Aceh Sultanate History

Aceh Sultanate History Sejarah Ulama Ulama Dan Raja Raja Aceh Serta Sejarah Aceh Dulu serta Seni Budaya Tradisional Aceh

Satu-satunya orang yang datang ke gunung Qaf adalah Iskandar Zulkarnaen
14/11/2025

Satu-satunya orang yang datang ke gunung Qaf adalah Iskandar Zulkarnaen

Baru tau ternyata nama Iskandar Zulkarnaen termaktub dalam kitab manuskrip kerajaan Aceh Bustanus salatin               ...
14/11/2025

Baru tau ternyata nama Iskandar Zulkarnaen termaktub dalam kitab manuskrip kerajaan Aceh Bustanus salatin

Innalillahi wainnailaihi raji'un, pria yang sakit kritis akhirnya meninggal dunia setelah ditolak oleh Rumah sakit Perta...
14/11/2025

Innalillahi wainnailaihi raji'un, pria yang sakit kritis akhirnya meninggal dunia setelah ditolak oleh Rumah sakit Pertamina Rantau Aceh Tamiang.
Mari kita viralkan semoga kabar ini sampai kepada Gubernur Aceh Muzakkir Manaf / Muallem

Innalillahi wainnailaihi raji'un, pria yang sakit kritis akhirnya meninggal dunia setelah ditolak oleh Rumah sakit Perta...
14/11/2025

Innalillahi wainnailaihi raji'un, pria yang sakit kritis akhirnya meninggal dunia setelah ditolak oleh Rumah sakit Pertamina Rantau Aceh Tamiang.
Mari kita viralkan semoga sampai berita ini ke Gubernur Aceh

13/11/2025
13/11/2025
13/11/2025

Pemerintah Aceh Melalui Lembaga Wali Nanggroe Aceh Anugerahi Gelar " PETUA PANGLIMA HUKOM " UNTUK MENDAGRI TITO KARNAVIAN.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerima gelar kehormatan “Petua Panglima Hukom” dari Lembaga Wali Nanggroe Aceh. Prosesi penganugerahan berlangsung khidmat di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu (12/11/2025). Pemberian gelar kehormatan itu ditandai dengan penyematan lencana dan selempang oleh Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud Al Haythar.

Kemudian dilanjutkan dengan prosesi peusijuek atau upacara adat Aceh yang dipandu langsung oleh Wali Nanggroe.

Dalam sambutannya, Tito menyampaikan terima kasih atas penganugerahan gelar tersebut, baik secara pribadi, keluarga, maupun atas nama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurutnya, penghargaan tersebut sangat istimewa lantaran diberikan oleh Lembaga Wali Nanggroe yang memiliki legitimasi kuat secara sosial, sosiologis, dan yuridis. "Jadi ini adalah lembaga yang secara hukum kuat dan secara sosial mendapatkan legitimasi. Mendapatkan penghargaan dari lembaga ini merupakan kebahagiaan yang sangat luar biasa bagi saya," ujar Tito dalam rilis pers yang diterima Kompas,com, Rabu.

Tito menjelaskan, dirinya tidak menyangka akan memperoleh penghargaan tersebut. Beberapa waktu sebelumnya, Wali Nanggroe beserta rombongan melakukan audiensi di Kantor Kemendagri.

Dalam pertemuan itu, Tito dan Wali Nanggroe membahas situasi terkini di Aceh, termasuk perkembangan pembangunan, politik, keamanan, dan berbagai aspek lainnya. Saat itu, Wali Nanggroe juga menyampaikan niat untuk memberikan gelar adat kepada Tito.

Merespons hal itu, Tito mengaku kaget atas niat baik tersebut. Wali Nanggroe kemudian menjelaskan bahwa penghargaan tersebut diberikan karena Mendagri Tito dinilai telah memberikan banyak kontribusi terhadap Aceh, baik saat menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) maupun Mendagri. "Beliau (Wali Nanggroe) menjelaskan, ‘Pak Tito selama menjadi Kapolri banyak memberikan perhatian kepada Aceh, sehingga stabilitas dan keamanan tetap terjaga. Hal itu tetap berlanjut pada saat menjadi Mendagri dengan tetap menjaga stabilitas politik dan keamanan, sehingga situasi menjadi tetap stabil hingga saat ini’," imbuhnya.

Pada kesempatan tersebut, Tito menekankan bahwa Aceh merupakan daerah yang memiliki sejarah panjang di Indonesia. Upaya perdamaian atas konflik yang sempat terjadi di Aceh dinilai menjadi percontohan dunia. Tito berharap langkah-langkah yang telah dibangun tersebut dapat terus dijaga.

Sebagai informasi, gelar kehormatan Petua Panglima Hukom Nanggroe diberikan kepada Tito atas pengabdian dan dedikasinya sebagai Kapolri dan Mendagri. Ia dinilai menunjukkan perhatian, kebijakan, dan komitmen tinggi terhadap keamanan, hukum, serta pemerintahan di Aceh. Selain itu, Tito juga dianggap telah menjalankan pendekatan keilmuan, kebijaksanaan, serta menjaga keseimbangan antara syariat, adat, dan hukum negara. Ia pun dinilai berperan penting dalam menjaga stabilitas serta marwah Aceh sebagai daerah berkeistimewaan dan bersyariat Islam.

