
06/17/2025
“Kopi Pahit di Malam Terakhir”
Mereka duduk berdua di ruang tamu yang sepi. Hanya bunyi detak jam dinding yang mengiringi percakapan yang tak pernah benar-benar selesai sejak dulu.
"Kamu masih s**a kopi pahit ya?" tanya Lila sambil menyodorkan cangkir.
Arga mengangguk. “Pahitnya kopi… nggak sebanding sama manisnya kenangan kita.”
Lila tersenyum getir. Lima tahun menikah, tapi malam ini rasanya seperti pertemuan dua orang asing. Mereka tahu, ini mungkin malam terakhir sebelum tanda tangan di meja pengacara menyudahi segalanya.
"Tahu nggak, aku masih inget malam kita pertama kali tidur bareng... bukan karena tubuhmu, tapi karena kamu narik selimutku pas aku lagi mimpi buruk."
Arga menatap dalam. “Dan kamu masih ngigau manggil mantanmu…”
Mereka tertawa kecil. Tapi tawa itu mengering cepat, seperti kopi di cangkir yang mulai dingin. Keheningan kembali datang, kali ini lebih tebal.
Lila mendekat. Dipegangnya tangan Arga, dingin, tapi masih familiar.
"Aku bukan nyesel nikah sama kamu. Aku cuma nyesel... kita terlalu sering nyimpen luka sendiri-sendiri."
Arga mengangguk. Ada air mata di sudut matanya. Tapi malam ini bukan tentang menyalahkan, bukan tentang siapa yang lebih banyak memberi atau pergi.
Malam ini tentang perpisahan yang... dewasa. Tanpa teriak. Tanpa drama.
Hanya dua orang yang pernah saling mencintai... dan memilih berhenti sebelum cinta itu berubah jadi luka yang dalam.