Cerita Horror Nusantara

Cerita Horror Nusantara Cerita Horror Nusantara adalah wahana hiburan tentang kisah hantu dan misteri Indonesia dan dunia. Wahana Hiburan dan Cerita Horror Indonesia.
(1)

Kami menyajikan berbagai cerita seram dan cerita mistis yang ada di Indonesia dan berbagai negara.

01/07/2025

Selamat malam dan selamat beristirahat

Ke Makam Diantar JenazahSetiap keluarga punya satu orang yang dikenal sebagai "ahli cerita horor".Dalam keluargaku, dia ...
01/07/2025

Ke Makam Diantar Jenazah

Setiap keluarga punya satu orang yang dikenal sebagai "ahli cerita horor".
Dalam keluargaku, dia bernama Om Heri.

Bukan sekadar pencerita biasa—Om Heri mengalaminya sendiri.
Kisah-kisahnya bukan dongeng pengantar tidur, tapi pengalaman nyata yang pernah membuatnya hampir kehilangan akal sehat.

Satu di antara cerita paling mencekam, adalah saat ia bekerja sebagai sopir mobil jenazah.

Bukan pekerjaan impian siapa pun.
Mengemudi dalam gelap, hanya berteman mayat, kadang p**ang dengan bau kematian yang tak hilang hingga esok pagi.

Tapi Om Heri menjalaninya.
Dan malam ini, aku akan membawamu menelusuri kisah nyata itu—dari mulut Om Heri sendiri.

Kalau kau sedang sendiri, pastikan lampumu menyala.
Karena... tak semua penumpang yang naik ke mobil itu masih hidup.

Beberapa waktu yang lalu gw kedatangan tamu istimewa, Om Heri namanya..

Beliau adalah adik Bapak yang nomor empat dari 11 bersaudara. Bapak gw anak yang pertama. Cerita kali ini akan berhubungan erat dengan beliau..

Bismillah..
Ketika gw kecil om Heri sering bercerita tentang banyak hal, dan yang paling gw ingat tentu saja cerita tentang pengalaman2 seram yang pernah dia alami.

Walaupun jadi sering ketakutan setelahnya, tapi gw kecil selalu menunggu kedatangan om Heri ke rumah untuk bercerita.

Menurut gw, kami memiliki kesamaan dalam hal "kesensitifan". Gw paling senang kalau gw, Om Deni, dan Om Heri sudah bertemu dan ngobrol, seru..!

Om Heri ini adalah satu-satunya anak Kakek nenek yang sukses jadi Sarjana. Beliau kuliah di salah satu universitas yang ada di Semarang, universitas yang cukup terkenal.
Nah, gw mau bercerita tentang pengalaman beliau ketika masih tinggal di Semarang.
Jadi, om Heri ini ketika lulus kuliah gak langsung p**ang ke kampung halaman, tapi mencoba untuk mencari pekerjaan di Semarang.

Om Heri bilang, waktu itu sekitar akhir tahun 80an, Sarjan apun sudah susah untuk cari pekerjaan. Sehingga pekerjaan apa pun akan Om Heri ambil, asalkan dibayar.
Sambil menunggu dapat pekerjaan yang sreg di hati, akhirnya beliau memberanikan diri untuk menerima satu tawaran pekerjaan yang agak unik.

Pekerjaannya adalah pengemudi mobil pengantar jenazah..

Gw akan bercerita pengalamannya ketika menjalani pekerjaan yang cukup unik itu..
Yang penakut, jangan baca tulisan ini sendirian, karna gw pun masih ketakutan kalo ingat cerita Om Heri ini..

Setelah paragraf ini, gw buat ceritanya persis seperti ketika Om Heri bercerita kepada gw.
Jadi yang bercerita pada postingan kali ini adalah Om Heri. Bukan saya...
Mari disimak..

Sebenarnya waktu itu om sempat ragu untuk memenuhi panggilan wawancara kerja itu. Surat panggilan berasal dari yayasan yang menaungi salah satu rumah sakit swasta yang cukup besar di kota Semarang.
Karna gak ingin terlalu lama menganggur, akhirnya om membulatkan tekad untuk memenuhi undangan wawancara.

Pada surat undangan tertera kalau om ditawarkan untuk posisi sopir, belum ada penjelasan untuk sopir apa.

Gedung rumah sakitnya cukup besar, yang om tau rumah sakit itu sudah berdiri puluhan tahun.

Dengan arsitektur bangunan lama, gedung ini terlihat sedikit menyeramkan. Ditemani seorang sahabat yang bernama Fuad, Om berjalan memasukinya.

Karena ini wawancara kerja pertama setelah baru satu bulan lulus kuliah, om cukup tegang dan gugup waktu itu.
Tapi alhamdulillah, singkat cerita, wawancara berjalan lancar.

Om diberi kesempatan beberapa hari untuk berfikir apakah menerima pekerjaan itu atau nggak.
Sebenarnya om yang meminta waktu, karena cukup kaget ketika mendengar detail pekerjaannya.

Apa yang bikin kaget Om?
Karena ini bukan pekerjaan sebagai sopir biasa, melainkan sebagai sopir mobil pengantar jenazah..

Selang beberapa hari, dan dengan pertimbangan matang, akhirnya om memutuskan untuk menerima pekerjaan itu. Hitung-hitung sambil menunggu mendapatkan pekerjaan yang sreg di hati.
Hari pertama kerja, om langsung "diperkenalkan" dengan kendaraan yang akan om gunakan sebagai pengantar jenazah.
Mobil van berwarna putih, produksi Amerika buatan tahun awal 70an. Pada waktu itupun mobil sudah cukup tua, hampir 20 tahun umurnya.

Tanpa lampu sirine di atasnya.
Om juga ditugaskan untuk merawat mobil di kala sedang gak menjalankan tugas, karena gak setiap hari juga ada orang yang meninggal di rumah sakit itu atau di tempat lain.