13/11/2025

Mengungkap Misteri Gundik Belanda di Aceh yang mereka bawa dari Jawa lewat buku Zentgraf yang berjudul "De Atjeh"

Nusantaranews,net – Catatan mengenai wanita Aceh yang dijadikan gundik oleh para perwira Belanda tercatat dalam buku karya Zentgraf yang berjudul “De Atjeh”.

Gundik adalah istilah untuk istri tidak resmi atau perempuan simpanan, terutama Perlakuan terhadap gundik bisa bervariasi, tergantung status sosial lelakinya atau sikap istrinya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata gundik diartikan dengan bini gelap, perempuan peliaraan, dan istri yang tidak pernah dikawin.

Pertama, adalah istri tidak resmi atau selir, dan yang kedua adalah perempuan piaraan (bini gelap). Istilah ini sejatinya turunan kata dari ‘pergundikan’, yang berarti ikatan hubungan di luar perkawinan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki dengan alasan tertentu.

Dalam bukunya ia mencatat, bahwa ketika hubungan Sosial Belanda dan Pribumi Jawa kian meningkat seiring ekspedisi Belanda yang menjangkau pedalaman untuk menumpas para Grilyawan, para Perwira Belanda banyak menjadikan wanita Jawa sebagai gundiknya.

Menariknya, dalam buku tersebut juga dikisahkan mengenai tujuan mereka menjadikan wanita Jawa sebagai gundiknya, adapun tujuannya salah satunya adalah “Mempelajari Bahasa dan Budaya Jawa” sementara tujuan puncak dari Praktek pergundikan.

Gundik asal Jawa pang paling terkenal dalam sejarah Aceh adalah wanita yang disebut sebagai Istri simpanan.

Ada juga saat itu suaminya tengah berjuang menjadi tentara marsose wanita tersebut dijadikan sebagai gundik perwira Belanda.

Zuftazani dalam De Atjeh Oorlog (hlm, 438) menyebutkan “Seorang perwira Belanda yang mempunyai gundik dari wanita Jawa.

Gundik itu tidak berkurang hormatnya pada tuannya walaupun tuannya adalah seorang kafir.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa hasil pergundikan antara Perwira Belanda dan wanita Jawa sisa-sisanya masih dapat dilihat sampai sekarang dari sebaran penduduk yang mempunyai darah Belanda.

Orang-orang keturunan Eropa di Jawa biasa umumnya mereka dianggap sebagai keturunan Belanda, tanpa sama sekali menyebut jika nenek moyang mereka merupakan hasil Kawin campur antara Perwira Belanda dengan wanita Jawa yang dijadikan sebagai gundik tuan Belandanya.(*)

Silahkan bagikan

13/11/2025
13/11/2025
Mengungkap misteri Gundik Jawa yang dibawa oleh Belanda ke aceh
12/11/2025

Mengungkap misteri Gundik Jawa yang dibawa oleh Belanda ke aceh

Mengungkap Misteri Gundik Belanda di Aceh yang mereka bawa dari Jawa lewat buku Zentgraf yang berjudul "De Atjeh"

Nusantaranews,net – Catatan mengenai wanita Aceh yang dijadikan gundik oleh para perwira Belanda tercatat dalam buku karya Zentgraf yang berjudul “De Atjeh”.

Gundik adalah istilah untuk istri tidak resmi atau perempuan simpanan, terutama Perlakuan terhadap gundik bisa bervariasi, tergantung status sosial lelakinya atau sikap istrinya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata gundik diartikan dengan bini gelap, perempuan peliaraan, dan istri yang tidak pernah dikawin.

Pertama, adalah istri tidak resmi atau selir, dan yang kedua adalah perempuan piaraan (bini gelap). Istilah ini sejatinya turunan kata dari ‘pergundikan’, yang berarti ikatan hubungan di luar perkawinan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki dengan alasan tertentu.

Dalam bukunya ia mencatat, bahwa ketika hubungan Sosial Belanda dan Pribumi Jawa kian meningkat seiring ekspedisi Belanda yang menjangkau pedalaman untuk menumpas para Grilyawan, para Perwira Belanda banyak menjadikan wanita Jawa sebagai gundiknya.

Menariknya, dalam buku tersebut juga dikisahkan mengenai tujuan mereka menjadikan wanita Jawa sebagai gundiknya, adapun tujuannya salah satunya adalah “Mempelajari Bahasa dan Budaya Jawa” sementara tujuan puncak dari Praktek pergundikan.

Gundik asal Jawa pang paling terkenal dalam sejarah Aceh adalah wanita yang disebut sebagai Istri simpanan.

