30/10/2024
Di sebuah malam yang dingin, hujan turun perlahan, mengetuk lembut jendela kayu kamar seorang gadis bernama Nara. Awalnya, hanya ada suara rintik-rintik halus seperti bisikan yang ramah. Hujan seolah merayap mendekati mimpi-mimpi, menyanyikan lagu alam yang hanya bisa terdengar di tengah malam.
Lama-kelamaan, suara itu tumbuh lebih dalam. Setiap tetes terasa seperti nada rendah dari orkestra malam yang tak terlihat. Di kejauhan, gemuruh petir samar terdengar, seperti suara napas bumi yang dalam, bergulung lembut. Tak ada kesan mengancam. Petir-petir itu seperti penjaga yang bercerita dengan tenang, bahwa malam ini aman, bahwa badai tak akan melukai.
Nara menyelipkan dirinya lebih dalam di balik selimut, merasakan hangat yang melingkupi tubuhnya. Suara hujan yang semakin deras, meresap ke dalam pikirannya, menenangkan segala resah yang masih berusaha merayap masuk. Gemuruh badai pun seperti teman lama yang hanya ingin menyertainya, tak pernah berniat mengejutkan. Ketika petir menyambar dengan suara sedikit lebih keras, ia justru merasa damai, seolah-olah pelukan langit sedang melindunginya dari dinginnya malam.
Di antara suara hujan yang terus mengalir dan gemuruh petir yang bergulung lembut, Nara merasa seluruh tubuhnya mulai mengendur. Matanya perlahan terpejam, terbuai oleh orkestra alam yang menenangkan. Badai dan hujan tak lagi hanya sekedar cuaca; mereka berubah menjadi lagu pengantar tidur yang menghanyutkan. Perlahan, kesadaran Nara pudar dalam kehangatan, dan ia pun tertidur pulas, terlindung dalam irama alam yang mengalun lembut.
Di luar, badai terus bercerita, menjaga mimpinya tetap damai hingga pagi menjelang.
Suara yang terbayang adalah suara gemuruh petir yang dalam dan lembut, terdengar dari kejauhan sehingga tidak terlalu keras. Suara gemuruh datang perlahan, b...