Om harus memastikan mobil dalam keadaan siap pakai pada saat dibutuhkan.
Ada peristiwa aneh di mobil ini ketika awal bekerja.

Pada suatu siang, om ngantuk berat, mungkin sebelumnya sudah terbiasa tidur siang, karna pengangguran. Om pun mencoba tidur di bagian belakang mobil.

Oh iya, mobil van ini pada bagian belakangnya ada tempat duduk memanjang dari depan ke belakang pada sisi kanan kirinya, di tengah2 ada ruang yang disiapkan untuk keranda jenazah.

Nah, di kursi panjang di belakang itulah om terlelap.. Di dalam tidur, om bermimpi aneh.
Di dalam mimpi, om seperti tersadar, dan ternyata om tertidur di atas keranda jenazah.
Di kanan kiri, duduk orang-orang yang gak om kenal. Mereka berwajah asing dengan raut muka yang sedih, dan ada yang menangis juga.

Dalam kebingungan, om coba menggerakkan badan untuk berdiri. Ternyata badan gak bisa digerakkan, sama sekali gak bisa digerakkan.

Kenapa begitu om?
Karna ternyata tubuh om terbungkus kain kafan, dengan ikatan persis seperti pocong.
Om panik.., ketakutan..

"Mas Heri..bangun Mas.." tiba2 om terbangun oleh suara Pak Slamet.

Pak slamet adalah karyawan rumah sakit itu juga, kebetulan beliau melihat om tidur sambil mengigau di dalam mobil jenazah.
Setelah kejadian itu, om gak pernah lagi tidur di dalam mobil itu, gak berani..

Setelahnya, rata2 sekitar satu minggu sekali om mengantarkan jenazah, kadang ada yang diantar ke rumah duka, ada p**a yang diantar langsung ke peristirahatan terakhir, yaitu pemakaman.

Pada awalnya agak aneh dalam menjalani pekerjaan ini, tapi lama kelamaan om jadi terbiasa dengan suasananya, walaupun banyak kejadian seram yang om alami selama hampir satu tahun menggeluti pekerjaan ini.

Kali ini om akan cerita salah satu kejadian seram yang terjadi pada sekitar enam bulan setelah mulai bekerja.

Om masih ingat, malam itu diharuskan menjemput jenazah di rumah duka yang letaknya di daerah Barusari, bagian selatan kota Semarang.

Rencananya jenazah akan di makamkan malam itu juga di kota Solo, cukup jauh memang. Perjalanan ke Solo waktu itu memakan waktu sekitar tiga jam.

Sekitar jam delapan malam om tiba di rumah duka..
Om memarkir mobil jenazah di depan rumah, hanya terlihat beberapa orang berdiri menyambut.
"Tunggu sebentar ya Mas, jenazahnya sedang disiapkan.." ucap salah satu orang yang ada disitu.
"Iya Pak...saya tunggu" jawab om sambil tersenyum.
Yang om tau, jenazah yang akan diantarkan adalah laki-laki berumur 45 tahun, yang meninggal mendadak pada siang harinya, karena serangan jantung.

Rumah duka kali ini suasananya agak berbeda. Sebelum-sebelumnya, ketika om datang ke rumah duka, suasana terbilang ramai dengan keluarga atau tetangga.
Kali ini, walaupun rumahnya terbilang rumah besar dan cukup mewah, namun hanya sedikit orang yang terlihat. Di dalam rumah juga hanya ada beberapa orang yang terlihat mengaji di sekeliling jenazah.
Cukup sepi untuk ukuran rumah yang sedang berkabung..

Tiba-tiba dari dalam rumah ada pergerakan beberapa orang yang mengangkat jenazah, om langsung cepat2 menuju mobil, dan menyalakan mesinnya.

Benar saja, beberapa orang terlihat mengangkat keranda ke luar rumah. Om langsung bergegas membuka pintu belakang, dan membantu memasukkan jenazah ke dalam mobil.

Selesai, jenazah beserta kerandanya sudah berada di dalam, pintu belakang pun ditutup. Om langsung bersiap-siap dengan duduk di belakang kemudi.

Oh iya, dalam bertugas om selalu sendirian, jarang banget ada yang menemani.

Ada yang aneh lagi, kenapa orang-orang yang mengangkat jenazah tadi langsung masuk semua ke dalam rumah? Meninggalkan om sendirian di dalam mobil.

Sebelumnya ada satu orang yang bilang "Mas, tunggu sebentar ya..."
"Baik Pak..." jawab om,
Setelahnya, bapak itu juga ikut masuk ke dalam rumah.

Selama sekitar 15 menit om duduk di belakang kemudi, hanya berdua di mobil bersama jenazah. Entah apa yang dilakukan keluarga di dalam rumah begitu lama.

Tiba2 pintu depan sebelah kiri ada yang membuka, dan masuk seorang bapak berkumis dengan penampilan agak gemuk dan menggunakan peci.
"Ayo mas, kita jalan..." ucap bapak itu sambil tersenyum.

"Oke Pak. Kita hanya berdua saja di mobil ini Pak?" Tanya om,
"Bertiga Mas, ada anak saya di belakang.."
Om langsung menengok ke arah belakang, dan benar saja, sudah ada seorang remaja laki-laki yang duduk di samping jenazah.
"Kapan anak itu masuk ke mobil?" Gumam om dalam hati.
"Kita gak menunggu anggota keluarga yang lain Pak?" Tanya om lagi.
"Gak perlu mas, nanti juga tiba di Solo berbarengan.." jawab bapak itu lagi.
Gak ambil pusing, om langsung menjalankan mobil ke arah Solo.

Waktu itu jam menunjukkan pukul sembilan malam. Selama dalam perjalanan kami bertiga lebih banyak diam. Hanya sesekali saja ada percakapan, itupun karena om yang melempar pertanyaan, dan bapak itu hanya menjawab seperlunya.

