19/09/2025
Bacaruik boleh-boleh saja. Tidak bacaruik boleh juga. Kalau bacaruik harus pada tempatnya. Masalahnya, dalam dunia yang semakin absurd ini tak ada lagi batas ruang dan waktu. Tak ada kavling-kavling lagi untuk nilai, moral, maupun adab. Lalu, apakah semua itu bisa dibatasi, bisa diatur, dibungkam? Tentu saja bisa. Tapi, ketika dunia yang absurd itu dibatasi, maka akan muncul dunia baru. Ketika medsos dibungkam, maka akan lahir media baru.
Apa fungsionalnya bacaruik di konten medsos itu? Fungsionalnya tentu saja algoritma. Semuanya demi algoritma. Demi viral, demi cuan. Puncaknya barangkali demi wahamisme.
Bagaimana pula konten caruik bisa menjadi ekspresi kemuakkan dengan status quo, sementara influencer saja banyak yang jadi penjilat kekuasaan? Yang membuat konten caruik, yang membuat konten kontra caruik tak menjilat kekuasaan. Semuanya menjilat kepada algoritma. Algoritma itu menjadi "Tuhan". Mark Zuckerberg mengakui hal itu. Sehingga, ia ketakutan setengah mati kepada toktok.
Hikmah dari viralnya konten caruik itu adalah: tanpa sadar, kita telah mempertuhankan algoritma. Baik yang setuju dengan caruik, atau yang tak setuju dengan caruik, tanpa disadari, semuanya telah bertuhan pada algoritma.