Inspirasi Kehidupan Cinta

Inspirasi Kehidupan Cinta >OPEN JASA ENDORSE SEMUA PRODUK<


NB :
Untuk keterangan selanjutnya bisa langsung email yang tertera di info halaman kami
(1)

Perjuangan Tukang Pijat Buta Rawat Bapaknya yang StrokeNajamudin 34 tahun (buta) alamat desa lenek lauk kabupaten lombok...
17/10/2025

Perjuangan Tukang Pijat Buta Rawat Bapaknya yang Stroke
Najamudin 34 tahun (buta) alamat desa lenek lauk kabupaten lombok timur, setiap hari jalan berkeliling dari kampung ke kampung menawarkan jasa tukang pijit,dengan membawa tongkat kayu sebagai penunjuk jalan.

saya harus semangat dan kuat kata najamudin,sebab saya sebagai tulang punggung,sebab bapaknya saya struk belasan tahun yang lalu sampai sekarang ujarnya,dari mencari nafkah sampai merawat bapak saya setiap hari saya lakukan,,, pungkasnya lagi,,,

saya terlahir normal seperti anak yang lain,namun semenjak umur 5 tahun penglihatan saya sudah mulai kabur,semakin hari penglihatan saya semakin gelap dan sampai sekarang saya tdk bisa melihat,saya mau periksa ke dokter namun tidak ada biaya,saya hanya di upah 5-10 ribu setiap memijit,itupun kalau ada yang nyuruh ungkapnya, bahkan walaupun berjalan berkilo-kilo seharian full tidak dapat pelanggan satupun,

Sungguh miris nasib najamudin dan bapaknya, tinggal di gubuk yang sempit dan tidur beralaskan seadanya namun semangat najamudin merawat bapaknya sungguh begitu luar biasa,,,mari kita bantu ringankan beban najamudin dan bapaknya biar bisa mendapatkan penanganan kesehatan dan kehidupan yang layak.

Link donasi https://raihmimpi.id/info-campaign/595877542744e4808e1c

Jalan Pakai Tangan, Difabel Jual Gula Aren Hingga Turun Gunung Demi Bisa MakanHati terisak melihat seorang pemuda membaw...
17/10/2025

Jalan Pakai Tangan, Difabel Jual Gula Aren Hingga Turun Gunung Demi Bisa Makan
Hati terisak melihat seorang pemuda membawa dagangan sambil menyeret kakinya. Sendal dipakai ditangan, karena Ia tak punya kedua kaki..
Namanya diketahui adalah Herman. Ia bertempat tinggal di atas puncak gunung di kota kembang yang rela turun ke pemukiman untuk menjual gula aren. Jaraknya 2 jam, saking jauhnya.
Katanya sudah 2 tahun berjualan dan saat ini Ia yang menggantikan ayahnya mencari nafkah. Sang ayah jatuh sakit dan mau tak mau Ialah tumpuan keluarganya.
Kondisi Herman tak sempurna. Ia berjuang sekuat tenaga agar bisa pulang mendapat secercah rupiah demi bisa makan.
Berharap bisa mendapatkan pekerjaan lain, tapi apadaya. Ia saja tak sekolah dan tak punya keterampilan tambahan. Sedih, hari itu bahkan baru kami yang membelinya sementara Ia juga harus setoran atas gula aren yang diambil dari bosnya..
Pilu akses ke rumahnya yang di kaki gunung begitu terjal bahkan jalanan yang ia tempuh sehari-hari penuh bebatuan. Ia tahan meski kaki lecet dan berdarah. Belum lagi jual gula aren tak mudah dan tak semua orang bersedia membelinya. Sebab gula aren juga bisa dibeli seperti di warung sembako maupun warung sayur.

