15/07/2025
Tangis 2 Anak Manado, Padahal Uda Pakai Calo Senilai 200rb atau 2 Juta : Sudah Pakai Seragam Sekolah SMP, Tapi Tak Tau Mau Sekolah di Mana Karena Namanya Ditolak Oleh Sistem dan Itu Membuat Semua Sekolah Menolak Pintu
Tas sudah digendong. Sepatu sudah dipakai. Tapi mereka tak tahu akan melangkah ke sekolah mana.
Hari itu adalah hari pertama masuk sekolah untuk tahun ajaran baru 2025.
Tapi bagi Ikra dan Raisa, itu adalah hari pertama mereka merasa tak diinginkan oleh sistem.
Ikra sebelumnya sudah mendaftar di SMP Negeri 1 Manado, sekolah favorit yang menjadi harapan banyak anak di kota ini.
Namun namanya ditolak oleh sistem.
Ibunya berusaha mencarikan alternatif sekolah lain, namun semuanya juga menutup pintu.
Alasannya? Nama Ikra masih terdaftar di sekolah lain, sekolah yang justru tak meloloskannya.
Alasan sekolah lain menolak Ikra karena kuota di sekolah mereka sudah penuh.
"Mama kong Ikra mo sekolah di mana dang?" tanya Ikra lirih, matanya berkaca-kaca melihat teman-temannya berangkat dengan riang ke sekolah masing-masing.
Berbeda kisah, namun sama luka, Raisa pun menghadapi ketidakjelasan.
Ia mendaftar di SMPN 1 Manado lewat jalur afirmasi, jalur khusus untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu, seperti dirinya.
Orangtuanya penerima PKH, Raisa penerima PIP.
Namun hingga hari pertama sekolah, status pendaftarannya masih "mengusul".
Padahal, sesuai aturan, dari 480 kuota siswa baru SMPN 1 Manado, 20 persen atau 96 kursi disediakan untuk anak-anak afirmasi.
Dari informasi yang beredar, sejumlah orangtua mengaku dimintai uang oleh calo agar anak-anak mereka diterima.
Ada yang diminta Rp 200 ribu, ada yang sampai Rp 2 juta.
Nama seorang calo, Julkifi, disebut sebagai penghubung.
Bahkan, disebutkan bahwa ia kerap “memasukkan” 50-an siswa tiap tahun ke sekolah unggul tersebut.