Kemuge News

Kemuge News Freedom west Papua

02/07/2025
Dana Desa Terima Di publik, Habis Di Hotel sioh Rakyat mu sedang krisis Ekonomi ko kasih habis uang di hotel upahnya aka...
02/07/2025

Dana Desa Terima Di publik, Habis Di Hotel sioh Rakyat mu sedang krisis Ekonomi ko kasih habis uang di hotel upahnya akan terima di lain kemudian syg.🤣🤣
semua orang pengikut Kuligay Viral Papua Viralz Tiktok SEMUA ORANG

10/06/2025

TPNPB Kodap III Ndugama Darakma Melaporkan Berita Perang Dan Duka Nasional Kepada Semua PihakSiaran Pers Ke II Manajemen Markas Pusat KOMNAS TPNPB Per Selasa, 10 Juni 2025Silahkan Ikuti Laporan Dib…

09/06/2025

Hari ini tgl  09/06/2025TNI poliri kasi naik kamera Drunw di atas udara   sekitar kota wamena  siang  jam 12 00 . Sampe dgn   jam 3 00.Lokasi potikelek.  Ter…

Bahlil Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yg secara teoritis dpt  kita s...
09/06/2025

Bahlil Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yg secara teoritis dpt kita sebut sbg agen apropriatif kolonial, atau individu yg melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran. Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial.

Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yg berfungsi sbg mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.

Di Merauke, negara merampas 2,3 juta hektare lahan adat untuk klaster pangan dan energi. Di klaster 2 (Wogikel–Wanam, 283.000 ha) dan klaster 3 (Tanah Miring–Jagebob, 39.579 ha), mesin-mesin Jhonlin Group menggunduli hutan adat dengan kekuatan represif negara sebagai pelindungnya. Sementara di Fakfak, dibangun Kawasan Industri Pupuk seluas 2.000 hektar. Ini adalah ekosida yg dilegalkan, di mana aparat dan undang2 hanya menjadi alat pendukung bagi korporasi.

Oligarki2 seperti Jhonlin Group adalah aktor predatorik dalam struktur kapitalisme Indonesia. Mereka adalah corporate raiders, bukan investor. Mereka tdk membangun, mereka menjarah. Istilah yang lebih tepat bagi mereka adalah perampok ekologis (ecological looters) dan kapitalis parasit (parasitic capitalists), yg menciptakan surplus bukan dari inovasi, melainkan dari perampasan wilayah hidup rakyat kecil.

Dalam paradigma accumulation by dispossession (Harvey, 2005), tanah adat, hutan, dan kehidupan masyarakat dikomodifikasi, diubah menjadi nilai tukar, dan dimasukkan ke dalam sirkuit kapital. Dalam proses ini, yg dihancurkan bukan hanya ekologi, tapi juga ontologi hidup masyarakat adat Papua, atau cara hidup, sistem makna, dan spiritualitas yg berakar dalam tanah dan ruang.

Lebih jauh, proyek ini menunjukkan logika necropolitik (Mbembe, 2003): negara menciptakan kondisi di mana kehidupan rakyat Papua tidak layak hidup, sambil memberikan legitimasi kekerasan atas nama “pembangunan nasional”. Di sini, teknokrasi pembangunan beraliansi dengan militerisme, menciptakan apa yang bisa disebut sebagai rezim militer-kapitalis: suatu tatanan politik di mana kekuatan senjata dan uang bekerja simultan dalam menduduki dan menguasai ruang2 rakyat.

Dalam konteks ini, proyek-proyek PSN bukan kebijakan pembangunan, tapi alat kolonisasi ekonomi. Elite seperti Bahlil tdk bisa lagi disebut sebagai pejabat negara biasa, tetapi sebagai manajer kapitalisme kolonial, sekaligus pencuri identitas politik rakyat Papua. Dengan menyamar sebagai “anak Papua”, ia melakukan apropriasi politik identitas, sebuah bentuk kekerasan simbolik yg menyamarkan kolonialisme sebagai representasi.

Sementara, bupati, gubernur, DPRP, MRP, dan elite adat adalah kolaborator lokal dalam proyek kolonialisme neoliberal. Mereka adalah bagian dari apa yang Frantz Fanon (1961) sebut sebagai “kelas menengah terjajah yg bermimpi menjadi penjajah”, mereka meniru gaya, retorika, dan brutalitas kolonialisme yang menindas bangsanya sendiri demi sedikit kekuasaan dan akses pd meja makan para tuan besar. Mereka adalah klas kolaborator, pelumas mesin penghancur yang bernama PSN.

Dalam logika Gramscian, mereka adalah agen hegemonik, yg mereproduksi kekuasaan kapitalis dari dalam struktur lokal. Mereka menyulap eksklusi menjadi “partisipasi”, menyamarkan perampasan menjadi “kemajuan”. Tapi di balik semua itu, mereka adalah pengkhianat kelas, penjilat kuasa pusat yg rela menjadi pemandu jalan bagi kolonialisme baru yg membunuh hutan, merampok tanah, dan membungkam perlawanan.