17/10/2025
Makan Nasi Sisa! Mak Wangsih: Lansia 72 Tahun Hidup Sebatang Kara!“Alhamdulillah ini ada yang ngasih nasi (sisa) dari or...
17/10/2025

Makan Nasi Sisa! Mak Wangsih: Lansia 72 Tahun Hidup Sebatang Kara!
“Alhamdulillah ini ada yang ngasih nasi (sisa) dari orang kemarin, sama Emak di Iritin buat hari ini juga biar bisa makan nasi sama lauk (telur) yang kemarin”, Ucap Mak Wangsih
Mak Wangsih (72 tahun) sudah belasan tahun hidup sebatang kara di sebuah gubuk yang hampir rubuh sejak sang suami meninggal karena penyakit stroke. Mak Wangsih dan suami dulu tidak memiliki anak, dan mereka tidak ingat atau tidak tahu masih memiliki saudara atau tidak karena sudah puluhan tahun tidak lagi bertemu dengan mereka.
Kehidupan Mak Wangsih kini sangatlah memprihatinkan, bagaimana tidak!, tidak memiliki saudara, badan sudah semakin renta akan penyakit, dan hanya mampu bekerja sebagai buruh di perkebunan saja.
Bahkan tidak jarang Mak Wangsih makan makanan sisa yang sudah berhari hari Mak Wangsih simpan agar bisa makan di kemudian harinya.
“yang penting bisa makan juga Emak sudah Alhamdulillah, kalau soal rasa makanan (basi) Emak gak tau mana makanan yang sudah rusak atau gak dek”, Ucap Mak Wangsih bercerita saking seringnya beliau makan makanan sisa.
Walau tidak baik untuk kesehatan, namun mau bagaimana lagi. Emak tidak punya pilihan ketimbang tidak makan.
Penghasilan Mak Wangsih kini semenjak sang suami meninggal hanyalah mengandalkan bekerja sebagai tenaga kerja harian di perkebunan warga sekitar. Mak biasanya di bayar 10 sampe 15 ribu perharinya bekerja dari pagi hingga siang hari. Itupun jika ada yang mau menggunakan jasa buruh kebun Mak Wangsih.
Kesehatan Mak Wangsih pun kini semakin menurun, penglihatan yang sudah kabur karena katarak, pendengaran yang sudah sangat lemah, dan juga sekarang tubuh Mak Wangsih bergetar walaupun saat sedang duduk.
Sudah puluhan tahun hidup, dasar negara keadilan sosial bagi seluruh warga negara Indonesia masih belum bisa di rasakan oleh Mak Wangsih sampai saat ini.

ya Allah limpahkanlah Rezki dan kesehatan pada ibu ini ,dan keluarga amiiin ya allah 🥹🥲
17/10/2025

ya Allah limpahkanlah Rezki dan kesehatan pada ibu ini ,dan keluarga amiiin ya allah 🥹🥲

Pedih! Bocah 11 Tahun Berjuang di Jalanan Demi Bisa Beli Seragam SekolahKalau dagangan Nia gak laku, nanti nia gak punya...
16/10/2025

Pedih! Bocah 11 Tahun Berjuang di Jalanan Demi Bisa Beli Seragam Sekolah
Kalau dagangan Nia gak laku, nanti nia gak punya uang buat makan...
Di usianya yang seharusnya diisi tawa dan bermain, Dek Nia (11 tahun) justru harus menanggung beban berat membantu keluarga. Masih duduk di kelas 5 SD, setiap hari sepulang sekolah Nia langsung berjualan kue keliling dari jam 12 siang hingga malam. Kadang dagangannya belum habis sampai jam 9 malam. Saat libur sekolah, Nia mulai berjualan sejak pagi hari.

Setiap hari, pundaknya memikul 5 keranjang kue berisi total 250 bungkus. Bersama sang ibu dan adik kecilnya, mereka berjalan kaki. Hujan, panas, lelah, hingga rasa sakit di pundaknya jadi hal biasa bagi Nia. Tapi dia tetap tersenyum.
Aku ingin jadi dokter, biar bisa rawat Mamah kalau sakit dan gak usah bayar...
Nia punya mimpi mulia: menjadi dokter agar bisa merawat ibunya yang dulu pernah mengalami k*c*l4kan saat sedang mengandung. K*c*l4kan itu membuat sang ibu kehilangan pekerjaan sebagai sales dan memaksa mereka mencari cara lain untuk bertahan hidup.