Apalagi anaknya yang duduk dibelakang, bisa dihitung dengan jari satu tangan jumlah bicaranya.

Om sama sekali belum tau lokasi pemakamannya, hanya bergantung petunjuk jalan yang dibilang oleh Bapak itu.
Percakapan yang om ingat sampai sekarang adalah:
"Kok tadi di rumah sepi ya Pak, apa keluarga lain masih dalam perjalanan?" tanya om penasaran.

"Ah memang hanya begitu adanya mas, keluarga kami memang seperti itu, jarang ada yang peduli dengan anggota keluarga besar lainnya," jawab sang Bapak dengan nada yang datar.

Setelah itu, om dengar remaja yang duduk di belakang menangis tersedu-sedu. Cukup mengiris hati suara tangisannya.
Melalui kaca spion, om dapat melihat kalau remaja itu hanya duduk sambil menundukkan kepala. Dan memang terlihat sedang menangis.

Pada tahun 80an akhir, jalur Semarang Solo masih sangat sepi pada malam hari. Hanya sesekali mobil yang kami tumpangi berpapasan dengan mobil lainnya. Sepanjang jalan masih melalui beberapa hutan di kanan kiri.

Entah kenapa, malam itu memang suasananya terasa beda. Padahal itu bukan pertama kalinya om melaksanakan tugas. Tapi memang terasa beda aja..

Singkat cerita, Sekitar jam 12 malam akhirnya kami memasuki kota Solo. Dan gak lama kemudian mobil sudah tiba di kawasan pemakaman, om langsung parkir mobil di dalam halamannya.

"Mas tunggu sebentar ya, saya laporan dulu ke petugasnya.." ucap bapak itu seraya turun dari mobil.
"Iya Pak..., saya tunggu di sini ya Pak," jawab om singkat.

Setelah itu, cukup lama Bapak itu pergi, kira2 lebih dari 30 menit.
Tiba2 om teringat kalau ada remaja yang duduk di belakang bersama jenazah. Sontak om langsung nengok ke belakang,
Ternyata remaja itu udah gak ada, entah kapan turun dari mobil, om gak pernah menyadarinya.

Satu jam berlalu, bapak dan remaja itu gak kembali juga ke mobil. Om sudah mulai merinding dari situ, mau turun mobil pun gak berani, karna om gak pernah diperbolehkan meninggalkan mobil jenazah dalam kondisi apa pun.

Itu adalah pemakaman yang cukup besar, yang letaknya gak terlalu jauh dari kampus Universitas Sebelas Maret. Dengan pepohonan rindang di sekelilingnya. Halaman parkir mobil berbentuk lapangan besar, om parkir di depan bangunan yang harusnya itu adalah kantor pengurus pemakaman. Tetapi anehnya bangunan itu seperti gak ada penghuninya, gak ada seorang pun yang terlihat. Selain itu, lampunya pun gak ada yang terlihat menyala.
Gelap gulita..

Jam satu malam, hanya gelap yang bisa terlihat sejauh mata memandang, gak ada ramai-ramai orang yang sedang sibuk mempersiapkan liang kubur selayaknya ada orang yang baru meninggal.
Hening..
Sepi..
Sendirian..
Dengan jenazah terbaring di belakang..

Tiba-tiba.., Om dikagetkan dengan munculnya seseorang yang berdiri di samping mobil, tepat berdiri di sebelah badan om dengan sebagian tangan keluar, karna kaca jendela mobil om biarkan terbuka.

"Oh Bapak, kaget saya Pak, dari mana Pak? Kok sedari tadi menghilang?" Berondongan pertanyaan om lontarkan ketika tau sosok itu adalah Bapak yang mengantar om ke pemakaman itu, di belakangnya berdiri remaja yang duduk di belakang selama perjalanan tadi.
"Mas...terima kasih sudah mengantarkan saya dan anak saya"

Om bengong, maksudnya apa..
"Maaf Pak, selama perjalanan kita belum berkenalan, nama saya Heri, Bapak siapa ya?" Tanya om penasaran, sambil mengulurkan tangan mengajak bersalaman.
"Saya Sugeng, dan ini anak saya namanya Joko..",
Hanya itu yang beliau katakan, kemudian pergi begitu saja tanpa menyambut uluran tangan om.

Di dalam gelap mereka berjalan pelan menuju ke dalam areal pemakaman.
Pada detik itu om baru sadar, kalau ada yang gak beres dengan Pak Sugeng dan anaknya.

Tiba-tiba badan om merinding...
Setelahnya, mereka menghilang dalam gelapnya areal pemakaman itu.

Sekali lagi, om ditinggal sendirian, satu mobil dengan jenazah yang baru meninggal terbaring di belakang.

Tiba-tiba, bangunan yang berada di depan mobil parkir lampunya menyala. Suasana jadi sedikit ada cahaya.

Dan tiba-tiba juga, sekelebat lampu mobil terlihat masuk ke area parkir pemakaman, sekitar tiga mobil. Om jadi sedikit lega, karna jadi gak sendirian lagi.

Ketiga mobil parkir sejajar mengapit mobil om. Kemudian penumpangnya turun, dan langsung menghampiri, dengan wajah kebingungan.

"Mas kok tadi berangkat duluan? kok tau kalau almarhum akan dimakamkan di sini?"
Begitulah, banyak pertanyaan yang ditujukan kepada om dari orang-orang itu.
Om bingung, dan menjawab seada-adanya aja..
"Maaf pak, tadi saya di mobil ditemani Pak Sugeng dan anaknya, Joko. Beliau yang memberitahu kalau pemakamannya di sini, beliau juga yang memberi petunjuk jalan sampai ke sini.."

Suasana tiba-tiba hening,
Dan tanpa memberi penjelasan apa pun, mereka langsung melaksanakan prosesi pemakaman, membiarkan om yang mungkin oleh mereka masih terlihat kebingungan.

