29/09/2025
Syekh Junaid al-Batawi salah satu ulama besar asal Betawi yang ilmunya diakui luas, bahkan hingga Mekkah.
Awal Kehidupan dan Latar Keluarga.
Syekh Junaid al-Batawi dipercaya lahir di Pekojan, Jakarta Barat (Betawi, Indonesia).
Dalam tradisi lokal, disebutkan bahwa beliau memiliki garis keturunan “darah biru”, termasuk silsilah yang menghubungkan ke pendiri Kesultanan Demak ataupun tokoh-tokoh sayyid/habaib.
Disebutkan bahwa beliau memiliki empat orang anak: dua putra dan dua putri.
Putra: As’ad dan Said.
Putri: salah satu dinikahkan dengan Abdurrahman al-Mishri, dan satu lagi dengan muridnya, Syekh Mujitaba al-Betawi.
Hijrah ke Makkah dan Aktivitas Ilmiah.
Di Makkah, beliau dikenal sebagai pengajar Mazhab Syafi’i dan menjadi figur ulama penting di antara komunitas ilmiah Masjidil Haram dan sekitarnya.
Ia memperoleh gelar penghormatan “Syaikhul Masyāyikh” (guru para guru) dari kalangan umat dan ulama karena posisinya sebagai guru banyak ulama dan kharismanya ilmu.
Jabatan sebagai Imam Masjidil Haram.
Dalam banyak literatur populer, Syekh Junaid al-Batawi disebut sebagai orang Indonesia / Betawi pertama yang dipercaya menjadi imam di Masjidil Haram di Makkah.
Pengangkatan beliau sebagai imam Masjidil Haram menegaskan tinggi keilmuan dan kepercayaan para ulama serta penguasa lokal di Hijaz kepadanya.
Dalam catatan, beberapa ulama Nusantara (termasuk dari Betawi) menjadi murid dan pengikut pengajaran beliau selama dia menjabat imam dan pengajar di Makkah.
Murid, Warisan Ilmu, dan Hubungan Kekeluargaan.
Murid-murid utama
Beberapa nama murid yang sering disebut dalam tradisi dan literatur populer:
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, murid yang sangat dikenal dan meneruskan garis keilmuan, pengarang Tafsir Al-Munir dan banyak kitab lainnya.
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, juga disebut sebagai murid beliau; menjadi imam, khatib, dan m***i Mazhab Syafi’i di Makkah.
Syekh Mujitaba al-Betawi, dikatakan sebagai murid yang juga menikah dengan salah satu putrinya.
Ada juga sebutan murid-murid lokal Betawi atau Jawa yang belajar kepadanya di Makkah ataupun “kerabat-ulama Betawi” yang berjejaring ke Makkah.
Hubungan keluarga dan kedudukan sosial.
Seperti disebut sebelumnya, dua putri beliau menikah dengan tokoh ulama luar (Abdurrahman al-Mishri) dan muridnya (Mujitaba).
Keluarga beliau dikabarkan mendapatkan penghormatan istimewa oleh penguasa Hijaz setelah kontestasi politik (misalnya ketika Syarif Ali ditaklukkan oleh Ibnu Saud) satu syarat penyerahan adalah agar “keluarga Syekh Junaid tetap dihormati setara keluarga raja”.
Keturunan Betawi dari garisnya terus ada dan disebut-sebut masih berada dalam proteksi kerajaan Saudi Arabia sampai era modern.
Tahun Wafat, Lokasi Makam, dan Kontroversi Kritis
Ada sumber populer yang menyebut beliau wafat pada tahun 1840 M di usia sekitar 100 tahun, dan dimakamkan di kompleks pemakaman Al-Ma’la, Makkah.
Lokasi makam yang umum disebut adalah Pemakaman Al-Ma’la, tidak jauh dari Masjidil Haram.
Karomah, Keistimewaan, dan Penghormatan.
Mengenai karomah (kewalian / mujizat) beliau, sumber-sumber yang bisa diuji kebenarannya sangat terbatas. Namun dalam tradisi lisan dan kisah populer terdapat beberapa catatan/kepercayaan:
1. Penghormatan tinggi dari penguasa Hijaz, bahwa keluarganya dianggap setara keluarga Raja Ibnu Saud sebagai bagian dari kesepakatan politik, sebagai penghormatan atas kedudukan beliau.
2. Waktu lanjut usia tetap aktif memimpin zikir / doa / pengajian meskipun suaranya melemah, masih diminta memimpin doa penutup atau zikir dalam pertemuan ulama.
3. Dalam beberapa catatan lokal, setiap haul (peringatan kematian) murid-murid seperti Nawawi al-Bantani menyelipkan pembacaan Al-Fatihah untuk Syekh Junaid, sebagai bentuk penghormatan spiritual semacam keyakinan bahwa ruh beliau masih dihormati dalam komunitas.
Wallahu a'lam.