12/05/2024
KETIKA ISTRI HATINYA SUDAH MATI #1
“Dasar tol*l! Istri nggak berguna! Sudah aku bilang di telepon tadi, siapakan pakaianku! Kau membuatku terlambat ke bandara!”
Suara Mas Irvan menggelegar memenuhi seantero kamar, kala melihat koper yang akan dibawanya ke Bandara siang ini, masih kosong. Bukan tanpa alasan, sejak satu jam yang lalu, Alya, bayiku yang baru berusia dua bulan terus menangis karena sedang demam. Perintah Mas Irvan di telepon tadi terpaksa tak bisa langsung kulaksanakan karena aku sibuk mengompres dan menenangkannya.
“Apa kau tidak mengerti kalau pekerjaanku ini penting? Ya Tuhan, kenapa aku harus punya istri tol*l sepertimu!”
Dia memakiku lagi, mengulangi kata-kata hinaan yang menyakitkan itu. Dadaku sesak, mataku seketika terasa panas. Seumur hidup sebelum menikah dengannya, tak seorangpun pernah memakiku seperti itu. Bahkan mendengar suara bentakan saja aku tak pernah.
Ku redam dalam-dalam rasa nyeri di dada yang timbul akibat makian dan bentakannya barusan. Satu tahun menjadi istrinya, aku mulai paham bahwa dia adalah lelaki yang mengerikan saat amarah sedang menguasai
“Maaf, Mas. Apa nggak bisa ditunda keberangkatannya? Alya sakit. Badannya panas sekali.”
Tanpa menoleh padaku ataupun anaknya yang berada dalam gendongan, Mas Irvan terus mengeluarkan baju-baju dari dalam lemari dan melemparkan semuanya ke atas tempat tidur.
“Tidak bisa! Kau mau aku dipecat, hah?! cepat rapikan baju baju itu ke dalam koper!’ bentaknya kasar.
“Tapi Alya … “
Kali ini dia membalikkan badan dan menatapku garang, membuat nyaliku langsung menciut.
“Kalau masih tergantung juga padaku, apa guna dirimu? Kau ibunya! Harusnya kau lebih tahu apa yg terbaik! Kalau perlu dibawa ke rumah sakit, bawalah! Apa masih kurang uang yang kuberi selama ini?!”
Aku hanya mampu menelan ludah yang terasa pahit. Tak mampu menjawab ataupun membantah lagi kata-katanya. Kuletakkan Alya di atas kasur dan dengan gerakan cepat memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Selesai. Mas Irvan menutup koper dan menarik resletingnya dengan sekali sentak. Kentara sekali hatinya yang kesal. Lalu, diseretnya koper itu, tergesa-gesa melangkah keluar kamar. Mau tak mau, kuikuti langkahnya setelah mengangkat lagi Alya dalam gendongan.
“Mas … “
“Apa?!”
Bentakannya terasa menyakitkan di telinga. Bahkan sejenak, Alya berhenti menangis. Aku menghela napas dalam-dalam, berusaha tegar dan menerima kemarahannya karena memang aku yang salah. Seharusnya tadi, kuletakkan saja Alya sebentar di kasur untuk mengemas pakaiannya.
“Aku minta maaf, Mas. Mudah-mudahan nggak terlambat.”
Dia mendengus, tetap tanpa menoleh. Tangannya membuka bagasi mobil dan meletakkan koper itu di sana. Kuulurkan tangan, hendak bersalaman seperti biasa jika Mas Irvan akan pergi bekerja atau keluar kota seperti ini. Tapi, seperti tak melihat, Mas Irvan melengos dan langsung naik ke dalam mobil, membiarkan tanganku menggantung di udara.
Dia bahkan sama sekali tak peduli pada anaknya!
Mobil itu lalu meluncur di atas carport rumah dan menghilang di balik pagar yang terbuka lebar. Aku memejamkan mata, memeluk Alya, yang seperti mengerti perasaanku, benar-benar berhenti menangis meski suhu badannya masih sepanas tadi.
