Hai Aceh - Peu Haba?

Hai Aceh - Peu Haba? Contact information, map and directions, contact form, opening hours, services, ratings, photos, videos and announcements from Hai Aceh - Peu Haba?, News & Media Website, Banda.

Berita Tentang Situasi dan Kondisi Aceh

Provinsi Aceh adalah salah satu Provinsi di Pulau Sumatera yang masuk ke dalam wilayah administrasi Negara Kesatuan Repu...
12/05/2025

Provinsi Aceh adalah salah satu Provinsi di Pulau Sumatera yang masuk ke dalam wilayah administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Aceh terletak di bagian paling barat Sumatera dengan ibu kota Banda Aceh. Luas wilayah Provinsi Aceh mencapai 5.677.081 hektare.

Wilayah tersebut terdiri dari 18 Kabupaten, 5 Kota, 290 Kecamatan, dan 6.497 gampong (kelurahan/desa). Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh, total pop**asi penduduk Provinsi Aceh pada tahun 2020 mencapai 5.274.871 jiwa. Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah istimewa yang diberikan kewenangan otonomi khusus. Salah satu yang membedakan Provinsi Aceh dengan Provinsi lain di Indonesia adalah penerapan hak otonom pelaksanaan syariat Islam.

Sejarah Provinsi Aceh

Sejarah mencatat bahwa Aceh merupakan tempat awal masuknya ajaran Islam di Indonesia. Di Aceh pada pertengahan abad ke-12 berdiri kerajaan Islam pertama di Indonesia yaitu Kerajaan Samudera Pasai. Kemudian, berdiri Kesultanan Aceh Darussalam yang mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil dengan masa kejayaan pada abad ke-17. Pada abad ke-18, Aceh kemudian menghadapi masa perlawanan terhadap kolonial dengan perjuangan melawan Portugis, Inggris, Belanda, hingga Jepang. Sejumlah tokoh terkenal lahir di Aceh sebagai simbol kegigihan rakyat Aceh melawan penjajah seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien.

Selanjutnya, sejak bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat, Aceh merupakan salah satu daerah atau bagian dari negara Republik Indonesia sebagai sebuah karesidenan dari Provinsi Sumatera. Pada akhir tahun 1949, Karesidenan Aceh dikeluarkan dari Provinsi Sumatera Utara dan selanjutnya ditingkatkan statusnya menjadi Provinsi Aceh. Kemudian berdasarkan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950, Provinsi Aceh kembali menjadi Karesidenan sebagaimana halnya pada awal kemerdekaan.

Enam tahun berselang, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang pembentukan kembali Provinsi Aceh yang meliputi seluruh wilayah bekas Karesidenan Aceh. Pemerintah Indonesia selanjutnya mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, status Provinsi Aceh menjadi Daerah Swatantra Tingkat I dan pada tanggal 27 Januari 1957.

Status keistimewaan Aceh diresmikan dengan keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/MISSI/1959. Maka sejak tanggal 26 Mei 1959 Daerah Swatantra Tingkat I atau Provinsi Aceh diberi status “Daerah Istimewa” dengan sebutan lengkap Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965.

Pemberian otonomi khusus kepada Aceh disahkan dalam Undang-Undang no. 18 tahun 2002 dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh berubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 46 Tahun 2009 tentang Penggunaan Sebutan Nama Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan alam Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Aceh tertanggal 7 April 2009, Nanggroe Aceh Darussalam resmi berubah nama dengan nama Aceh, demikian disarikan dari laman Pemerintah Aceh.

Letak Geografis Provinsi Aceh

Provinsi yang terletak di bagian paling barat Pulau Sumatera ini berada pada titik koordinat 2°–6° lintang utara dan 95° – 98° lintang selatan. Ketinggian rata-rata wilayahnya adalah 125mdpl. Provinsi Aceh berbatasan dengan sejumlah wilayah di sekitarnya.

Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia, serta sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Malaka. Dikutip dari laman Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Aceh, luas Provinsi Aceh 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang mencapai 2.270.080 ha, diikuti lahan perkebunan rakyat seluas 700.350 ha.

Sedangkan lahan industri mempunyai luas terkecil yaitu 2.096 ha.

Peta Provinsi Aceh

Penduduk Provinsi Aceh mayoritas merupakan pemeluk agama Islam dengan persentase mencapai lebih dari 98 persen. Selebihnya adalah penganut agama lain seperti Kristen Protestan, Katolik, dan Buddha.

Sebagaimana dilaporkan laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jenderal Kebudayaan, di Provinsi Aceh terdapat 13 suku yang memiliki kebudayaan masing-masing termasuk juga bahasa.

Meski bahasa Aceh digunakan sebagai bahasa pengantar mayoritas, terdapat p**a sejumlah bahasa daerah yang dituturkan oleh masing-masing suku yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Aceh. Bahasa daerah yang ada di Provinsi Aceh meliputi bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon, dan Nias.