Ada yang aneh lagi, ternyata di tempat itu ternyata sudah ada beberapa petugas pemakaman yang menunggu keluarga dari jam sembilan malam. Mereka mempersiapkan liang kubur yang akan digunakan.

Padahal selama parkir di situ, om gak melihat seorang pun berada di tempat itu..

Biasanya, setelah jenazah turun dari mobil dan dimulai prosesi pemakaman, om langsung pergi dan p**ang. Tapi kali itu om penasaran dan mengikuti proses pemakaman.

Betapa kagetnya om, ketika ada salah satu anggota keluarga yang membawa bingkai besar foto almarhum.

Ternyata foto itu adalah foto Pak Sugeng...
Iya..ternyata yang meninggal adalah Pak Sugeng, jenazah yang om antar dari Semarang ke Solo adalah Pak Sugeng, dan yang menemani Om selama perjalanan adalah Pak Sugeng juga.

Terus remaja yang ikut Pak Sugeng siapa om?
Setelah om berbincang dengan salah satu keluarga, remaja yang bernama Joko adalah anak kandung dari almarhum Pak Sugeng, yang sudah meninggal sebelumnya karena kecelakaan motor.

Joko dikuburkan persis di sebelah makam ayahnya. Mereka dimakamkan berdampingan.

Pekerjaan om sebagai sopir mobil pengantar jenazah ini gak terikat jam kerja, ketika ada tugas mengantarkan jenazah, kapanpun waktunya ya harus siap. Om jalankan dengan ikhlas.

Seperti ketika ada kejadian yang akan om ceritakan berikutnya ini..
Pada suatu malam, ketika baru saja sampai di tempat kost, tiba2 ibu kost bilang ada telepon dari rumah sakit.

Waktu itu jam 10 malam, rumah sakit mengabarkan bahwa ada kecelakaan bus yang terjadi di daerah Bergas.

Bergas ini sekitar satu jam perjalanan dari Semarang. Ketika ada kecelakaan yang memerlukan bantuan mobil jenazah, dapat dipastikan ada beberapa korban yang meninggal. Innalillahi wainaillahi rojiun.

Om langsung bersiap lagi dan bergegas menuju rumah sakit yang jaraknya gak terlalu jauh dari tempat kost dimana om tinggal.
Sesampainya di rumah sakit, om langsung berangkat ke tempat terjadinya kecelakaan. Pihak rumah sakit bilang, sudah ada dokter dan perawat yang berangkat terlebih dahulu.
Seperti biasa, om jalan sendiri...

Singkat cerita, sekitar satu jam perjalanan, sampailah om di lokasi kecelakaan. Waktu itu waktu sudah menunjukkan hampir jam 12 tengah malam.

Menurut informasi petugas yang ada, kecelakaan terjadi karena ada dua bis besar yang bertabrakan. Belasan penumpang meninggal dunia..
Sebagian korban sudah dibawa ke rumah sakit terdekat. Dan om ditugaskan membawa jenazah yang tersisa di lokasi, karena sebagian sudah dibawa oleh ambulan dan mobil jenazah yang datang diawal.
Om perhatikan masih ada beberapa jenazah di pinggir jalan yang masih tergeletak tertutup kain.

Beberapa polisi dan orang yang ada di situ langsung mengangkat tiga jenazah dan membawanya masuk ke dalam mobil.

Ternyata, setelah tiga jenazah itu sudah ada di dalam mobil, ada satu jenazah lagi yang tertinggal. Ruang di mobil jenazah hanya muat tiga orang. Ada seorang bapak di situ yang bilang untuk jangan menumpuk jenazah, kasian katanya, om dan orang2 lainnya dapat mengerti.

Terus gimana om?
Solusinya adalah, satu jenazah terakhir diletakkan di kursi depan sebelah kursi sopir, dengan posisi duduk, tapi wajahnya di tutup kain putih..

Om nurut, pikir om waktu itu daripada bolak balik, lebih baik sekali jalan dan pekerjaan selesai.

Setelah selesai semuanya, om pun jalan ke rumah sakit, ditemani empat jenazah dalam satu mobil, dan tanpa pengawalan.

Tahun 80an itu, jalur Bergas Semarang masih sangat sepi. Kanan kiri masih banyak ditemui pohon2 besar pada kanan kiri jalan. Sepanjang jalan hanya terdengar suara mesin mobil.

Jujur, pada saat itu om agak ketakutan, ditambah bau anyir darah yang mungkin masih mengalir dari korban kecelakaan yang om bawa.

Ketika sudah di tengah perjalanan, ada sesuatu yang mulai terjadi..
Om mendengar ada suara tangisan perempuan di bagian belakang mobil, tempat di mana tiga jenazah terbaring..
Bulu kuduk langsung berdiri..

Refleks, om langsung melirik ke kaca spion..
Benar, ada sesuatu di belakang..
Om melihat ada orang dengan posisi duduk, bukan hanya satu orang, tapi ada tiga orang yang terlihat..

Posisi mereka duduk berjajar ke belakang..
Setelah terdengar suara perempuan, berikutnya ada suara laki2 yang terdengar seperti mengerang menahan sakit..

Sekali lagi om lirik ke kaca spion, ternyata yang duduk di belakang adalah satu laki2 dan dua perempuan..

Om membaca doa sebisanya, ketakutan, mau berhenti pun gak berani, karna kanan kiri jalan gak terlihat ada rumah penduduk...

Yang ada, om langsung mempercepat laju kendaraan, agar cepat sampai tujuan..

Nah, ketika om sedang konsentrasi melihat ke arah jalan dengan mobil yang berkecepatan cukup tinggi, tiba2 kain penutup jenazah yang duduk di sebelah, terbuka sendirinya..

Terlihatlah wajah jenazah itu, wajah laki2 yang berlumur darah..

