Nophie Author

Nophie Author Content creator
Author

''Bisa nggak serius? Kalau kamu nggak mau semua tugas kamu saya revisi semua?'' Ucap salah satu dosen tertampan dikampus...
08/02/2025

''Bisa nggak serius? Kalau kamu nggak mau semua tugas kamu saya revisi semua?'' Ucap salah satu dosen tertampan dikampus ini, yang juga terkenal killer.

Part terakhir di Facebook

PAK ARJUNA

Setelah presentasi selesai, Acha memberanikan diri untuk menemui Pak Arjuna di ruang dosen. Ada hal yang ingin ia sampaikan, atau setidaknya ia ingin tahu apakah komentar dingin tadi benar-benar sindiran atau hanya sekadar evaluasi biasa. Walau dalam hati sebenernya ada niat lain.

Namun, begitu sampai di depan pintu, Acha melihat Arjuna sedang berdiri di dekat jendela, berbicara serius di telepon. Wajahnya tetap dingin dan tenang seperti biasa, tapi nada suaranya terdengar tegas.

''Iya, saya sudah bilang... Saya tidak bisa lagi meneruskan hubungan ini,'' kata Arjuna dengan nada rendah. ''Baik. Nanti saya kabari.''

Acha menggigit bibirnya, ragu untuk masuk. Akhirnya, setelah beberapa detik menunggu dan merasa tidak sopan jika terus menguping, ia memutuskan untuk berbalik dan pergi.

Namun, saat baru beberapa langkah meninggalkan pintu, suara khas Arjuna yang datar tapi tegas terdengar memanggil.

''Acha.''

Acha langsung berhenti. Jantungnya berdegup lebih cepat, meski ia berusaha terlihat santai. Ia berbalik perlahan dan mencoba memasang senyum. ''Iya, Pak?''

Arjuna menutup telepon dan berjalan mendekat dengan langkah tenang. ''Kenapa dari tadi di depan pintu?'' tanyanya singkat.

''Eh... nggak, nggak apa-apa, Pak,'' jawab Acha cepat sambil sedikit gugup. ''Saya cuma... mau nanya soal presentasi tadi. Tapi Bapak kelihatan sibuk, jadi saya ... ''

''Tanya saja sekarang,'' potong Arjuna, tetap dengan ekspresi datarnya.

Acha terdiam sejenak, mencoba merangkai kata. ''Eh beneran nggak jadi pak, permisi pak Arjuna.''

Arjuna hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Acha.

****

Hujan deras mengguyur kampus saat Acha berdiri di parkiran, menggigit bibir sambil menatap motor - motor yang terparkir basah.

''Ya ampun, hujan deras banget! Bisa jadi es batu nih kalau nekat pulang naik motor,'' gumamnya kesal.

Sambil merenung, sebuah mobil hitam berhenti di depan Acha. Jendela bagian pengemudi terbuka perlahan, memperlihatkan sosok yang sangat dikenalnya, Arjuna, dosennya yang irit bicara dan selalu dingin.

''Acha,'' panggil Arjuna datar, ''mau pulang?''

Acha menoleh, sedikit terkejut. ''Eh, Pak Arjuna! Iya... tapi, ini hujan deras. Kayaknya nunggu reda dulu deh.''

Arjuna mengangguk kecil, lalu menatap hujan sebentar. ''Naik. Saya antar.''

Acha terdiam sebentar, lalu tersenyum lebar. ''Serius nih, Pak?''

''Iya ayo naik,'' jawab Arjuna singkat sambil menyalakan mesin kembali.

Acha tertawa kecil. ''Beneran nih pak gak papa?''

''Buruan Acha, saya nggak punya banyak waktu,'' ucap Arjuna datar.

''Iya-iya pak, ini orangnya ngajak tapi maksa juga,'' ucap Acha lirih membuat Arjuna menoleh ke arahnya sedikit.

''Kamu tadi mau nanya apa Cha?''

''Enggak pak, nggak jadi.''

Arjuna pun hanya diam, tidak menanyakan lagi. Membuat suasana didalam mobil mulai terasa hening. Acha melirik Arjuna yang fokus mengemudi dengan wajah tanpa ekspresi.

''Pak,'' panggil Acha sambil menyandarkan kepala ke jok, ''saya masih kepikiran soal ucapan pak Arjuna di parkiran kemarin.''

''Obrolan apa?'' tanya Arjuna tanpa menoleh.