Wilayahnya sendiri, berbatasan langsung dengan provinsi Sumatera Utara

Kebakaran Hebat di SDN 2 Pidie Jaya, Siswa Panik Berhamburan
22/04/2025

Kebakaran Hebat di SDN 2 Pidie Jaya, Siswa Panik Berhamburan

Eks anggota DPRA dari Partai Aceh, Tgk Syafi'i Hamzah, terpilih sebagai Keuchik Gampong Neulop, Kemukiman Reubee, Kecama...
21/04/2025

Eks anggota DPRA dari Partai Aceh, Tgk Syafi'i Hamzah, terpilih sebagai Keuchik Gampong Neulop, Kemukiman Reubee, Kecamatan Delima, Pidie, Senin (21/4/2025).

Tgk Syafi'i Hamzah memperoleh 140 suara dari 271 suara sah, dalam pemilihan kepala desa atau pilkades.

Sementara rivalnya eks anggota DPRK Pidie dari Partai Nanggroe Aceh, Muhammad Khaizir SSos meraup 60 suara dan Abdullah Yunus sebagai patahana, yang juga mantan pekerja di Mie Aceh T**i Bobrok, Medan memperoleh 69 suara.

Sedangkan dua suara dilaporkan rusak. Ada pun jumlah daftar pemilihan tetap atau DPT di Gampong Neulop berjumlah 420 suara.

Banda Aceh gelar malam penutupan Bhayangkara Fest 2024 dengan konser musik tepat 1 Muharram jadi sorotan Haji Uma yang t...
14/07/2024

Banda Aceh gelar malam penutupan Bhayangkara Fest 2024 dengan konser musik tepat 1 Muharram jadi sorotan Haji Uma yang terima aspirasi sejumlah tokoh dan alim ulama bahwa hal ini sangat disesalkan mengingat Aceh merupakan daerah syariat Islam.

14/07/2024

Tgk Zakaria Memperingatkan Kapolda Aceh terkait Konser yg diselenggarakan pada malam 1 Muharram

"Biografi Singkat Abu Tumin Blang Bladeh"Abu Tumin lahir dari keluarga ulama dan pemuka masyarakat. Ayahnya Teungku Tu M...
27/09/2022

"Biografi Singkat Abu Tumin Blang Bladeh"

Abu Tumin lahir dari keluarga ulama dan pemuka masyarakat. Ayahnya Teungku Tu Mahmud Syah adalah ulama, tokoh masyarakat dan pendiri dayah. Semenjak kecil Abu Tumin telah dipersiapkan untuk menjadi seorang ulama yang paripurna. Mengawali pengembaraan ilmunya, Abu Tumin pernah mengecap pendidikan umum pada masa Belanda selama tiga tahun.

Setelah kemerdekaan, Abu Tumin dalam usianya 12 tahun dimasukkan ke Sekolah SRI, sekolah yang memiliki bahan ajaran yang memadai dalam bidang agama. Sambil bersekolah di SRI, Abu Tumin juga belajar langsung pada ayahnya ilmu-ilmu keislaman, terutama dasar-dasar kitab kuning dan ilmu alat seperti nahwu dan sharaf.

Selama lebih kurang tiga tahun Abu Tumin belajar dengan sungguh-sungguh kepada ayahnya Teungku Tu Mahmud Syah yang juga ulama, telah memberikan bekal ilmu yang memadai untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Pada usianya 15 tahun, mulailah Abu Tumin belajar dari satu dayah ke dayah lainnya hingga berakhir di Labuhan Haji Darussalam dengan gurunya Syekh Muda Waly al-Khalidy.

Abu Tumin pernah belajar beberapa bulan di Dayah Darul Atiq Jeunieb yang dipimpin oleh Abu Muhammad Saleh yang merupakan ayah dari Abon Samalanga. Setelah beberapa bulan di Dayah Jeunieb, Abu Tumin kemudian melanjutkan pengajiannya ke Dayah Samalanga dalam beberapa bulan juga, kemudian beliau belajar di Dayah Meuluem Samalanga selama satu tahun, dan terakhir di Dayah Pulo Reudep yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Pulo Reudep selama tiga tahun sebelum ke Labuhan Haji.

Maka dengan bekal ilmu yang memadai dari guru-guru itulah yang mengantarkan Abu Tumin muda dalam usianya 20 tahun berangkat ke Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan pada tahun 1953. Selain Abu Tumin, di tahun 1953 beberapa ulama lainnya juga tiba di Labuhan Haji untuk belajar pada Abuya Syekh Muda Waly. Karena umumnya teungku-teungku yang belajar kepada Abuya, telah memiliki ilmu yang memadai sebelum belajar ke Abuya, sehingga bisa duduk di kelas khusus Bustanul Muhaqqiqin.