Sampai detik itupun om sudah amat sangat ketakutan, ditambah dengan suara perempuan menangis dan erangan laki-laki yang menahan sakit di bagian belakang mobil.
Itu belum selesai..

Ketika gak sengaja melirik ke arah jenazah yang duduk di sebelah, om melihat kedua matanya terbuka, menatap ke arah om, dan...
Dan...bibirnya mulai tersenyum kecil..
Entah itu hanya perasaan om aja, atau bagaimana..
Yang pasti om gak tahan lagi..
Amat sangat ketakutan..

Ketika melihat ada satu rumah penduduk, om langsung mengarahkan mobil ke tepi jalan.
Setelah benar-benar berhenti, om langsung lari ke rumah itu, dan mengetuk pintunya..
Alhamdulillah, penghuni rumah muncul. Om langsung menceritakan semuanya ke Bapak pemilik rumah, dan dia menawarkan diri untuk menemani di sisa perjalanan. Om setuju..

Sekitar setengah jam kemudian, sampailah kami di rumah sakit.
Selesailah tugas om malam itu..

Balik ke gw lagi ya,
Itulah kira2 dua pengalaman om Heri ketika selama hampir setahun jadi sopir mobil jenazah. Setelahnya, beliau bekerja di kebun karet di pedalaman Sumatera.

Masih ada beberapa cerita seram yang beliau alami di masa mudanya, nanti kapan2 gw cerita..



Kisah Seram di BorobudurCandi Borobudur adalah salah satu bangunan bersejarah di Indonesia, merupakan satu keajaiban dun...
28/06/2025

Kisah Seram di Borobudur

Candi Borobudur adalah salah satu bangunan bersejarah di Indonesia, merupakan satu keajaiban dunia.

Tapi, ternyata Candi ini juga banyak menyimpan cerita misterinya sendiri.
Salah satu teman akan berbagi kisah aneh yang dia alami di Borobudur, simak di sini, di Bersama Cerita Horror Nusantara..

***
Aku Jibran, pekerja swasta yang tinggal di Jakarta.

Kali ini aku akan menceritakan pengalaman aneh yang aku alami ketika sedang berwisata dengan teman kampus sewaktu kuliah dulu.
Peristiwa ini terjadi tahun 2005, waktu itu aku masih mahasiswa tingkat dua di salah satu universitas di Palembang.

Ketika itu kampus mengadakan acara wisata ke Jawa Tengah, tentu saja Candi Borobudur menjadi salah satu destinasinya.

Saat itu aku sama sekali belum pernah mengunjungi Candi Borobudur, tentu saja jadi sangat gembira karena akhirnya berkesempatan untuk mengunjungi candi yang jadi salah satu tujuh keajaiban dunia itu.

Singkat cerita akhirnya kami berangkat wisata ke Jawa Tengah, dengan menggunakan bis.
Candi Borobudur menjadi tujuan pertama yang akan dikunjungi.

***
Aku lupa waktu itu hari apa, yang pasti bukan akhir pekan, sekitar jam tiga sore, akhirnya kami sampai di tujuan.
Waaaahh senangnya hati ini, keinginanku yang sejak dulu ada akhirnya tercapai juga, sampai juga di Borobudur.

Candi megah berdiri menjulang, sudah terlihat puncaknya dari tempat parkir di mana kami masih berada. Sama denganku, wajah ceria teman-teman menjelaskan betapa semangat dan gembiranya mereka ketika akhirnya sampai juga di Borobudur.

Padahal masih di lapangan parkir tetapi sudah banyak terlihat pedagang-pedagang souvenir menjajakan barang dagangan bermacam bentuknya, baru melihat itu semua saja aku sudah merasakan suasana menyenangkan.

Sambil menunggu panitia membeli tiket, kami duduk di area parkir, bersenda gurau, bermacam tingkah polah dalam mengisi kekosongan, segala lelah yang dirasakan ketika masih dalam kendaraan sebelumnya hilang berganti keceriaan.

Aku, hanya sesekali ikut dalam perbincangan seru, lebih banyak menikmati pemandangan dan suasana sekitar.

Langit cerah terang nyaris gak ada awan, matahari masih bersinar walau sudah gak terlalu menyengat panasnya.

Semilir angin bertiup membelai tubuh serta wajah, memanjakan pikiran, menghempas resah dan lelah, gak habis senyumku merasakan semuanya.

Entah dari mana sumbernya, sayup-sayup kedengaran juga musik gamelan jawa melantunkan irama khas-nya, lagi-lagi aku menyukainya.

Kalau diperhatikan, pengunjung candi borobudur hari itu gak terlalu ramai, mungkin karena bukan akhir pekan atau juga libur panjang, hanya ada beberapa rombongan wisatawan lokal yang bergerombol, terselip juga turis mancanegara di beberapa sudut.

Tapi walaupun begitu gak juga bisa dibilang sepi, suasana tempat wisata masih sangat terasa.

Di tengah asyiknya menikmati semua, perhatianku sedikit teralihkan ke beberapa orang yang terlihat di kejauhan. Beberapa orang ini awalnya muncul satu per satu, gak berbarengan, tapi lama-kelamaan jadi beberapa, cukup banyak jumlahnya, nyaris semuanya laki-laki.

Kenapa aku tertarik memperhatikan mereka? dari cara berpakaiannya, mereka semuanya mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkon di kepala, ada yang mengenakan baju khas yang biasanya aku hanya melihat di pengantin Jawa.

Tapi, orang-orang yang berpakaian baju jawa hanya sedikit, hanya beberapa saja. Dari semua, yang paling banyak terlihat adalah orang-orang yang hanya bercelana pendek sebatas lutut sambil bertelanjang dada, dan melangkah berjalan tanpa alas kaki.

Mereka semuanya datang dari arah yang sama, dan sepertinya berjalan menuju arah di mana Candi Borobudur berada.
Seperti karnaval? Iya, aku melihatnya seperti itu.