''Yang soal... orang spesial,'' jawab Acha dengan nada menggoda. ''Bapak bilang ada pertemuan keluarga dengan orang spesial. Siapa tuh, Pak? Pacar ya?''

Arjuna tetap fokus ke jalan. ''Bukan.''

''Ah, masa sih?'' Acha semakin penasaran. ''Kalo bukan pacar, terus siapa? Tunangan?''

''Bukan juga.''

Acha mengerutkan dahi. ''Hmmm... jangan-jangan calon istri? Wah, wah, Bapak nggak bilang-bilang nih mau nikah.''

Arjuna akhirnya melirik Acha sekilas, lalu kembali menatap jalan. ''Kamu terlalu banyak berasumsi.''

Acha tertawa kecil. ''Ya, soalnya Bapak misterius banget. Kan saya penasaran.''

Arjuna menghela napas pelan. ''Orang spesial itu... keluarga.''

Acha mengerutkan kening. ''Keluarga? Maksudnya?''

''Pertemuan dengan keluarga. Itu saja,'' jawab Arjuna, tetap singkat dan tegas.

Acha terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. ''Oh, saya kira pacar atau tunangan. Tapi saya nggak percaya pak Juna nggak punya pacar.''

''Bukan urusanmu,'' balas Arjuna dengan nada datar.

''Iya, tapi kan...'' Acha memiringkan kepala, menatap Arjuna dengan senyum jahil. ''Pak Arjuna ini ganteng, masa nggak ada yang spesial? Cewek-cewek kampus aja banyak yang ngefans.''

Arjuna tetap diam, tidak merespons pujian Acha.

Acha menghela napas. ''Pak, kalau saya ngefans sama Bapak, Bapak gimana?'' godanya lagi.

Arjuna melirik sekilas, lalu menjawab singkat, ''Itu bukan urusan saya, saya tidak perlu menanggapi orang seperti kamu.''

Acha tertawa lepas. ''Pak, itu jawaban paling kaku yang pernah saya dengar.''

Arjuna hanya menatap jalan, tetap tenang. ''Itu juga yang sebenarnya.''

Acha menyandarkan kepala ke jendela, senyum masih menghiasi wajahnya. ''Iya deh, Pak. Tapi jujur, Bapak lucu juga, walaupun kaku.''

Mobil berhenti di depan rumah Acha. Arjuna menoleh. ''Sudah sampai.''

Acha membuka pintu, lalu menatap Arjuna. ''Makasih ya, Pak. Lain kali kalau hujan lagi, saya boleh nebeng lagi nggak?''

''Lihat situasi,'' jawab Arjuna singkat.

''Pak nggak mampir dulu? Siapa tahu mama Acha pengen kenalan sama pak Juna, biar Acha nggak jadi di jodohin sama orang yang bau badan,'' goda Acha sebelum turun.

''Kalau sudah di jodohin, berati orang tuamu sudah tidak memiliki pandangan lagi terhadap laki-laki lain sebagai calonmu,'' jawab Arjuna membuat Acha nampak terlihat diam.

''Siapa tahu lihat pak Juna langsung tertarik kan, terimakasih pak!'' ucap Acha lirih sembari keluar dan menutup mobil.

Arjuna melihat ada kilat sedih di mata Acha, tapi mau bagaimana pun ia tidak bisa membantu Acha. Tugasnya hanya sebagian dosen Acha, bukan lebih.

Yuk baca kisah serunya hanya di KBM App.

Judul: Pak Dosenku Sayang
Author: Nervayana

Selanjutnya 👇👇

https://read.kbm.id/book/detail/8a7941b3-a9d3-4604-84a7-12dac05bb1f6

  Menikah dengan Pria Impiannya, Arinka Tak Menyangka Akan Menjalani Neraka Rumah Tangga. Ternyata Suaminya…. 🍂🍂🍂Baca Se...
08/02/2025


Menikah dengan Pria Impiannya, Arinka Tak Menyangka Akan Menjalani Neraka Rumah Tangga. Ternyata Suaminya….
🍂🍂🍂
Baca Selengkapnya di Aplikasi KBM
Judul : Pernikahan yang Tak Diinginkan
Pena : Kinan Larasati

Bab 2

Arin memasak makanan kes**aan Ethan untuk ia bawa ke kantor Ethan. Ia berusaha untuk memperbaiki hubungannya dengan Ethan. Bahkan ia tak memperdulikan tangannya yang melepuh dan masih terasa perih juga panas.

