
Rumah tanggaku dihancurkan oleh suami dan sahabatnya yang matre, mereka berdua meng4muk setelah tau ternyata warisan mertua aku kuasai bersama...
Fasakh! Ternyata Aku Janda
Bab. 7
"Berani kau padaku, Anisa!" geram Anyelir.
Anisa menatap tajam ke arah Anyelir, suara dingin penuh luka.
“Dan jangan kira Musa bisa tetap menjadi pewar4 ris utama keluarga Sujiwa. Dia telah keluar dari Is lam. Itu bukan hanya mencederai ikatan pernik4 han kami, tapi juga wari s4nnya. Dia tidak berhak!"
“Anisa, Nak." Bu Rahmat, lirih. Menatap sang menantu, yang kini sudah menjadi mantan menantu dengan tatapan iba. Betapa kuatnya Anisa, hari ini Anisa benar-benar hancur tapi tetap tegak berdiri.
“Kau pikir kau siapa, ha?! Bisa seenaknya mencabut hak Musa?" Anyelir meradang, melangkah maju hendak menyerang Anisa.
“Aku perempuan yang masih berpegang pada Al lah.” Anisa tegas, tanpa takut.
Tiba-tiba-
“BAPAK!” teriak Anisa dengan panik dan teriakan putus asa.
Suara detak mesin monit o r sempat terdengar nyaring, lalu lenyap. Kepala Rahmat Sujiwa terkulai ke samping. Matanya terbuka setengah. Nafasnya hilang lalu timbul kembali, begitu berulang-ulang.
Anisa bergegas ke sisi ranjang, menekan tombol merah darurat.
“Bapak! Bapak, jangan pergi dulu! Jangan sekarang!”
Bu Rahmat dengan suara gemetar, wajah basah air mata. “All a h… Al la h… All a h…”
Anisa berlutut di sisi kiri, ikut berbis*k sama seperti yang diucapkan oleh Bu Rahmat.
“All a h… All a h… La ilaha illall a h…”
Anyelir berteriak histeris. “DOKTER! MUSA! CEPAT CARI DOKTER! AKU NGGAK ENAK! FEELING-KU BURUK!”
Musa masih membeku di tempat, wajah pucatm
“Ta… Tapi—”
Anyelir memukul dada Musa dengan telapak tangannya.
“MUSA! G0B L0K! CEPAT LARI! MISI KITA NGGAK BOLEH GAGAL! KITA BUTUH SURAT W4 SIAT ITU! BAPAKMU TIDAK BOLEH M4 T I SEKARANG!”
Langkah Musa terdengar terburu-buru keluar ruangan. Detik demi detik menjadi p3 d4ng bagi semua yang ada di sana.
Pintu terbuka. Dua orang dokter dan satu perawat masuk cepat. Mereka memeriksa. Salah satu langsung ke arah ECG.
“Pasien… tidak ada detak. ECG flatline. Kami akan lakukan CPR.” ucap Dokter dengan suara datar sesuai prosedur.
Beberapa menit berlalu. P0mpa da d a dilakukan. Keheningan tercabik oleh isak tangis.
“Maafkan kami… Rahmat Sujiwa dinyatakan men i ng gal dunia pukul 17.42.” ucap Dokter dengan suara rendahnya. Turut prihatin.
Dunia Bu Rahmat dan Anisa berhenti. Napas mereka seolah ikut lenyap bersama suara itu.
“BAPAAAKKKK!!!” Bu Rahmat berteriak kencang, lalu ambruk lagi di lantai.
Anisa berlari ke arah sang ibu mertua mengabaikan tubuhnya sendiri yang berguncang, mata berkunang.
“Bapak… Bapak. Ya Al l ah... innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un.…” ucap Anisa terbata. "Bu, istighfar Bu. Istighfar.... "
Air mata membanjiri wajah Anisa, ia memeluk sang ibu mertua yang pingsan dibantu beberapa perawat, Anisa menjaga ketegaran kalau sebenarnya dia rapuh. Tangannya masih menggenggam jemari suaminya yang dingin.
“INI GI L A! INI NGGAK BOLEH TERJADI! MUSA HARUS DAPAT HAKNYA! KITA HARUS BICARA KE PENGACARA! SEKARANG!” Anyelir berteriak sambil menendang kursi kecil yang ada di sampingnya.
Anisa melirik tajam ke arah Anyelir sambil memeluk sang ibu mertua yang masih pingsan dan berusaha disandarkan oleh seorang perawat.
Anyelir tanpa rasa bersalah, dengan nada cemas campur ambisi masih saja melanjutkan kata-katanya.