Biasanya kalau karnaval akan kelihatan dari pakaian yang dikenakan masih baru, dan juga pesertanya memakai rias wajah tebal,
tapi kalau ini nggak, polos aja, mereka seperti sedang memakai pakaian yang biasa mereka kenakan sehari-hari, sepertinya memang seperti itulah cara berpakaiannya.

Aku terus memperhatikan rombongan itu, dari saat datang sampai beberapa dari mereka menghilang terhalang jarak pandang.
Aku bertambah yakin kalau tujuannya memang Candi Borobudur, karena memang mereka berjalan ke arah di mana lokasi candi berada.

Nah, yang paling aneh, aku melihat kalau para wisatawan dan orang-orang yang ada di sekitarnya seperti gak menyadari kehadiran mereka, acuh aja, biasa, padahal sangat-sangat menarik perhatian, tapi semuanya seperti gak peduli, seperti gak melihat kehadiran mereka, kan aneh.

“Jibran, ngelamun aja kau, ayok kita masuk.”
Suara ajakan Melvin membuyarkan lamunanku. Benar yang Melvin bilang, kami sudah bisa masuk karena tiket sudah tersedia. Lalu aku bangun dari duduk, kemudian berjalan bersama teman-teman masuk ke lokasi candi.

Sambil berjalan itu, aku masih dapat memperhatikan rombongan tadi. Dari kejauhan, aku melihat beberapa orang yang paling belakang, terus berjalan beriringan menuju candi.

Pada mau ngapain sih orang-orang itu..
Setelah melewati pemeriksaan tiket di pintu masuk, kami lalu berjalan menyusuri jalan yang ternyata berbeda situasinya dari tempat parkir di luar tadi, kali ini lebih ramai, lebih banyak wisatawan.

Sambil berjalan, aku sudah bisa melihat Borobudur yang berdiri megah, puncak stupa yang terlihat dari kejauhan menjadi pemandangan sangat indah, sungguh merupakan satu peninggalan keajaiban sejarah yang menakjubkan.

Sedikit menyinggung sejarah, Candi Borobudur diperkirakan mulai dibangun pada abad ke-9 yang mana saat itu wilayah Magelang dikuasai oleh Dinasti Syailendra yang dipimpin oleh Raja Samaratungga.

Raja bertitah untuk membangun sebuah pembangunan Candi yang kala itu dipimpin oleh seorang arsitek bernama Gunadharma.
Tanpa bantuan kecanggihan teknologi masa kini, Gunadharma menggambar Candi Borobudur yang luasnya mencapai ratusan meter persegi itu.

Dari pembangunan tersebut, Borobudur dapat diselesaikan dalam waktu 50-70 tahun kemudian. Yang mana konon katanya, Gunadharma sendiri gak melihat hasil akhirnya.

Begitulah menurut sejarah yang pernah aku baca, dan yang paling menakjubkan katanya pembangunan candi megah ini hanya menggunakan tenaga manusia, batu-batu sebesar dan sebanyak itu diangkat dan disusun menjadi bangunan tinggi dan besar hanya menggunakan tenaga manusia, salut.

Semakin dekat jarak dengan candi, aku semakin takjub.
Tapi sebentar, ke mana orang-orang yang menarik perhatianku tadi? Kok gak terlihat lagi?

Padahal tadi mereka menuju ke tempat yang aku tuju, berjalan lewat jalan yang aku lewati juga, jumlah mereka banyak dengan cara berpakaian yang menarik perhatian, jadi gak mungkin kalau di dalam lokasi candi tiba-tiba gak kelihatan, menurutku gak mungkin.

Tapi ya sudah, hanya sebatas itu rasa penasaran, selebihnya aku menikmati suasana siang menjelang sore setibanya kami di lokasi Candi Borobudur, bercengkrama bersama teman lainnya.

Langit biru cerahnya semakin pekat, panas hari berkurang seiring bergulirnya sang surya menuju ufuk barat. Wajah ceria wisatawan menjadi pemandangan lainnya, banyak yang sambil berfoto mengabadikan momen ini.

Yang tadinya berjalan bersama, entah di bangunan tingkat berapa akhirnya aku terpisah dari Melvin dan Kiara, lalu berjalan sendiri mengelilingi candi sambil terus memperhatikan setiap detailnya.

Mulai merasa agak lelah, di bagian timur borobudur aku istirahat sejenak, duduk melemaskan kaki yang mulai agak pegal.

Di tempat aku duduk ini pemandangannya sungguh indah, pandangan lepas jauh ke depan tanpa halangan, langitnya sudah gak seterang saat kami tiba tadi, tapi masih dapat menerangi dataran luas di sekeliling candi.
Tapi, pandanganku terhenti di satu bagian halaman candi, yang letaknya sedikit agak ke selatan, di sana aku melihat pemandangan yang menarik perhatian.

Ada sekelompok orang yang sedang berkumpul, jumlahnya puluhan, mereka berdiri membentuk barisan dipimpin oleh beberapa orang yang berdiri di depan.

Beberapa orang yang sepertinya sebagai pemimpin yang sedang memberi pengarahan ini berpakaian baju jawa lengkap dengan kain hitam atau blankonnya.

Sedangkan mereka yang berada di depannya, yang jumlahnya jauh lebih banyak, hanya bercelana pendek selutut, ada sebagian juga mengenakan kain terlilit di pinggangnya, dan tanpa mengenakan alas kaki.

Iya, mereka semua adalah orang-orang yang aku lihat di luar tadi, yang berbondong-bondong masuk ke dalam lokasi candi, aku sangat yakin.
“Pada ngapain mereka di sana ya?” Aku bertanya sendiri dalam hati.

Cukup lama aku memperhatikan, cukup lama aku duduk di tempatku diam sendirian, cukup lama juga sampai akhirnya baru menyadari kalau ada yang aneh di sekitarku.
Apa yang aneh?