Setelah berkutat dengan kompor dan masakannya, ia berhasil menyelesaikan masakannya dan menuangkannya ke dalam tempat bekal. Ia bergegas kembali ke kamar untuk mempersiapkan diri secantik mungkin.

20 menit berlalu, kini Arin sudah berada di jalan menuju ke kantor Ethan menggunakan taxi.

ΩΩΩ

Ethan menerima panggilan telpon masuk saat ia tengah duduk merenung di dalam ruangannya.

“Ada apa?” tanyanya.

“Maaf Pak, tetapi Nyonya Arin tidak ada di penthouse anda.”

Ethan menggeram kesal mendengar ucapan asisten pribadinya Yossy. Kemana wanita itu, apa dia berniat kabur darinya karena semua rencananya sudah terbongkar?

“Baiklah Yossy, kau boleh kembali.”

Ethan dengan kesal melempar handphone nya ke atas meja. Tadi dia meminta Yossy ke rumahnya untuk mengantarkan salep luka bakar untuk luka yang di buatnya tadi pagi pada tangan Arin. Ia ingin tak perduli lagi pada wanita itu dan sangat ingin membencinya, tetapi ia tidak bisa. Sialnya cintanya pada wanita itu sudah sangat besar membuatnya sulit mengotrol emosionalnya sekarang ini.

Ethan mendapat panggilan dari Vallen, ia segera mengambil jasnya dan berlalu pergi meninggalkan ruangannya.

Selang 30 menit Arinka sampai di kantor Ethan. Tetapi sekretarisnya mengabarkan kalau Ethan baru saja keluar membuat Arin mendesah kecewa. Sekretarisnya pun tidak tau kapan Ethan akan kembali. Arin pun memutuskan untuk menunggu Ethan di dalam ruangannya, berharap Ethan kembali cepat.

ΩΩΩ

Ethan memasuki ruangan serba putih itu dimana hanya ada beberapa meja dan sofa berwarna hitam. Sosok tinggi tampak berdiri dengan angkuh di sana. Ethan berjalan mendekatinya. “Bagaimana?” tanyanya pada pria yang di kenal sebagai Vallen. Pria yang merupakan sahabatnya jauh sebelum mereka bergabung di team Delta.

“Kami mendapat laporan kalau Jeff baru saja datang ke Boston, tetapi kami tak bisa melacaknya. Tetapi kami berhasil menemukan tempat mereka melakukan produksi barang-barang ilegal.”

Ethan duduk dengan lesu di sofa yang ada di sana. Vallen masih diam memperhatikannya dalam diam. “Ada apa? Tenanglah Ethan, sebentar lagi kita akan menemukan Jeff.”

“Aku sudah menemukannya.”

“Apa?” tanya Valen seakan memastikan pendengarannya.

“Aku bertemu dengannya, dia datang ke Boston untuk mendatangi acara pernikahan putrinya.”

“Apa? Lalu kenapa kau tidak memberitahu kami dan segera menyergapnya.” Vallen semakin tak paham sama sekali.

Ethan menengadahkan kepalanya menatap Vallen, orang yang paling ia percaya selama ini. Vallen sedikit bingung melihat ekspresi kesakitan di mata Ethan.

“Jeff adalah Mr. Drummond, ayah dari Arinka Drummond!”

Deg

Saking kagetnya, Vallen sempat oleng hingga berpegangan pada meja di belakangnya.

“A-arin? Jeff?”

“Dia mertuaku,” gumam Ethan dengan penuh penekanan.

“Permainan macam apa ini!” gumam Vallen yang sangat syok. “Lalu apa Arin, maksudku Arin. Dia mengetahui segalanya selama ini, dan dia diam saja? Apa mungkin dia terlibat?” tanya Vallen.

“Entahlah!” gumam Ethan. “Pernikahanku hancur seketika. Dan aku bersumpah akan membunuh dan menghabisi semua keluarga Drummond tanpa sisa.”

“Termasuk Arin?” tanya Vallen.

Cukup lama Ethan terdiam. “Ya”

Vallen semakin syock mendengarnya, bagaimana bisa seperti ini? Ia tau Ethan sangat mencintai Arin, Arin bagaikan obat penenang bagi Ethan setelah bertahun-tahun dia hancur. Dan benarkah Arin datang karena perintah Jeff untuk menghancurkan Ethan dan Rachel? Kalau sampai itu terjadi, maka Vallen tidak bisa diam saja.

