
03/11/2025
Bab 1: Rahasia di Balik Tirai
Fauzan menghela napas panjang saat ia menekan bel rumah mertuanya. Malam ini, ia diminta istrinya untuk mengantarkan beberapa barang ke rumah Bu Heni, ibu mertuanya. Sebenarnya, ia merasa sedikit malas, apalagi setelah seharian bekerja. Tapi, apa boleh buat.
Pintu terbuka, memperlihatkan sosok Bu Heni yang masih tampak anggun meski usianya sudah lewat 40 tahun. Rambutnya tergerai, dan ia hanya mengenakan daster tipis berwarna ungu yang memperlihatkan lek uk tu b uhnya.
“Oh, Fauzan. Masuk, nak,” katanya dengan senyum ramah.
Fauzan menelan ludah. Entah kenapa, setiap kali berhadapan dengan ibu mertuanya, ia selalu merasa sedikit gugup. Ada sesuatu dalam tatapan Bu Heni yang membuatnya tak bisa sepenuhnya nyaman.
Ia meletakkan barang-barang di meja, sementara Bu Heni menutup pintu di belakangnya. “Istrimu nggak ikut?” tanyanya, berjalan mendekat.
“Nggak, dia capek, jadi nitip aku buat antar ini,” jawab Fauzan, berusaha bersikap biasa.
Bu Heni mengangguk, lalu menuangkan segelas teh untuknya. “Duduk dulu, jangan buru-buru pulang.”
Fauzan ragu, tapi akhirnya ia duduk. Ruangan itu terasa sunyi, hanya ada suara jam dinding yang berdetak pelan. Bu Heni duduk di seberangnya, tapi matanya terus menatap Fauzan dengan cara yang sulit dijelaskan.
“Kamu kelihatan capek, Fauzan,” katanya dengan suara lembut. “Kerja terus ya?”
Fauzan mengangguk, mencoba fokus pada tehnya. Tapi kemudian, Bu Heni mengulurkan tangan, menye ntuh punggung tangannya dengan lembut.
“Jangan terlalu keras bekerja. Sesekali, kamu harus menikmati hidup.”
Jantung Fauzan berdegup lebih cepat. Ada sesuatu dalam sentuhan itu yang membuatnya tidak tenang. Namun, ia tidak beranjak. Ia hanya diam, membiarkan sesuatu yang tak seharusnya mulai tumbuh dalam keheningan malam itu.