Ternyata, aku gak melihat ada satu orang pun yang ada di dekatku, kosong!
Ada yang aneh lagi, ternyata langit sudah berubah warnanya, berangsur memerah dan semakin memerah, menuju gelap, seperti senja yang datang tiba-tiba, padahal baru jam setengah lima sore.
Ah mungkin akan turun hujan, pikirku begitu dalam hati.

Berdiri dari duduk, aku lalu melangkah menuju bagian candi di sisi lain, coba mencari orang selain aku.

Gak ada, aku gak melihat siapa pun, gak bertemu siapa-siapa. Sudah melihat ke atas, menengok bagian bawah, tetap gak ada orang sama sekali.

Aku mulai merasa ada keanehan, mulai merasa ketakutan ketika sejauh mata memandang dari tempatku berdiri, mungkin di bangunan tingkat ke lima borobudur, aku gak melihat ada orang satu pun juga, kosong!

Mulai panik, aku berjalan agak cepat mengelilingi candi di tingkat lima itu, coba untuk mencari manusia lain.
Sementara langit semakin gelap, layaknya waktu mendekati malam.
Gak ada, gak ada orang di atas candi, di halaman, di kejauhan, aku gak melihat ada orang sama sekali.

Kecuali.., benar, kecuali rombongan yang sedang berkumpul di bagian barat tadi, sekump**an orang yang aku lihat sejak dari tempat parkir.

Kenapa mereka ada? Sementara orang lain gak ada? Termasuk rombongan teman-teman kampusku, mereka semua menghilang.
Lelah ditambah panik, aku berniat untuk turun dari candi lalu menuju rombongan tadi, atau pintu keluar.

Tangga yang menurun panjang jadi tujuan pertama,
Sesampainya di tangga, aku lalu menuruninya selangkah demi selangkah.

Beberapa bagian tangga bentuknya seperti lorong kecil, aku harus sebentar masuk ke lorong itu untuk terus turun, menuruni tingkatannya satu persatu.
Tapi, entah di tingkatan berapa, aku mendadak kaget keheranan, sangat ketakutan.

Beberapa detik sebelumnya, langit masih terang, masih sore, sama sekali belum gelap, itu keadaan ketika aku belum masuk ke satu lorong tangga.

Tapi, ketika aku sudah keluar dari lorong pendek itu, tiba-tiba suasananya sudah sangat berubah, langit sudah sangat gelap, gelap layaknya malam.

Iya, tiba-tiba hari sudah berubah jadi malam. Aku lantas berhenti, heran, takut, takjub, semua perasaan itu bercampur jadi satu.
Kenapa tiba-tiba menjadi malam gelap?
Gak berhenti sampai di situ, ternyata ada keanehan lain..

Aku yang masih terkaget-kaget karena tiba-tiba hari menjadi malam, jadi semakin keheranan karena ternyata di candi ini sudah gak sepi lagi, sudah banyak orang.
Iya, Candi tiba-tiba ramai, gak sepi lagi seperti beberapa saat sebelumnya.

Aku masih diam di tempat, di tangga, belum beranjak bergerak sedikit pun, terus memperhatikan sekeliling yang sungguh sangat membuatku keheranan.

Aku semakin gak habis pikir, ketika sadar kalau ternyata walaupun ramai tapi gak ada satu orang pun yang aku kenali, gak ada teman kampusku yang wara-wiri, gak ada.
Yang membuat aku sangat keheranan gak hanya itu, ternyata semua orang-orang ini berpenampilan sangat khas.
Khasnya gimana?

Mereka semua gak ada yang berpakaian masa kini, mereka semuanya berpakaian layaknya orang-orang jawa zaman dahulu kala.

Sontak aku jadi teringat dengan rombongan orang-orang yang aku lihat di parkiran tadi, mereka masuk ke dalam lingkungan candi, lalu aku melihat mereka berkumpul di bagian barat candi, sebelum hari tiba-tiba berganti malam.

Kenapa aku ingat mereka? Karena perawakannya sama, pakaiannya sama, bahkan beberapa wajahnya aku kenali.

Orang-orang yang hanya bercelana pendek, bertelanjang dada, dan tanpa alas kaki, bertampang dekil berpeluh keringat, adalah orang-orang yang paling banyak kelihatan.
Sementara sebagian kecil orang berpenampilan lebih rapi, mengenakan pakaian lengkap dengan blangkon atau kain penutup kepala, mereka hanya berdiri memperhatikan orang-orang yang bercelana pendek itu bekerja.

Iya, aku bisa berkesimp**an, kalau orang-orang bercelana pendek bertelanjang dada dengan tubuhnya yang berpeluh keringat itu adalah para pekerja, aku melihat kalau mereka ada yang berjalan mengangkat batu, ada yang memukul-mukul batu besar, ada yang beramai-ramai sedang menarik mengangkat batu besar dengan tali.
Aku yakin mereka para pekerja yang sedang diawasi pekerjaannya oleh “Mandor” mereka yang berpakaian lebih bersih dan rapi.
Ada beberapa pekerja yang melintas dekat denganku, berjalan ke kanan atau ke kiri dengan memanggul batu besar, entah mau di bawa ke mana.

Semuanya sangat nyata, sama sekali gak seperti mimpi, aku merasakan semuanya, melihat semuanya, ini nyata.
Aku terus diam memperhatikan, sampai akhirnya ada seorang laki-laki yang datang mendekat. Sosok laki-laki tinggi besar, berkumis, mengenakan pakaian khas jawa, dengan ikatan kain berwarna hitam melilit di kepalanya.

Dia datang dengan berjalan agak cepat lalu berhenti tepat di hadapan, kemudian berbicara dengan bahasa jawa yang sama sekali aku gak mengerti, satu kata pun aku gak paham apa yang dibicarakan, tapi aku yakin kalau dia bicara menggunakan bahasa jawa dengan logat kental yang khas.
Laki-laki itu terus saja bicara, wajahnya menatapku tajam, sambil sesekali tangannya menunjuk-nunjuk ke bawah, menunjuk ke tangga bagian bawah.