Sejak usia 8 bulan, Nia mengidap epilepsi. Sayangnya, karena keterbatasan biaya, pengobatannya berhenti sejak usia 4 tahun. Satu botol obat epilepsi harganya Rp200.000, dan keluarga mereka tak sanggup membelinya.
Dek Nia pernah ditipu uang palsu saat berjualan, kehilangan dagangan dan uang kembalian. Ia menangis dan merasa bersalah.Sering dib*lly di sekolah karena jualan atau hanya karena memakai kacamata saat matanya merah karena sakit. Seragam olahraga dan batiknya sudah sempit dan bukan seragam sekolah sekarang. Nia hanya ingin seragam yang sama dengan teman-temannya agar tidak merasa berbeda.

Kadang hanya punya Rp5.000 untuk beli makan. Satu bungkus nasi pun harus dibagi dua. Jika adiknya ikut makan, maka Nia memilih menahan lapar.
Nia dan dua adiknya, Juna (kelas 2 SD) dan Rena (4 tahun), hidup dalam perjuangan yang besar. Juna pun kadang ikut berjualan, meski sering dib*lly juga karena itu.
Mereka tidak minta banyak. Nia hanya ingin bisa terus sekolah, bisa beli seragam baru, bisa makan cukup, dan yang terpenting: ingin ibunya dan adik-adiknya tidak perlu lagi berjualan keliling di jalanan.

Jual Dawet Tak Laku,  Mbah Terpaksa Makan Nasi Aking Campur GaramWajah keriput nya banjir keringat. Kelelahan bukan main...
16/10/2025

Jual Dawet Tak Laku, Mbah Terpaksa Makan Nasi Aking Campur Garam
Wajah keriput nya banjir keringat. Kelelahan bukan main setelah berjalan kaki sambil membawa dawet jualannya seberat 15 kg. Mbah Surtini (78) harus berjuang seorang diri di masa senjanya demi bertahan hidup. Jika mbah tak jualan keliling, darimana mbah bisa makan?

Pagi-pagi sekali mbah harus bangun untuk menyiapkan dawet yang akan ia bawa keliling. Setelah semuanya siap mbah akan berjalan keliling dari satu kampung ke kampung lain sejauh 5km, bahkan lebih.
Jangan tanya bagaimana rasanya. Kakinya gemetaran, keringat mengucur deras. Mbah lelah hampir menangis sangat menceritakan betapa sebenarnya tubuhnya sakit harus bekerja sekeras ini. Namun mbah tak punya pilihan.

Hari ini saja mbah belum makan karena tak ada makanan yang bisa beliau makan. SEDIH BANGET!
Kejadian ini sering kali terjadi terlebih saat dawet dagangannya tak laku. Kadang mbah cuma bisa makan nasi sisa yang hampir aking dicampur dengan kecap atau mie instant untuk ganjal lapar.

Berjuang sekeras ini pun, kadang masih ada orang nakal yang membeli dawet mbah namun kabur tidak membayar! Padahal dawet yang dijual mbah harganya sangat murah. Jika orang hanya mampu membeli 2 ribu perak, mbah pun tetap memberi. Berapapun nominal yang diberikan pembeli, mbah ikhlas.
“Kalau ada yang beli 3 ribu ya Alhamdulillah,” ucap beliau dengan bergetar.
Bayangkan jika hujan deras datang mengguyur. Mbah tak sanggup berlari. Kakinya sudah renta, tak sanggup berjalan cepat. Berjalan biasa sambil membawa dawet saja rasanya sudah berat sekali seperti nyaris pingsan.
Pun saat matahari terik, mbah harus sekuat tenaga menahan panas, terus berjalan berharap ada yang datang membeli dawetnya.

Karena jika tidak, mbah bisa terancam kelaparan.
Link donasi https://kitabisa.com/campaign/simpulbantumbah/story

Address

Anekaelok

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Inspirasi Kehidupan Cinta posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Inspirasi Kehidupan Cinta:

Share

Kehidupan Cinta

“ Belajar tenang, karena saya pernah menyesal terburu-buru. Belajar berhenti marah, karena saya sering melihat penyesalan karena marah. Belajar ikhlas, karena saya tahu Allah Maha Adil. Belajar memulai lagi, karena hidup terus berjalan.”