30/10/2025
KORUPSI!!!
Saat ini orang- orang yang terlibat korupsi seperti tidak ada takut takutnya,rambut sudah beruban usia sudah mau mati beberapa tahun lagi,kasihan keluarga nya mendapatkan warisan nama baik yang jelek,warisan tidak berkah seperti mau dibawa mati saja harta yang sudah dikumpulkan sedemikian banyaknya padahal disaat meninggal nanti hanya butuh liang lahat ukuran lebar satu meter panjang dua meter saja!
Korupsi, sebagai kejahatan yang merusak struktur sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa, telah menjadi tantangan global. Dalam pandangan Islam, korupsi dipandang sebagai dosa besar dan tindak kejahatan yang melanggar prinsip dasar syariat, yaitu menjaga harta (hifzh al-mal) dan menegakkan keadilan.
Secara umum, korupsi mencakup segala bentuk perolehan harta secara tidak sah (bathil) melalui penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan, termasuk suap, penggelapan, pemerasan, dan konflik kepentingan.
Korupsi dalam Terminologi Syariat
Meskipun istilah "korupsi" merupakan terminologi modern, substansinya telah diatur secara tegas dalam fikih Islam melalui beberapa istilah kunci:
Risywah (Suap): Memberikan atau menerima sesuatu untuk membatalkan kebenaran atau membenarkan kebatilan, terutama dalam urusan peradilan atau pemerintahan. Pelaku suap (Rāshī), penerima suap (Murtashī), dan perantara (Rā'ish) semuanya dilaknat.
Ghulul (Penggelapan): Merujuk pada penggelapan harta rampasan perang (ghanimah) atau, dalam konteks modern, penggelapan dana publik atau aset negara oleh pejabat atau pihak yang memegang amanah.
Sariqah/Khianat: Meliputi pencurian (sariqah) dan pelanggaran janji atau kepercayaan (khianat), yang relevan dengan penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk kepentingan pribadi.
Akl al-Suhth (Memakan Harta Haram): Mencakup segala pendapatan yang diperoleh dari cara-cara yang dilarang, termasuk hasil korupsi dan suap.
Dasar Hukum (Dalil Naqli)
1. Al-Qur'an
Larangan Mengambil Harta Secara Batil (Suap):
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini secara jelas melarang penyelesaian sengketa atau perolehan harta melalui jalur yang batil, termasuk suap kepada penguasa (hakim/pejabat).
Ancaman Terhadap Penggelapan (Ghulul):
Artinya: “Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan harta rampasan perang itu, maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa hasil khianatnya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS. Ali 'Imran: 161)
Ayat ini memberikan ancaman keras bagi pelaku penggelapan, menunjukkan bahwa harta hasil korupsi akan menjadi beban dan saksi di Hari Kiamat.
Orang-orang yang terlibat korupsi seperti mau hidup abadi saja!bahkan dihati mereka ada rasa takut terhadap Allah SWT tapi rasa takut itu kala oleh kenikmatan kehidupan dunia yang hanya sementara saja!
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat:
Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat penyuap dan yang disuap.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Dalam riwayat lain ditambahkan pelaknat perantaranya. Laknat ini menunjukkan bahwa suap adalah dosa besar.
Sikap Terhadap Pejabat yang Menerima Hadiah:
Ketika seorang petugas zakat bernama Ibnu Lutbiyyah kembali dan mengatakan, "Ini untuk kalian, dan yang ini dihadiahkan kepadaku," Nabi Muhammad ﷺ naik mimbar dan bersabda:
Artinya: “Mengapa petugas yang kami utus datang seraya mengatakan: ‘Ini bagian kalian dan ini dihadiahkan kepadaku.’ Tidakkah ia duduk saja di rumah bapak atau ibunya, lalu ia akan melihat apakah ada yang memberinya hadiah atau tidak?” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa "hadiah" yang diterima seorang pejabat karena jabatannya adalah bentuk korupsi terselubung dan terlarang.
bagi pelaku korupsi dalam hukum Islam ada dua hal yang akan dipertanggungjawabkan kelak
1. Sanksi Akhirat
Pelaku korupsi diancam dengan azab yang pedih. Harta hasil korupsi yang tidak dikembalikan akan dibawa dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada Hari Kiamat.
2. Sanksi Duniawi (Ta'zir)
Karena korupsi (termasuk risywah dan ghulul) tidak memiliki batas hukuman (had) yang pasti seperti pencurian (sariqah), maka sanksinya diserahkan kepada kebijakan penguasa (hakim/pemerintah) melalui hukuman Ta'zir.
Hukuman Ta'zir dapat berupa:
Pengembalian Harta (Gharâmah): Wajib mengembalikan seluruh harta yang dikorupsi kepada negara atau pemilik aslinya. Para ulama kontemporer sepakat bahwa pengembalian aset adalah bagian fundamental dari hukuman korupsi.
Hukuman Penjara/Cambuk: Sesuai dengan tingkat kejahatan dan dampaknya.
Pencabutan Hak Jabatan: Pemberhentian dari jabatan dan larangan untuk menduduki jabatan publik di masa depan, karena telah merusak amanah.
Sanksi Berat: Dalam kasus korupsi yang sangat masif dan merusak tatanan negara, hukuman Ta'zir bisa diperberat hingga hukuman mati, sesuai dengan pertimbangan hukum dan kemaslahatan umum (siyasah syar'iyyah).
Prinsip Pencegahan Korupsi dalam Islam
Islam menawarkan kerangka pencegahan yang kuat melalui penanaman nilai dan sistem pengawasan:
Integritas dan Amanah: Menekankan bahwa jabatan publik adalah amanah, bukan kesempatan untuk mencari keuntungan.
Transparansi dan Akuntabilitas: Adanya kewajiban untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban (hisbah), di mana masyarakat memiliki hak untuk mengawasi kinerja pemimpin.
Standar Hidup Pejabat: Penetapan gaji dan tunjangan yang layak untuk meminimalkan godaan, namun sekaligus larangan bagi pejabat untuk menerima hadiah terkait jabatan.
Seleksi Berdasarkan Kualifikasi: Memilih pemimpin dan pejabat yang memiliki kompetensi (kifayah) dan integritas moral (amanah).
Korupsi dalam pandangan hukum Islam adalah kejahatan serius yang berakar pada ketidakjujuran dan pengkhianatan terhadap amanah publik. Sanksinya, baik di dunia maupun di akhirat, sangat tegas. Oleh karena itu, penegakan hukum anti-korupsi harus dijalankan secara holistik, mencakup aspek pencegahan moral, perbaikan sistem administrasi, dan penjatuhan sanksi yang keras (Ta'zir) demi melindungi hak-hak publik dan menegakkan keadilan.
dan yang perlu di ingat kembali oleh Sahabat-Sahabat semuanya bahwa kehidupan setelah Kematian itu abadi jangan tergiur oleh kemehan dunia yang sesaat
Penyusun Kamal R.R.K.P Prabunews