Oh baiklah, aku mengerti, sepertinya dia menyuruhku untuk turun menuruni tangga, turun dari atas candi, aku berpikir seperti itu. Aku mengangguk, lalu menuruti “Perintahnya” untuk turun menuruni tangga.

Satu persatu anak tangga aku turuni, dalam perjalanan menuju ke bawah, sambil terus memperhatikan sekitar, menyaksikan kesibukan para pekerja yang sedang melakukan pekerjaannya masing-masing.

Sebenarnya apa sih yang sedang mereka kerjakan?
Nanti, ketika aku sudah sampai di bawah, di halaman candi, aku akan mengerti semuanya..

***
Gak ada rasa takut, gak ada perasaan was-was, aku hanya merasa aneh dan takjub dengan semua pemandangan.
Dan akhirnya, ketika aku sudah sampai di bawah, ketika kaki sudah menginjak rerumputan di lahan sekitar candi, aku akhirnya bisa melihat semuanya.

Berdiri di atas rerumputan yang letaknya di bawah, beberapa belas meter dari dinding Candi terluar, aku akhirnya bisa melihat dengan jelas.

Ternyata aku sedang menyaksikan proses pembangunan Candi Borobudur..
Yang aku lihat, Borobudur baru hanya setengahnya saja berdiri, hanya bagian bawah sampai tengahnya, sedangkan bagian atas belum rampung.

Itulah mengapa aku melihat banyak pekerja yang mengangkat batu-batu dengan berbagai ukuran, membawanya ke atas untuk diletakkan lalu disusun membentuk bangunan.

Aku takjub memandang semuanya, orang-orang itu bekerja pada malam gelap hanya dibantu penerangan dari cahaya api menyala dari benda yang bentuknya seperti obor dengan berbagai macam ukuran.
Mereka terus bekerja tanpa kenal lelah, dengan kegiatannya masing masing, ya itu tadi, ada yang mengangkat batu, ada yang memecahkan batu, ada yang beramai-ramai menarik batu besar dengan tali, semuanya sibuk.

Semua kejadian yang aku alami ini hanya sebentar, sepertinya hanya 30 menit lamanya, sampai aku tersadar kalau ini bukan tempatku, tersadar kalau sedang “Tersesat” di Borobudur, aku harus mencari jalan supaya bisa keluar dari sini.

Perlahan aku memperhatikan sekitar, ternyata semuanya gelap, keramaian hanya ada di sekitar pembangunan Candi ini saja, aku jadi bingung mau ke mana harus melangkah.
Tapi sebentar, sambil berusaha menajamkan penglihatan di dalam gelap, aku akhirnya melihat ada jalan setapak, jalan setapak yang gak jauh di ujungnya ada gerobak kayu sedang bergerak menjauh.

Aku melihat ada gerobak kayu di kejauhan.
Ya sudah, aku memutuskan untuk mengikuti gerobak kayu itu, dia pasti menuju ke suatu tempat.

Terus menyusuri jalan setapak dalam gelap, lama-kelamaan aku semakin kesulitan untuk melihat, mata terhalang pekatnya malam yang sama sekali gak ada penerangan.

Sial, lambat laun aku kehilangan gerobak yang aku ikuti itu, sampai akhirnya gerobak kayu itu hilang sama sekali dari pandangan, meninggalkan aku sendirian di dalam gelap, berjalan entah ke mana, gak tentu arah.

Di sini aku kembali merasakan panik, gak tahu harus melangkah ke mana.
Seiring bergulirnya waktu, semakin lama aku semakin capek, lelah, kaki makin berat untuk dibawa melangkah.

Badanku lemas. semakin lemas.
Lalu semuanya jadi gelap, sangat gelap..
Aku gak sadarkan diri.

***
“Udah sadar mas, udah sadar.”
“Jibran, bran.., bangun kau.”
Aku mendengar suara-suara itu, ketika baru saja bangun siuman.

Pelan-pelan membuka mata, akhirnya tersadar kalau ternyata aku sedang terbaring di atas kursi panjang di satu ruangan besar, entah ruangan apa.
“Kalo kamu sudah bisa duduk, duduklah Bran, minum air ini dulu.”
Melvinlah yang pertama kali aku lihat, lalu Dendi, lalu satu orang dosenku, lalu ada beberapa orang lagi yang gak aku kenal.

Jadi, aku terbangun di salah satu ruangan yang ada di sekitar candi Borobudur, mereka semua yang berada di ruangan ketika aku bangun, ternyata baru saja menemukan aku.
Menemukan aku?

Iya, menurut mereka, ternyata aku hilang sejak maghrib tadi, aku gak ditemukan di mana-mana, hilang aja, tanpa jejak.

Lalu dilakukanlah pencarian,
Tapi setelah berjam-jam ternyata nihil, aku gak juga ditemukan, padahal pencarian sudah dilakukan ke segala sudut lingkungan candi.
Tapi syukurlah, aku akhirnya ditemukan juga pada jam 12 tengah malam oleh salah satu penjaga Candi.

Ketika ditemukan, aku sedang gak sadarkan diri di bawah salah satu pohon besar di sisi Barat Candi Borobudur.

Selama lebih dari enam jam aku menghilang tanpa jejak, padahal aku sangat yakin kalau hanya setengah jam saja “Tersesat” melihat pembangunan candi, cuma sebentar saja.
Sungguh pengalaman yang seru..

***
Hai, balik lagi ya..
Sekian cerita kali ini, sampai jumpa esok malam. Tetap jaga kesehatan supaya bisa terus merinding bareng,
Wassalam,



Address

Banjar

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Cerita Horror Nusantara posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Cerita Horror Nusantara:

Share