22/04/2025
Mother Wound
Izinkan saya share sebuah kisah nyata, dari dunia antah berantah.
Seorang anak gadis, bersekolah di pesantren yang kerjanya menghafal Al Quran. Lalu kuliah mengambil jurusan hadits yang sehari-hari "ngulik" hadits.
Di rumah, bisa dibilang sangat patuh kepada ibunya, membantu mengerjakan pekerjaan ibunya. Iya lah, dia kan anak gadis.
Suatu masa, dia mulai terlihat ogah-ogahan membantu ibunya, mulai ceplas-ceplos kalau dinasehati ibunya, bahkan sering mengabaikan perintah ibunya.
Ibu sangat sabar.
Di masa berikutnya, anak gadis minta dibelikan HP baru dengan alasan untuk kebutuhan kuliah sebab HP lama sudah tidak support.
Ibunya menolak awalnya karena memang belum ada uang. Tapi terus merengek dan mendesak sampai dibela-belain mencicil HP melalui aplikasi.
Tak terasa setahun berlalu, anak gadis mulai melawan sampai ibunya menyita HP dan anak marah besar sampai memilih pergi dari rumah.
Tapi... HP yang dipegang ibunya banyak menceritakan kisah tanpa kata. Ada banyak foto-foto aurat yang disimpan, bahkan ada kontak dengan lelaki melalui media sosial saling bertukar foto aurat.
Astaghfirullah.
Salahnya dimana?
Sang ibu sangat terpukul, membayangkan momen saat melahirkan anak. Momen saat memandikan anak, saat menyuapi anak, saat menyusui dan menggendong, saat memeluk ketika tidur, saat memperjuangkan agar bisa sekolah, tapi...
Seolah pelajaran Qur'an dan hadits tak berbekas.
Pertanyaannya, kenapa?
Sang anak berpegang pada penilaiannya, IBU BERSALAH!
Ibu telah memukulnya saat marah bapak telah memukulnya saat marah, anak merasa tak disayang! Lalu dia mencari kasih sayang dan SYETAN MENEMANI!
Syetan membisiki kepadanya untuk datang kepada pria, untuk mengadu kepada pria, untuk percaya kepada pria.
Syetan pun mendatangi pria untuk memberinya perhatian, memberinya rasa nyaman, dan memintanya melepas KEIMANAN.
Syetan masuk saat seseorang memendam kesedihan, kemarahan, atau penyesalan. Syetan sudah setia menunggu momen itu sejak anak gadis terlahir ke dunia.
Tulisan ini bukanlah untuk menyalahkan anak gadis, tapi untuk evaluasi bersama. Jangan mendidik anak dengan kekerasan.
Kekerasan menimbulkan luka batin, dipendam dan menuntut pelarian atau pelampiasan. Orang tua yang melakukan kekerasan sebenarnya mereka pun korban kekerasan orang tua mereka.
Entah dari orang tua kandung atau orang yang lebih tua saat mereka masih kecil.
Dalam persepsi si anak, apa artinya belajar Al Quran bila di rumah dipertontonkan kekerasan bahkan mengalami pukulan, bentakan, atau kesakitan?
Tapi ini bukan pembenaran ke anak atas pilihannya "melarikan diri" ke pergaulan bebas. Mari perbaiki bersama.
Para orang tua, bila merasa pernah mengalami kekerasan masa kecil, yuk lakukan terapi. Jangan merasa sayang dengan uangnya, sebab uang bisa didapatkan kembali tapi anak yang "melenceng" sesalnya dibawa mati.
Ibu yang memendam luka batin cenderung ketakutan anak akan mengalami pengalaman buruk seperti dirinya sehingga menuntut dan mengontrol anak berlebihan.
Ini menjadi jurang pemisah kedekatan ibu dengan anak gadisnya.
Ditambah ayah yang juga pernah mengalami kekerasan sewaktu kecil, mudah untuk menjadi emosi sehingga sering lepas kendali.
Yuk lakukan terapi secara bertahap, dibimbing, dan dievaluasi.
Wallahu'alam
Ahmad Sofyan Hadi