30/08/2025
Cerita tentang kehidupan sederhana di desa
Di balik bukit yang berlumut dan di antara sungai yang mengalir jernih, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Kiki. Ia tinggal di sebuah gubuk kecil dengan dinding anyaman bambu dan atap rumbia yang sudah menua. Bersama Nenek, ia menjalani hidup yang sederhana, jauh dari hiruk pikuk kota.
Setiap pagi, Kiki selalu terbangun oleh kokok ayam jantan dan aroma nasi yang dimasak di tungku. Kiki akan bergegas ke sungai untuk membantu Nenek mencuci sayuran atau memancing ikan. Sungai adalah jantung desa mereka, tempat mereka mencari nafkah dan bermain. Kiki sering menghabiskan waktu berjam-jam di sana, mengamati ikan-ikan kecil yang berenang, atau sekadar melemparkan batu-batu pipih hingga melompati permukaan air.
Sore hari, Kiki biasanya membantu Nenek merawat kebun kecil mereka. Ada pohon singkong, ubi, dan beberapa pohon pisang. Hasil panen mereka tidak banyak, tetapi cukup untuk makan sehari-hari. Kiki sangat menikmati saat-saat ini. Ia akan mencabut rumput liar, menyiram tanaman, dan sesekali bertanya tentang jenis-jenis tanaman kepada Nenek.
Suatu hari, datanglah seorang pria dari kota. Ia membawa banyak barang-barang modern seperti telepon genggam dan televisi portabel. Ia bercerita tentang keindahan dan kecanggihan kota. Kiki mendengarkan dengan penuh kekaguman. Pria itu menyalakan televisi dan menayangkan film kartun. Kiki takjub melihatnya. Ia merasa hidup di desa jauh lebih membosankan daripada hidup di kota.
Kiki mulai bertanya kepada Nenek, “Apakah kita akan selamanya tinggal di desa ini, Nenek? Aku ingin melihat kota. Katanya di sana ada banyak mainan dan makanan enak.”
Nenek tersenyum sambil membelai rambut Kiki. "Kiki, kota memang punya banyak hal, tetapi keindahan yang ada di desa kita tidak bisa dibeli dengan uang. Udara segar, air jernih, dan ketenangan hati adalah hadiah dari Tuhan yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Kebahagiaan bukan tentang seberapa banyak barang yang kamu punya, tetapi seberapa besar kamu mensyukuri apa yang ada."
Malam itu, Kiki duduk di teras gubuknya. Ia menatap langit malam yang bertabur bintang. Jangkrik bersahutan dan kunang-kunang berkedip-kedip. Tiba-tiba, Kiki teringat akan ucapan Nenek. Ia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Aroma tanah basah dan bunga melati tercium. Ia tersadar, kebahagiaan sejati sudah ada di sekitarnya.
Kiki tidak lagi ingin pergi ke kota. Ia lebih memilih untuk tetap di desa, bersama Nenek, dan merayakan kesederhanaan hidup yang penuh kedamaian. Ia tahu, di antara bukit yang berlumut dan sungai yang mengalir jernih, ia telah menemukan kebahagiaannya.