Mereka juga datang dg jubah intelektual dan kitab suci di tangan, menyelipkan kekuasaan dalam wacana "pengetahuan" dan "kebenaran rohani". Maka lahirlah satu lapisan pengkhianat baru: kaum intelektual penjinak dan pemuka iman kooptatif. Mereka adalah apa yg Edward Said sebut sebagai “intelektual organik kekuasaan kolonial”, mereka tidak netral, mereka berpihak, dan keberpihakan mereka adalah kpd penindas.

Para akademisi penjinak dan pemuka agama kooptatif adalah ideolog kekuasaan, penjaga narasi resmi kolonialisme. Mereka menabur kebingungan dlm benak rakyat, menekan kesadaran kritis, dan menyamarkan perlawanan sebagai dosa atau irasionalitas.

Mereka adalah bagian dari blok historis hegemonik: aparatus ideologis yang diproduksi untuk menjinakkan radikalisme, melucuti semangat pembebasan, dan mengamankan proyek kolonialisme dan kapitalisme ekstraktif di Papua. Mereka bukan sekadar penonton pasif; mereka adalah koordinator ilusi, plindung moral palsu bagi penguasa.

Jadi, mari bongkar dan lawan para elite komprador yang menjadi perpanjangan tangan Jakarta. Ungkap dan hadapi pemuka agama dan akademisi kooptatif sebagai bagian dari mesin pembius rakyat. Tunjuk para pengusaha dan investor predatorik sebagai penjarah ruang hidup dan musuh rakyat.

Bangsa Papua harus keluar dari jebakan kolonialisme pembangunan dan ilusi negara kesejahteraan. Jalan kita adalah jalan pembebasan. Tidak ada kemerdekaan tanpa kesadaran. Tidak ada pembebasan tanpa perlawanan. Dan tidak ada perlawanan yang menang tanpa organisasi rakyat yang ideologis dan revolusioner.

Oleh: Victor Yeimo

Bahlil Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yg secara teoritis dpt  kita sebut sbg agen apropriatif kolonial, atau individu yg melakukan klaim ide…

09/06/2025

Masyarakat Adat Bakar Alat Berat Perusahaan Nikel di Raja Ampat: Tuntut Penutupan Tambang Raja Ampat, Papua Barat Daya – Kabargunung.Com – Pada Minggu, 8 Juni 2025, sekitar pukul 12:00 Waktu Papua,…

09/06/2025

TPNPB Kodap Sinak Menghimbau Kepada Seluruh Warga Imigran Indonesia Untuk Tinggalkan Wilayah Perang Demi Menjamin Hukum Humaniter Siaran Pers Manajemen Markas Pusat KOMNAS TPNPB Per Senin,  09…

Papua bukan tanah kosong, yang kalian datang garab sampe habis habisan. Seakan akan macam ladang padi yg kalian tanam ke...
09/06/2025

Papua bukan tanah kosong, yang kalian datang garab sampe habis habisan.
Seakan akan macam ladang padi yg kalian tanam kemudian datang panen sesuka hati tanpa kompromi dengan siapa yg berada di daerah tersebut.

Tuhan pencipta langit dan bumi mempercayakan orang papua menjaga tanah ini untuk moyang dan luhur orang Papua dan di wariskan kepada orang Papua.

Di mana kemanusiaan dan rasa peduli terhadap alam...

Tuhan Dengar setiap tetesan dan airmata negeri kami

Bahlil Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yg secara teoritis dpt  kita s...
08/06/2025

Bahlil Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yg secara teoritis dpt kita sebut sbg agen apropriatif kolonial, atau individu yg melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran. Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial.

Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yg berfungsi sbg mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.

Di Merauke, negara merampas 2,3 juta hektare lahan adat untuk klaster pangan dan energi. Di klaster 2 (Wogikel–Wanam, 283.000 ha) dan klaster 3 (Tanah Miring–Jagebob, 39.579 ha), mesin-mesin Jhonlin Group menggunduli hutan adat dengan kekuatan represif negara sebagai pelindungnya. Sementara di Fakfak, dibangun Kawasan Industri Pupuk seluas 2.000 hektar. Ini adalah ekosida yg dilegalkan, di mana aparat dan undang2 hanya menjadi alat pendukung bagi korporasi.

Oligarki2 seperti Jhonlin Group adalah aktor predatorik dalam struktur kapitalisme Indonesia. Mereka adalah corporate raiders, bukan investor. Mereka tdk membangun, mereka menjarah. Istilah yang lebih tepat bagi mereka adalah perampok ekologis (ecological looters) dan kapitalis parasit (parasitic capitalists), yg menciptakan surplus bukan dari inovasi, melainkan dari perampasan wilayah hidup rakyat kecil.

Dalam paradigma accumulation by dispossession (Harvey, 2005), tanah adat, hutan, dan kehidupan masyarakat dikomodifikasi, diubah menjadi nilai tukar, dan dimasukkan ke dalam sirkuit kapital. Dalam proses ini, yg dihancurkan bukan hanya ekologi, tapi juga ontologi hidup masyarakat adat Papua, atau cara hidup, sistem makna, dan spiritualitas yg berakar dalam tanah dan ruang.

Lebih jauh, proyek ini menunjukkan logika necropolitik

28/02/2022

Portal berita yang menyajikan informasi terhangat baik peristiwa politik, entertainment dan lain lain

Address

Sydney, NSW
1080

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Kemuge News posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Kemuge News:

Share