07/04/2022
Tulisan ustadz Hasan Al-Jaizy
Ada seorang ibu bersama putranya usia kisaran 3-4 tahun, berjualan di pinggir jalan yang cukup becek. Berjualan tutut. Saya tak pernah melihat ada pembeli kalau lewat situ. Kadang anaknya tidur, kadang main sendiri. Bapaknya (suaminya) mencari nafkah melalui gojek.
Di Pasar Grosir Tanah Abang, di salah satu lantai di blok tertentu, ada kuliner Tanah Abang. Banyak yang makan seiring banyak yang belanja pakaian. Di sana, sekian anak kecil, seusia anak saya dan mungkin juga seusia anak Anda. Mereka jualan tissu. Menjajakan ke banyak pengunjung yang makan di sana.
Masih banyak dan terlalu banyak kisah, yang saya tidak saksikan langsung.
Melihat anak-anak saya sendiri, kadang teringat mereka semua.
Oh ya, di kemacetan jalan Hankam Bekasi malam itu mulai gerimis. Saya pulang kajian naik motor. Seorang ibu berjilbab dengan karung entah isinya apa. Dan satu anaknya usia kisaran 5 tahun, saya lupa putra atau putri. Mereka berdua sedang duduk di pinggir jalan tanpa payung. Karena macetnya merayap, saya tak bisa menyapa terlebih parkir motor lalu turun sebatas bertanya. Sampai detik saya menulis ini, saya berharap suatu hari bisa ketemu mereka semua di keadaan yang memungkinkan saya menyapa.
Kadang, kita fokus memikirkan lebaran mau pakai baju apa. Yuk belanja kain sekian meter lalu order ke penjahit agar nanti lebaran kita (bapak), istri dan anak-anak bisa kembar pakaiannya, dari warna dan motif. Sambil kita lupa sekitar kita ya banyak anak-anak yang orang tuanya jangankan kepikiran beli baju baru atau sarung baru, untuk ifthar esok pun mungkin harus cari mana yang gratis karena tak berpunya. Diperparah kekonyolannya dengan sebagian kita belakangan hari masih bising masalah donasi ifthar. Too much talking with no feeling.
Kadang, kita fokus membayangkan nanti punya mobil apa dan beli rumah kira-kira yang tipe apa juga kapan. Pressure dari istri, orang tua, mertua atau teman. Menuntut seolah sukses dan mapan itu ya punya rumah sendiri. Kadang kita lihat-lihat tipe rumah. Sementara tak jauh dari tempat lelapnya kita, ada kok anak-anak yang tidur di atas kardus. Atau di antara kardus. Atau selimut mereka adalah kardus.
Iya. Saya tidak menyuruh Anda untuk kunjungi mereka apalagi tidur bareng mereka. Saya sendiri tidak begitu kok. Kita harus bersyukur dengan kemudahan dan kemapanan. Tapi banyak orang memang tak sama sekali teringat kesulitan saudara, kawan dan tetangga. Bahkan mungkin itulah kita di Ramadan ini.
Saya kadang sedih ketika mendengar siapapun bicara, "Nanti kita beli ini ya beli itu ya." dengan sebutan materi-materi aksesoris dan perhiasan. Sementara banyak orang kini kesulitan mencari uang. Ikhtiar dagang gorengan di pinggir jalan atau pasar rakyat di sore jelang ifthar, hampir tiap masa dirundung hujan. Sebagian mereka sudah sangat tua, lebih pantas di rumah menikmati ibadah masa tua. Sebagian mereka terlalu belia, lebih pantas dipeluk di rumah dengan manja.
Saya tidak katakan kita tidak peduli. Saya hanya ingin kita sadar bahwa kita kurang peduli.