11/11/2025
Judul: "Bangku Tua di Tepi Jalan"
Di sebuah taman kecil di pinggir kota, berdiri sebuah bangku tua yang catnya mulai terkelupas. Setiap hari, orang-orang datang dan pergi — tapi tak ada yang benar-benar memperhatikannya.
Suatu pagi, seorang pemuda duduk di sana dengan wajah murung. Ia baru saja kehilangan pekerjaan. Dunia terasa kejam, masa depannya seolah hancur.
Ia menatap kosong ke depan, lalu berkata lirih,
“Kenapa semua berjalan tidak sesuai rencana?”
Di sisi lain bangku itu, seorang kakek duduk diam, tersenyum tenang sambil menatap matahari pagi. Ia menoleh dan berkata,
“Anak muda, kamu tahu… bangku ini sudah berdiri puluhan tahun. Dulu warnanya indah, sering dipuji. Tapi seiring waktu, warnanya pudar, kayunya retak. Namun orang tetap datang duduk di sini. Karena bukan catnya yang penting — tapi tempatnya memberi istirahat.”
Pemuda itu menatap kakek itu, bingung.
“Apa maksudnya, Kek?”
Kakek itu tersenyum,
“Kehidupan pun begitu. Kadang kau merasa tak berguna karena dunia tak memuji lagi. Tapi mungkin, tanpa sadar, kau sedang menjadi tempat bagi orang lain untuk beristirahat sejenak. Nilaimu tidak hilang hanya karena dunia tak melihatnya.”
Pemuda itu terdiam lama. Angin bertiup pelan, membawa suara dedaunan jatuh ke tanah.
Ia menatap bangku tua itu, lalu tersenyum kecil.
Hari itu, ia belajar sesuatu yang tidak pernah diajarkan sekolah:
Bahwa nilai diri tidak diukur dari kilau luar, tapi dari seberapa banyak kita memberi makna bagi orang lain.
🌿 Pesan Moral:
Dalam hidup, kita tak selalu terlihat berharga di mata dunia. Tapi setiap kebaikan kecil, setiap kesabaran, setiap ketulusan — adalah makna yang tak akan pernah pudar, meski waktu berjalan.