“Apa rencanamu sekarang? Kita hanya akan menunggu perintah darimu,” ucap Vallen.

“Rahasiakan kenyataan ini untuk sementara, terutama dari Rachel. Kita tetap pada rencana awal kita, melacak keberadaan Gerald lalu Jeff dan menghancurkan segala bisnis mafianya.”

“Lalu Arin?” pertanyaan Vallen kembali membuat Ethan terdiam.

“Biar dia jadi urusanku.”

Vallen sedikit merasa khawatir, apakah Ethan akan berbuat kasar pada Arin atau dia akan langsung melenyapkan Arin. Tetapi di balik itu semua Vallen harus mencari tau keterlibatan Jeff dalam hubungan Arin dan Ethan. Apa Arin sungguh datang hanya untuk menghancurkan Ethan, atau dia sungguh tidak tau apapun.

ΩΩΩ

Arin terbangun dari tidurnya, ia ketiduran di dalam ruangan Ethan karena terlalu lama menunggu Ethan. Ia melirik jam yang ada di pergelangan tangannya dan waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Ia menatap sekelilingnya dan tak ada tanda-tanda kedatangan Ethan. Akhirnya dengan berat hati, ia beranjak dari duduknya dan membawa kembali bekalnya untuk pulang. Saat sampai di lobi kantor, ia melihat butiran putih turun dari atas langit.

“Salju pertama,” gumamnya menengadahkan telapak tangannya hingga salju jatuh mendarat di telapak tangannya.

Tahun lalu saat salju turun pertama kali, Arin menikmatinya bersama Ethan dalam keadaan mesra. Tetapi sekarang dia merasa Ethan semakin jauh darinya. Kenapa?

Arin sungguh tak paham dengan semua yang terjadi, kenapa harus dirinya. Kenapa harus Dad yang ada di balik semua kehancuran Ethan. Kenapa sekarang dia merasa menjadi musuh besar bagi suaminya sendiri. Suami yang baru 2x24 jam menyandang status itu.

Arin berjalan menembus salju dengan mengeratkan mantelnya. Saat salju turun, suhu udara di sini bisa mencapai minus lima derajat celcius. Ia berjalan menyusuri jalanan kota Boston yang masih tampak ramai. Bahkan tak jarang para pasangan menikmati dan menyaksikan salju pertama di sana.

Arin sampai di rumahnya dan melepaskan sepatu beserta mantelnya dan menyimpannya di tempat penyimpanan dekat pintu masuk. Ia berjalan masuk ke dalam rumah setelah memakai sandal rumahannya.

“Darimana saja kau?” pertanyaan itu menghentikan langkah Arin yang hendak menaiki tangga. Ia menoleh dan melihat Ethan duduk bersandar di atas meja dengan segelas wine di tangannya.

“Ethan.”

Ethan menyimpan gelasnya dan berjalan santai mendekati Arin yang berdiri tak jauh darinya.

“Aku pergi ke kantormu untuk mengantarkan makan siang, dan aku menunggumu di sana.”

“Benarkah itu? Lalu kenapa kau tidak menghubungiku?” tanyanya dengan nada tajam.

“Karena aku merasa kamu tidak akan menerima panggilanku, maka dari itu aku memutuskan untuk menunggumu,” ucapnya.

“Bohong!”

“Aku mengatakan yang sesungguhnya, Ethan.”

“Dengarkan aku Miss. Drummond, kau tidak akan bisa menipuku lagi untuk saat ini.” Ethan mengatakan dengan sangat tajam tepat di depan wajah Arin.

“Aku tidak pernah menipumu Ethan.”

“Omong kosong!”

“Aww,” pekik Arin saat Ethan mencengkram kedua p**i Arin dengan keras.

“Aku tidak mempercayai wanita busuk dari keluarga Drummond!” ucapnya dengan kejam dan sedikit mendorong Arin hinngga ia oleng ke belakang. Ethan berlalu pergi begitu saja meninggalkan Arin yang terpaku dan menangis dalam diam di tempatnya.

ΩΩΩ

Baru juga bercerai, udah dilamar aja sama majikan! #3Terlahir dari keluarga sederhana, Amara Wilson adalah seorang manta...
08/02/2025

Baru juga bercerai, udah dilamar aja sama majikan!

#3

Terlahir dari keluarga sederhana, Amara Wilson adalah seorang mantan perawat yang jatuh cinta dengan pasiennya sendiri bernama Brian.

