
25/04/2025
"YA SUDAH LAH"
=============🍇
Kemarin saya menjadi pembicara di acara salah satu perusahaan Direct Selling yang berkantor di Cilandak. Sebelumnya sempat ngobrol dengan karyawan yang membantu menyiapkan acara.
Salah satu karyawan itu seorang lelaki berusia -dugaan saya- belum sampai 30 tahunan. Dia antusias minta dianalisa tanda tangannya setelah tahu bahwa saya bisa analisa tanda tangan.
Tentu saja dia tidak sendirian disana, ada beberapa orang yang sedang sibuk menghadap layar dan lainnya. Jadi saya tidak leluasa saat menganalisanya.
Setelah membubuhkan tanda tangan di sebuah buku kecil, saya menatap wajahnya dan dengan ragu-ragu menulis di notes HP ini, lalu menyerahkan ke dia dengan hati-hati.
Saya ragu karena khawatir orang lain tahu, sebab itu bisa jadi dianggap aibnya sendiri.
Dia mengangguk dengan wajah ceria, merasa takjub. Sampai dia bilang, no 3 itu aku pernah coba tapi merasa gak mungkin, lalu no 2 pun pernah merasakannya, no 1 pernah dilakukan. Ujarnya.
Teman-temannya riuh sambil menebak-nebak apa kira-kira yang saya tulis. Mereka tertawa sambil menggoda orang ini. Suasana jadi pecah.
Dibalik keceriaannya, dia memendam perasaan yang tidak baik, persepsi negatif tentang dirinya, hidupnya sehingga tidak berani ambil keputusan "maju".
Tak sadar perasaan negatif yang dipendam ini menjadi penghalang perjalanan karir dan hidupnya. Meski akhirnya dia "menerima" dalam arti memilih menerima karena merasa tak berdaya.
Tapi saya tidak ingin menceritakan tentang dia lebih lanjut, melainkan tentang Anda yang pernah merasa kecewa tapi dipendam, lalu merasa tak berdaya sehingga berkata "ya sudah lah."
Kenyataannya, situasi yang mengecewakan itu sehingga memaksa Anda berkata "ya sudahlah" terjadi berulang kali bukan?
Seorang pengusaha pernah menemukan korupsi yang dilakukan bawahannya dan hanya bisa berkata, "ya sudah lah" tanpa bisa atau berani untuk ambil kembali uang perusahaan yang sudah dikorupsi.
Ucapan "ya sudah lah" adalah ekspresi rasa tak berdaya. Tapi dia menjadi penegasan ke diri sendiri bahwa "tak berdaya" adalah dirinya alias jadi AFIRMASI DIRI.
Sepanjang tidak diterapi, terus saja merasa tak berdaya dan menghibur diri dengan berkata "ya sudah lah". Ada saja orang atau keadaan yang memaksa berkata "ya sudah lah."
Mau sampai kapan?
Yuk lakukan terapi secara bertahap, dibimbing, dan dievaluasi.
Wallahu'alam
Ahmad Sofyan Hadi