“Kita harus segera bicara dengan notaris! S u rat rumah, saham, tanah-tanah itu harus segera diurus sebelum semuanya membeku! Kalau enggak-”
“Belum sepuluh menit Bapak dinyatakan w a fat, dan kau sudah bicara soal h4 r ta?” potong Anisa cepat. Anisa menoleh tajam, suaranya dingin membekukan.
"Kenapa? Kau keberatan?" Sahut Anyelir tak tahu malu.
Anisa menatap Anyelir dan Musa dengan tatapan getir. "Kau benar-benar 1b li s? Anyelir! 1 b li s!"
"Kalau aku 1 bl is, maka berhati-hatilah denganku perempuan kampung! Jangan pernah menghalangi jalanku!"
Musa yang duduk di sudut ruangan, tubuhnya gemetar, wajahnya basah oleh air mata, tapi tak berkata sepatah pun keluar dari mulutnya.
Musa seperti patung batu. Tubuhnya ada di sana, tapi jiwanya entah di mana. Air matanya jatuh tanpa suara. Penyesalan? Kesedihan? Hanya T u h a n dan hatinya yang tahu.
Anisa menunduk, menggenggam tangan Bu Rahmat yang masih lemas dan terisak. Beliau sudah sadar.
“Bu… Ibu tidak sendiri. Saya akan urus semuanya. Ada saya, Bu. Ada Atika dan Ryan...”
“Kenapa secepat ini, Nak… Kenapa…” Bu Rahmat berbis*k lirih, matanya tak lepas dari tubuh suaminya yang ditutupi selimut putih. "Katakan pada ibu bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk, Nak. Mimpi buruk.... "
Anisa mengecup tangan ibu mertuanya, lalu berdiri dengan langkah mantap walau tubuhnya sendiri nyaris ambruk. Dia menuntun sang ibu mertua lalu didudukkan di kursi nunggu pasien tepat di samping jen az ah Rahmat Sujiwa.
"Berd0a, berdzikir dan bacakan Bapak ayat-ayat s u ci Alquran, Bu. Jangan pernah putus, saya yang akan urus semuanya.... " ucap Anisa lembut.
Anisa menghampiri perawat di depan pintu.
“Maaf, bisa tolong sampaikan pada pihak rumah sakit? Kami ingin proses pemulasaran j 3 na zah dilakukan sesuai syariat I s lam. Tolong secepatnya.”
Perawat menunduk sopan.
“Baik, Bu. Kami akan segera menghubungi tim f0 re n s*k dan bagian tata laksana pemulasaran.”
“Musa, kau lihat itu kenapa dia yang mengurus pemulasaran bapakmu! Kau putranya! Semua urusan bapakmu baik dari pemulasaran j3 n4 zah hingga w4 ri s4nnya kamu yang ambil alih bukan dia. Karena kamu pewaris utama!” Anyelir masih belum berhenti, mendekati Musa, berusaha memprovokasi Musa yang sedang linglung
"Anye-"
“Kau bukan siapa-siapa bagiku sekarang, Musa. Dan kalau kau masih punya sisa kehormatan, jangan ganggu aku, Anisa, Tika dan Ryan dengan pertarungan warisan. Jangan rusak hari wafat suamiku dengan kebengisanmu sebagai manusia!" potong Bu Rahmat dingin.
"Nyonya! Kau lebih membela perempuan kampung ini daripada putramu-"
"Kur4ng a j 4 r! Aku sudah cukup bersabar melayani mulut t 4 j a m! Keluar Kau sekarang juga! Aku tidak mau hari kem 4 ti4n Bapak mertuaku dinodai oleh kotornya hati dan 0takmu, perempuan mur4 han!" Kata-kata Anyelir terpotong ketika tangan Anisa c3ng kr4m rambut ikal bergelombang Anyelir bersamaan dengan kalimat tajamnya.
Tak sampai di situ Anisa men4 rik rambut Anyelir hingga perempuan itu ters3 ret dan menj3 rit-j3 rit kesakitan hingga ke luar ruang rawat dan menjadi pusat perhatian berapa orang yang kebetun lewat.
"Pergi kau sekarang juga sebelum aku menggebukimu, jal4ng!" ucap Anisa lalu mengh3 m pas pegangannya hingga Anyelir terhu y ung dan j4 tuh ke lantai dalam posisi yang sangat tidak elegan membuat beberapa orang yang berada di lorong rumah sakit melongo.
Musa berg i dik n g e r i, Anisa yang biasanya kalem dan lembut tiba-tiba berubah jadi b a d a s! Secepat itukah Anisa berubah dan melakukan perlawanan? Musa tiba-tiba merasa t a k u t.
Fasakh! Ternyata Aku Janda
MrsFree
Sudah Tamat di K-----B----M