Tak ada masalah akan cintanya di awal kisah mereka, karena Brian membalas cinta Amara, sampai kedua orang tua Brian yang cukup dekat, juga begitu menyayangi Amara, meminta mereka untuk menikah setahun lalu.

Namun, bersamaan dengan pernikahannya, Amara mendapatkan kabar jika kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan berakhir di atas meja operasi karena serangan jantung serta pendarahan otak hingga menewaskan keduanya. Naas memang,namun itulah takdir.

Tak banyak yang mengenal Amara, akan tetapi, kebaikan gadis itu selalu dikenang oleh mereka yang telah mengenalnya. Gadis polos yang baik dan ceria. Begitu Amara dikenal.

Tapi kini ... semuanya berubah terbalik dengan kehidupannya dulu. Apalagi Amara harus berjuang seorang diri. Seperti saat ini, Amara bertandang ke rumah seorang billionaire kaya raya yang jelas lahir dengan sendok perak sejak kecil, ia berniat untuk mengais kebutuhan sehari-harinya dengan bekerja sebagai baby sitter.

Melamar sebagai baby sitter sekaligus ibu susu untuk seorang anak bayi di kediaman yang lebih pantas disebut dengan sebuah kerajaan. Mencoba peruntungan sembari menemukan pekerjaan yang pas sesuai keahlian.

Akan tetapi, karena riwayat Amara yang belum memiliki anak, membuat Haidar terkejut, tak percaya. Pasalnya jika dipikir secara logika, wanita mana yang mampu menyusui jika ia sendiri belum pernah hamil dan melahirkan, apakah itu mungkin? Tentu saja jawabannya tidak, begitu pikir sang Billionaire.

Dengan suara tegas dan seraknya, Haidar bertanya kepada Amara. “Bisa kamu buktikan padaku sekarang?”

“Heh? Maksud Tuan apa? Bagaimana ceritanya saya harus membuktikan kepada Tuan?” sembur Amara tak percaya. ternyata bosnya mesum. Bisa-bisanya minta dibuktikan?

Membuang napasnya kasar, Haidar kembali bertanya. "Jangan berpikir aneh-aneh! Kamu bisa buktikan itu kepada anakku, beri dia ASI mu kalau ucapanmu itu memang benar. Bukan sesuatu yang ada di otakmu.

“Kamu pikir aku akan menyusu padamu? Dipakai otaknya, dasar perempuan mesum!”

Malu sendiri, Amara mengelak. “Si-siapa yang mesum? Makanya kalau Tuan mau bicara yang benar, jangan sepotong-sepotong. Jadi orang ‘kan salah paham dengan ucapan anda tadi,” tolak Amara tak ingin dikata mesum, lebih-lebih oleh orang baru.

“Nyatanya kamu memang mesum!” tuduh Haidar tak ingin ada penolakan.

"Andai anda bukan ..." Amara tak melanjutkan kata-katanya. Memilih untuk menyudahi obrolan tak bermutu sambil menarik napasnya berkali-kali dan berusaha melapangkan hati andi saja pekerjaan ini bisa ia dapatkan.

'Sabar Amara, sabar, Ini adalah ujian untukmu. Setidaknya jika kamu bisa mengalah, itu artinya bukan kamu yang gila. Tapi dia calon tuanmu, Mara!’ ucapnya membatin.

"Ethan, bawa putraku ke sini! Aku ingin melihat, apa ucapannya benar!" perintahnya pada lelaki di samping Amara.

“Baik Tuan!”

Tak berselang lama, Ethan sudah menggendong seorang bayi mungil menggunakan pakaian berbulu terlihat sangat tampan, bahkan nyaris menyerupai wajah Haidar, hanya ambutnya sedikit ikal.

Ah, menggemaskan sekali, bayi mungil itu seperti wajah Haidar dalam versi mini. Hanya saja—jelas ini seribu kali lipat lebih lucu.

“Tuan muda sedang tidur, Tuan,” lapor Ethan, memperlihatkan wajah sang bayi kecil yang tengah tertidur pulas.

“Tidak apa, berikan saja Jordan padanya.”

“Baik Tuan,” angguk Ethan, lantas ia mengayunkan langkah kaki menuju Amara.

“Ya Tuhan, dia tampan sekali. Gemesnya bayi mungil ini, siapa namanya? Eh … tapi kenapa mirip sekali dengan … ayahnya?” gumamnya lirih melirik singkat pada Haidar.