Sabar, Jihan. Sabar. Mas Irvan hanya panik karena jam keberangkatan pesawatnya sebentar lagi tiba. Kamu yang salah, terima saja. Semoga nanti kemarahannya reda dan dia menghubungimu.
Dengan sebelah tangan, kututup pagar dan bergegas masuk ke dalam rumah. Alya kembali merintih. Dalam keadaan seperti ini, semua kehidupanku sebelum bertemu Mas Irvan kembali membayang. Pernikahan tanpa restu, inikah hukuman dari Tuhan karena telah menyakiti hati orang tuaku?
Kuletakkan Alya di atas kasur dan mulai berkemas. Aku harus segera membawanya ke rumah sakit. Kompres dan obat turun panas tak bekerja dengan baik.
Dengan taksi online, aku tiba di IGD rumah sakit. Dokter jaga langsung memarahiku saat melihat keadaan Alya, yang baru kusadari, diam dan tampak lemas. Tadi di jalan, kupikir dia akhirnya lelah menangis dan mengantuk.
“Ibu gimana sih? Ini panasnya tinggi sekali dan si adik nyaris dehidrasi.”
Air mataku langsung menitik.
“Tolong, Dokter. Lakukan apa saja untuk menyelamatkan anak saya.”
Selanjutnya, aku tak tahu lagi. Aku hanya bisa terduduk di depan ruang tunggu sementara beberapa dokter dan perawat memberi tindakan pada putriku. Kututup wajah dengan kedua tangan, namun, segala peristiwa satu tahun lalu seketika menghantamku tanpa ampun.
“Jangan pergi, Jihan. Jangan menikah dengannya. Percayalah, dia bukan lelaki yang baik untukmu.”
Semua isak tangis Mama dan larangan Papa kuabaikan. Aku terjerat cinta buta pada lelaki bernama Irvan itu. Meski kemudian, Papa mengizinkan aku menikah, itu semata-mata demi agar aku tak berzina. Papa hanya memberi izin, tapi tak bersedia menjadi waliku. Aku menikah dengan wali hakim, sendirian, sementara tak satupun keluargaku hadir. Posisi penting di kantor Papa terpaksa kutinggalkan karena sejak aku memutuskan menjadi anak pembangkang, aku tak lagi berhak menikmati fasilitas milik keluarga.
Sedih? Tentu saja. Tapi itu adalah pilihanku. Apalagi tak lama kemudian aku hamil. Meski cinta dan perhatian Mas Irvan tak lagi menggebu-gebu seperti sebelum kami menikah, aku berharap bahwa pengorbananku tak sia-sia.
Alya akhirnya harus dirawat siang itu juga. Di kamarnya, kutatap wajah bayi mungil yang sejak kelahirannya dua bulan silam, tak sekalipun merasakan sentuhan kasih sayang ayahnya. Mas Irvan sibuk bekerja. Dalam dua bulan ini saja, sudah lima kali dia bolak balik ke Jakarta.
Kuraih ponsel di dalam tas, mencoba meneleponnya. Jam segini, kuperkirakan dia sudah tiba di bandara Sukarno-Hatta dan sedang dalam taksi menuju kantor utama.
Layar ponselku menampilkan tulisan ‘berdering’, pertanda WA-nya aktif. Tapi, suara yang kudengar dari seberang telepon membuat jantungku seketika gemuruh. Bahkan, rasanya nyaris jatuh ke dasar perut.
“Halo, ini siapa?”
***
Di KBM app sudah bab 12 dan akan apdet lebih cepat. Yuk ke aplikasi
Judul : MATI RASA
Author : Yazmin_Aisyah
Klik link ini ya
MATI RASA - Yazmin_Aisyah
Aku meninggalkan orang tua dan kehidupanku yang bahagia demi kamu, Mas. dan ini balasanmu?
akankah ...
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/.../f9afdc54-a616-4053-8f9d-2279d080ce88