Ada juga saat itu suaminya tengah berjuang menjadi tentara marsose wanita tersebut dijadikan sebagai gundik perwira Belanda.

Zuftazani dalam De Atjeh Oorlog (hlm, 438) menyebutkan “Seorang perwira Belanda yang mempunyai gundik dari wanita Jawa.

Gundik itu tidak berkurang hormatnya pada tuannya walaupun tuannya adalah seorang kafir.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa hasil pergundikan antara Perwira Belanda dan wanita Jawa sisa-sisanya masih dapat dilihat sampai sekarang dari sebaran penduduk yang mempunyai darah Belanda.

Orang-orang keturunan Eropa di Jawa biasa umumnya mereka dianggap sebagai keturunan Belanda, tanpa sama sekali menyebut jika nenek moyang mereka merupakan hasil Kawin campur antara Perwira Belanda dengan wanita Jawa yang dijadikan sebagai gundik tuan Belandanya.(*)

Silahkan bagikan

Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Gubernur Aceh Muzakkir Manaf melalui Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud memberikan Anu...
12/11/2025

Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Gubernur Aceh Muzakkir Manaf melalui Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud memberikan Anugerah " PEUTUA PANGLIMA HUKOM " untuk menteri dalam negeri / Mendagri Tito Karnavian digedung Wali Nanggroe Aceh

Pemerintah Aceh Melalui Lembaga Wali Nanggroe Aceh Anugerahi Gelar " PETUA PANGLIMA HUKOM " UNTUK MENDAGRI TITO KARNAVIAN.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerima gelar kehormatan “Petua Panglima Hukom” dari Lembaga Wali Nanggroe Aceh. Prosesi penganugerahan berlangsung khidmat di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu (12/11/2025). Pemberian gelar kehormatan itu ditandai dengan penyematan lencana dan selempang oleh Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud Al Haythar.

Kemudian dilanjutkan dengan prosesi peusijuek atau upacara adat Aceh yang dipandu langsung oleh Wali Nanggroe.

Dalam sambutannya, Tito menyampaikan terima kasih atas penganugerahan gelar tersebut, baik secara pribadi, keluarga, maupun atas nama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurutnya, penghargaan tersebut sangat istimewa lantaran diberikan oleh Lembaga Wali Nanggroe yang memiliki legitimasi kuat secara sosial, sosiologis, dan yuridis. "Jadi ini adalah lembaga yang secara hukum kuat dan secara sosial mendapatkan legitimasi. Mendapatkan penghargaan dari lembaga ini merupakan kebahagiaan yang sangat luar biasa bagi saya," ujar Tito dalam rilis pers yang diterima Kompas,com, Rabu.

Tito menjelaskan, dirinya tidak menyangka akan memperoleh penghargaan tersebut. Beberapa waktu sebelumnya, Wali Nanggroe beserta rombongan melakukan audiensi di Kantor Kemendagri.

Dalam pertemuan itu, Tito dan Wali Nanggroe membahas situasi terkini di Aceh, termasuk perkembangan pembangunan, politik, keamanan, dan berbagai aspek lainnya. Saat itu, Wali Nanggroe juga menyampaikan niat untuk memberikan gelar adat kepada Tito.

Merespons hal itu, Tito mengaku kaget atas niat baik tersebut. Wali Nanggroe kemudian menjelaskan bahwa penghargaan tersebut diberikan karena Mendagri Tito dinilai telah memberikan banyak kontribusi terhadap Aceh, baik saat menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) maupun Mendagri. "Beliau (Wali Nanggroe) menjelaskan, ‘Pak Tito selama menjadi Kapolri banyak memberikan perhatian kepada Aceh, sehingga stabilitas dan keamanan tetap terjaga. Hal itu tetap berlanjut pada saat menjadi Mendagri dengan tetap menjaga stabilitas politik dan keamanan, sehingga situasi menjadi tetap stabil hingga saat ini’," imbuhnya.

Pada kesempatan tersebut, Tito menekankan bahwa Aceh merupakan daerah yang memiliki sejarah panjang di Indonesia. Upaya perdamaian atas konflik yang sempat terjadi di Aceh dinilai menjadi percontohan dunia. Tito berharap langkah-langkah yang telah dibangun tersebut dapat terus dijaga.

Sebagai informasi, gelar kehormatan Petua Panglima Hukom Nanggroe diberikan kepada Tito atas pengabdian dan dedikasinya sebagai Kapolri dan Mendagri. Ia dinilai menunjukkan perhatian, kebijakan, dan komitmen tinggi terhadap keamanan, hukum, serta pemerintahan di Aceh. Selain itu, Tito juga dianggap telah menjalankan pendekatan keilmuan, kebijaksanaan, serta menjaga keseimbangan antara syariat, adat, dan hukum negara. Ia pun dinilai berperan penting dalam menjaga stabilitas serta marwah Aceh sebagai daerah berkeistimewaan dan bersyariat Islam.

Address

Banda Aceh

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Aceh Sultanate History posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Aceh Sultanate History:

Share