“Kamu tuli? Bukankah aku tadi memanggilnya, Jordan?”

“Di sini semua orang harus jauh lebih peka, terutama kepada anakku, sedikit saja kamu lalai, akan langsung dipeat dari sini!” tegas Haidar, tatapannya tak ubahnya seorang serigala buas yang tengah lapar.

“Ya Tuhan, aku ‘kan hanya mengajak bicara bayi mungil ini, bilangnya suruh peka, tapi dia sendiri tidak peka denan bicara keras. Bagaimana kalau Jordan terbangun?” gumam Amara kesal.

“Kasihan ibumu, Nak. Suaminya menyeramkan begini, untung saja ibumu cinta, kalau tidak, tekanan batin dia tinggal dengan ayahmu yang seperti ini.”

Ethan yang ada di dekatnya menahan tawa, ia mendengar makian Amara pada tuannya. Dan itu memang realite sekali, Haidar memang keras. ‘Sepertinya dia cocok bekerja di sini,’ kekehnya.

“Apa yang kamu katakan?” sengit Haidar menyipitkan matanya.

“Tidak Tuan, saya tidak mengatakan apa-apa. Saya hanya gemas dengan anak ini dia tampan sekali,” elak Amara salah tingkah, memulas senyum palsu.

“Tentu saja dia tampan, dia putraku. Bukan putramu!”

“Hah? Ah … i-iya Tuan, ini anak anda, ini memang putra anda, saya hanya orang asing.”

Menarik napasnya dalam, lalu ia embuskan perlahan. Amara berusaha untuk mengontrol kesabarannya.

‘Bisa tekanan batin aku kalau sampai bekerja di sini. Apa aku langsung tolak saja, ya? Tapi anak ini … kasihan sekali dia kalau sampai harus ditinggal. Dia masih butuh ASI. Sayang ayahmu menyebalkan sekali Sayang.’

“Aku beri waktu kamu satu hari ini. Jika kamu bisa menjadi baby sitter yang baik untuk putraku, dan … memberikan dia ASI, kamu akan aku terima. Satu lagi, kalau Jordan cocok denganmu, gajimu akan aku tambahkan. Itu tidak masalah bagiku.”

Mendongak, Amara menatap ragu lelaki di hadapan. “Satu hari Tuan? Tapi saya malam sudah harus pulang. Apartemen tempat saya tinggal cukup jauh dari sini, saya tidak berani naik taxi malam-malam juga. Takut ditipu,” tukas Amara.

Sekitar satu setengah jam perjalanan dari sini menuju ke apartemen Merry, tentu saja ia tidak berani jika harus pulang sendiri, terlebih daerah ini masih asing baginya.

“Yang bilang kamu harus pulang malam siapa? Jam kerjamu di sini hanya sampai saya pulang kerja, Sekitar pukul 6 sore, bukan sampai malam.”

“O … kalau jam segitu, saya tidak masalah Tuan,” kikik Amara malu.

“Makanya, kalau orang bicara dengarkan dulu. Jangan asal potong ucapan orang. Dengarkan, dan telaah dengan baik!”

“Tcih, itu ‘kan kalimatku tadi,” lirih Amara mencibir. Memberikan senyuman palsu, ia mengangguk. “Ya Tuan, maafkan saya.”

“Jaga bicaramu ketika di sini. Selama kamu bekerja, akan ada banyak pasang mata yang memperhatikan. Apa pun yang kamu lakukan, aku pasti akan mengetahui semuanya.Jadi, jangan macam-macam, lakukan saja tugasmu, dan hari ini juga akan menjadi penentu kamu diterima atau tidak. Mengerti?”

Terdiam sesaat, kembali mempertemukan dua manik mata dengan wanita di depannya, Haidar melanjutkan, “jika aku cocok dengan cara kerjamu, aku tidak akan segan membayarmu dengan harga yang sepadan.”

“Memangnya kalau boleh tahu … bayaran saya berapa, Tuan? Maaf, saya hanya ingin tahu.”

“Belum juga bekerja, tapi sudah banyak tanya!” sembur Haidar. Ia pun berdiri sembari membenarkan jas yang dipakainya.

Mengerucutkan bibirnya, Amara dengan malas menatap kembali bayi mungil menggemaskan dalam gendongan. “Memang paling enak melihat wajahmu yang tampan, walau ayahmu menyeramkan, Sayang,” bisiknya pada Joran.