Di antara ulama-ulama yang datang pada tahun 1952 dan 1953 adalah Abu Abdullah Tanoh Mirah yang kemudian mendirikan Dayah Darul Ulum Tanoh Mirah yang dikenal dengan kealimannya dalam bidang ushul fikih.
Ulama lainnya adalah Abon Abdul Aziz Samalanga yang melanjutkan kepemimpinan Dayah MUDI Samalanga setelah wafat mertuanya Abu Haji Hanafiyah Abbas yang dikenal dengan Teungku Abi.

Abon Abdul Aziz Samalanga dikenal ahli dalam ilmu mantik atau ilmu logika. Sedangkan Abu Keumala datang lebih awal ke Dayah Darussalam Labuhan Haji, dan Abu Keumala dikenal ahli dalam ilmu tauhid, mengabdikan ilmunya di Medan Sumatera Utara hingga wafatnya pada tahun 2004. Selain menjadi murid Abuya Syekh Haji Muda Waly di Darussalam, Abu Tumin juga telah dipercaya untuk mengajarkan para santri lain yang berada pada tingkatan tsanawiyah, karena beliau disebutkan mengajar santri di kelas 6 B, adapun di kelas 6 A diajarkan langsung oleh Abuya Muhibbudin Waly, sedangkan Syekh Muda Waly al-Khalidy mengajarkan kelas dewan guru.

Ketika di Darussalam Labuhan Haji, Abu Tumin sekelas dengan Abu Hanafi Matang Keh, Teungku Abu Bakar Sabil Meulaboh dan Abu Daud Zamzami Ateuk Anggok. Sedangkan Abu Abdullah Tanoh Mirah dan Abon Samalanga lebih tinggi satu tingkat di atasnya. Abu Tumin belajar dan mengajar di Labuhan Haji selama 6 tahun, beliau juga murid khusus di kelas Bustanul Muhaqqiqin belajar langsung kepada Abuya Haji Muda Waly.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Abu Tumin kemudian memohon izin kepada gurunya untuk p**ang kampung pada tahun 1959 untuk mengabdikan ilmunya. Sedangkan temannya seperti Abon Samalanga p**ang kampung setahun sebelumnya pada tahun 1958 dan Abu Tanoh Mirah p**ang di Tahun 1957. Umumnya murid-murid Abuya yang datang di atas tahun 1952 dan 1953 p**ang di akhir tahun1959. Sedangkan generasi sebelum Abu Tumin yang datang ke Darussalam pada tahun 1945 dan 1947, mereka umumnya p**ang di tahun 1956 seperti Abuya Aidarus dan Abu Syamsuddin Sangkalan.

Setibanya di Kampung halaman, setelah belajar di berbagai dayah terutama Dayah Darussalam Labuhan Haji telah mengantarkan Abu Tumin menjadi seorang ulama yang mendalam ilmunya. Abu Tumin memimpin dayah yang telah dibangun oleh kakek beliau yaitu Teungku Tu Hanafiyah yang kemudian dilanjutkan oleh Teungku Tu Mahmud Syah ayah Abu Tumin, selanjutnya estafet keilmuan dan kepemimpinan dayah dilanjutkan oleh Abu Tumin.

Pada era Abu Tumin mulailah pesat pembangunan Dayah tersebut. Dimana para santri datang dari berbagai tempat untuk belajar kepada Abu Tumin dan belajar dari sang ulama. Abu Tumin juga merupakan seorang ulama yang murabbi, sehingga banyak muridnya yang menjadi ulama terpandang sebut saja di antaranya adalah Abu Mustafa Paloh Gadeng yang belajar kepada Abu Tumin selama 19 tahun sehingga mengantarkan beliau menjadi seorang ulama kharismatik Aceh yang diperhitungkan.

Ulama lainnya yang juga murid Abu Tumin adalah Abu Abdul Manan Blang Jruen yang dikenal sebagai ulama yang ahli dan lihai dalam bidang tauhid, serta moderator yang hebat dalam muzakarah para ulama Aceh, sehingga diskusi nampak ceria dan bersemangat. Dan banyak para ulama lainnya yang juga murid dari Abu Tumin, selain murid-muridnya di Dayah Darussalam dulu.

Dan di sebuah acara muzakarah, Abuya Mawardi Waly juga menyebutkan dirinya sebagai murid Abu Tumin. Intinya Abu Tumin juga ulama yang Syekhul Masyayikh. Bahkan Abu Daud Teupin Gajah atau Abu Daud al Yusufi yang merupakan ulama kharismatik Aceh Selatan juga termasuk murid yang lama belajar kepada Abu Tumin dimana sebelumnya beliau belajar kepada Abuya Haji Jailani Kota Fajar.