Ia menciumi gemas p**i si kecil Jordan, dan tingkahnya itu sempat diperhatikan oleh Haidar.

“Putraku sedang tidur, jangan bangunkan dia!”

“Maaf Tuan, saya juga menciumnya dengan pelan. Dia tidak akan bangun juga.”

Sambil menatap tajam, Haidar berkata, “kalau orang bicara jangan dijawab. Dengarkan dan lakukan!”

Sekali lagi Amara melakukan satu tarikan napas panjang sebelum akhirnya ia mengangguk dan mengiyakan permintaan calon bosnya yang belum apa-apa banyak sekali omelannya.

“Baik Tuan, maafkan saya.”

“Aku akan berangkat kerja, nanti akan ada Bibi yang mengantarkanmu dan memberitahukan kebiasaan apa yang dilakukan putraku setiap harinya di jam yang biasa dilakukan Jordan.”

Amara hanya mengangguk sembari menikmati wajah si kecil yang tertidur sangat pulas. Sesekali bahkan lelaki mungil tersenyum di kala tidur, entah mimpi apa yang membuat malaikat kecil itu tersenyum teramat manis.

“Antarkan dia untuk menemui Bibi, Ethan, setelah itu kita berangkat. Aku akan bersiap dulu,” ucapnya kemudian melenggang masih dengan santai menggunakan handuk yang dililitkan di pinggang.

“Dasar, walaupun tuan rumah, harusnya dia tahu sopan santun. Mana ada menemui orang asing hanya menggunakan handuk kecil yang menutupi ... itunya aja? Siapa yang menggoda siapa!”

Dengan gurat senyum, bersemangat, Amara mengikuti Ethan yang akan mengantarnya ke tempat Bibi, pengurus rumah.

Bersambung ....

Judul: GODAAN IBU SVSV
Nama Pena: ceisyaarsy

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah :
https://read.kbm.id/book/read/4a45692d-955a-4cc0-a2f8-ca39118f3956/aba72e25-dc03-45e7-8d95-4cbc4262ee89?af=ff1a3507-5ac5-4f77-b2b1-902fb7a74822

Mau menyenangkan selingkuhanmu dengan hartaku? Maaf, Mas, kau licik aku lebih cerdik-------------------"Harusnya aku yan...
08/02/2025

Mau menyenangkan selingkuhanmu dengan hartaku? Maaf, Mas, kau licik aku lebih cerdik
-------------------
"Harusnya aku yang bertanya, siapa wanita ini?"

Raut Mas Dayat seketika memucat, dia melirik wanita yang menatapku dengan alis berkerut.

"Mas, dia ...."

"Eh, sayang, kok, gak bilang mau ke toko?" Mas Dayat menyela perkataan wanita tadi, dia menghampiriku sambil mengulas senyum. Aku sedikit risih ketika dia merangkul pundakku. Entah mengapa aku merasa dia menyembunyikan sesuatu. Apalagi dari sudut mata aku bisa melihat wanita tadi cemberut melihat sikap Mas Dayat.

"Kenapa harus bilang-bilang datang ke toko sendiri? Atau ada sesuatu yang aku tidak boleh tahu?" Aku menatap Mas Dayat intens untuk memastikan apakah lelaki itu berbohong atau tidak.

"Tidak ada, memangnya apa yang aku sembunyikan?" Tatapan Mas Dayat beralih ke Gio, "Anak Ayah sudah sehat?"

Aku muak melihat sikap Mas Dayat, lima tahun kami menikah aku hapal gerak-geriknya. Lelaki itu terlihat gugup meski mencoba disamarkan dengan mencolek p**i Gio.

"Mana aku tahu, kalau ma-ling ngaku pasti penjara penuh."

"Dek, kamu kenapa, sih? Kalau cuma mau bertengkar ke sini lebih baik tidak usah datang." Raut Mas Dayat memerah, aku tahu nada suaranya yang keras hanya untuk membuatku merasa tidak enakkan dilihat oleh para pekerja, tapi dia lupa kalau mereka semua adalah pekerjaku.

"Siapa yang mau bertengkar?" Aku mengangkat tas rotan lalu menyorongkan ke da-da Mas Dayat agar dia memegang tas itu. "Nih, aku datang mau nganterin makan siangku, tidak kukira ada perempuan tidak kukenal sikapnya seolah-olah dia pemilik toko ini." Aku melirik wanita yang menghinaku tadi. Lihat, sekarang dia menunduk tidak berani menantang mataku seperti tadi. "Aku mau dia dipecat!"