Selain itu, Abu Tumin juga dianggap sebagai ulama panutan oleh para ulama lainnya, dimana fatwa-fatwa hukumnya menjadi bahan kajian dan pegangan para ulama lainnya. Biasanya pada setiap muzakarah yang diadakan di berbagai tempat, Abu Tumin yang kemudian mengambil keputusan terakhir, setelah sebelumnya para ulama lain memberikan pandangan dan sanggahan atas setiap persoalan yang sedang dibahas forum.

Kehadiran Abu Tumin menambah acara muzakarah semakin bermakna, karena pandangan hukum beliau biasanya dari ingatan yang lama dan kajian yang mendalam. Sehingga tidak mengherankan bila ada yang menyebutkan bahwa "Abu Tumin tua umurnya dan tua p**a ilmunya".

Abu Tumin telah mempersembahkan segenap usianya untuk agama ini, dan telah p**a mencurahkan segenap ilmu dan pengabdiannya, mengayomi masyarakat Aceh secara tulus ikhlas. Dan hari ini beliau telah kembali kehadhirat Allah SWT.
Semoga Allah SWT menempatkan beliau di surga tertinggi bersama para Anbiya, Syuhada dan Shalihin.

Innalillahi Wainna Ilaihi Raji'un.
Selamat Jalan Guru Yang Mulia ABU TU.

Ditulis:
Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary

18/06/2022

Nyan Aceh Ka Maju..

Cerita Singkat dibalik rumah gubuk dan siswa kurang mampu dalam mengikuti ujian sekolah 😭😭😢😢😢😭😭😭
09/06/2022

Cerita Singkat dibalik rumah gubuk dan siswa kurang mampu dalam mengikuti ujian sekolah 😭😭😢😢😢😭😭😭

Dibalik Rumah Gubuk dan Siswa Kurang Mampu Dalam Mengikuti Ujian Sekolah SD Negeri 2 Lala terletak di Desa Krueng Lala Kecamatan Mila Kabupaten Pidie

Pembunuh Penjual Rujak di Pidie Ditangkap, Motifnya Mulai Terkuak
28/05/2022

Pembunuh Penjual Rujak di Pidie Ditangkap, Motifnya Mulai Terkuak

Ditangkap Pembunuh Penjual Rujak di Pidie, Motifnya Sakit Hati Urusan Dagang Bulan Ramadhan

Seleksi Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Prov Aceh Tahun 2021
08/12/2021

Seleksi Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Prov Aceh Tahun 2021

Sebuah video beredar di media sosial yang menginformasikan tentang seorang perempuan yang tega menggugat ibunya sendiri ...
17/11/2021

Sebuah video beredar di media sosial yang menginformasikan tentang seorang perempuan yang tega menggugat ibunya sendiri karena harta. Video itu cepat tersebar dan menjadi perbincangan publik.

Video yang diduga direkam salah satu anak dari tergugat tersebut, menampilkan proses sidang lapangan di sebuah rumah yang cukup besar dan merupakan objek sengketa.

Anak Perempuan di Takengon Tega Gugat Ibu Kandungnya Sendiri. Gugat Ibu Kandung Karena Harta terjadi di Takengon. Aceh viral Video Anak Gugat Ibu

20/03/2021

Address

Banda

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Hai Aceh - Peu Haba? posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share

Peu Haba Aceh

Aceh (abjad Jawoë: اچيه دارالسلام) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang ibu kotanya berada di Banda Aceh. Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diberi status sebagai daerah istimewa dan juga diberi kewenangan otonomi khusus. Aceh terletak di ujung utara p**au Sumatra dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Menurut hasil sensus Badan Pusat Statistik tahun 2019, jumlah penduduk provinsi ini sekitar 5.281.891Jiwa.[10] Letaknya dekat dengan Kep**auan Andaman dan Nikobar di India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatra Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh adalah negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka. Sejarah Aceh diwarnai oleh kebebasan politik dan penolakan keras terhadap kendali orang asing, termasuk bekas penjajah Belanda dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan dengan dengan provinsi lainnya, Aceh adalah wilayah yang sangat konservatif (menjunjung tinggi nilai agama).[11] Persentase penduduk Muslimnya adalah yang tertinggi di Indonesia dan mereka hidup sesuai syariah Islam.[12] Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri karena alasan sejarah.[13]

Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk minyak bumi dan gas alam. Sejumlah analis memperkirakan cadangan gas alam Aceh adalah yang terbesar di dunia.[11] Aceh juga terkenal dengan hutannya yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan dari Kutacane di Aceh Tenggara sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional bernama Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) didirikan di Aceh Tenggara.

Aceh adalah daratan yang paling dekat dengan episentrum gempa bumi Samudra Hindia 2004. Setelah gempa, gelombang tsunami menerjang sebagian besar pesisir barat provinsi ini. Sekitar 170.000 orang tewas atau hilang akibat bencana tersebut.