"Dek!" Mas Dayat menyela perkataanku dengan cepat, serentak dengan si wanita yang menatapku dengan sorot kesal.

"Apa?" Aku tersenyum sinis, "kamu tidak lupa, kan, kalau toko ini milikku? Jadi, aku punya hak untuk menerima atau memecat siapa saja yang tidak aku s**a."

Mas dayat terlihat gugup, dia melirik wanita tadi sekilas. "Dek, Fina kerja di sini aku yang terima. Kasian dia harus biayai Ayahnya yang sedang sakit, jangan dipecat, ya."

Oo, jadi nama wanita itu Fina. Kalau tadi dia yang menilaiku dari kaki ke kepala, kini giliranku. Aku mendekat sembari memindai penampilannya. "Pertanyaanku tadi belum kamu jawab, kamu mau kerja apa dengan penampilan seperti ini?"

Fina tampak salah tingkah, dia sibuk menarik gaunnya yang panjangnya satu jengkal di atas lutut. Aku menarik atasannya yang sangat ketat dan di bagian leher memiliki potongan sangat rendah hingga dua buah gunung kembarnya yang membusung seperti hendak jatuh.

"Aku penasaran, apa posisimu di sini? Dengan pakaian seperti ini aku tidak mau tokoku dianggap prost-itusi terselubung. Atau kamu punya niat menggoda suamiku?"

"Dek, astaga! Kamu kenapa, sih?!" Mas Dayat mendekat. Dia mencoba mengalihkan perhatianku agar tidak terus-menerus menginti-midasi Fina.

"Aku cuma bertanya, kenapa kamu panik?"

"Bu, bukan begitu." Mas Dayat mengusap wajahnya dengan kasar, dia sadar toko semakin ramai pembeli hingga pembicaraan kami menarik perhatian. "Kita bicara di dalam saja, yuk. Segan diperhatikan orang-orang."

Aku mendengkus pelan. "Kamu duluan sama Gio, aku mau beli minuman dingin, kepalaku panas!"

Aku berlalu tanpa menunggu tanpa mendengar jawaban Mas Dayat. Sikap Fina tadi masih membekas di benakku, ditambah raut Eko yang mencurigakan. Kenapa pekerja lama seperti dia harus tunduk pada Fina? Memangnya siapa wanita itu?

Aku menghela napas pelan melihat antrian panjang di tempat penjual es favoritku. Aku mengurungkan niat dan kembali ke toko. Mas Dayat dan Gio tidak terlihat, aku terus masuk ke bagian belakang toko tempat yang biasa kami gunakan untuk beristirahat. Tanganku bergerak hendak membuka pintu yang sedikit terbuka, tetapi niat itu urung ketika mendengar percakapan dari dalam.

"Mas, kamu bilang Si Imah itu gak bakalan datang ke toko? Aku kesal dia hina aku tadi."

"Sayang, kamu jangan marah. Tenang, ya, kalau gak nanti dia curiga."

Sayang? Tanganku terkepal kuat mendengar Mas dayat memanggil Fina dengan sebutan, sayang. Instingku tidak salah, Mas Dayat sedang menyimpan bangkai di belakangku.

"Pokoknya aku tidak mau tahu, kamu harus secepatnya menceraikan dia. Kalau tidak, aku gak mau lagi kamu sen-tuh. Enak aja, masak ena-ena terus, tapi gak dikasih status."

"Iya, iya, kamu yang sabar, ya. Tunggu sebentar lagi sampai rumah dan toko ini berhasil aku alihkan atas namaku. Setelah itu urusan Fatimah, gampang."

Aliran darahku seakan terhenti mendengar ucapan Mas Dayat. Benarkah dia lelaki yang aku cintai? Aku tidak mengira dia merencanakan siasat licik untuk menyingkirkanku. Aku mengusap air mata yang terlanjur jatuh di p**i dengan kasar lalu menjauh dari pintu. Beruntung aku mendengar percakapan keduanya hingga bisa melihat wajah asli Mas Dayat. Baiklah, kalau keduanya ingin bermain, aku akan ladeni permainan mereka, aku ingin lihat sampai di mana lelaki itu berusaha membo-dohiku

Judul : Suami Licik Istri Cerdik
Penulis : Percakain

Baca bab gratis di sini
https://read.kbm.id/book/detail/a3a8602b-4b00-4342-971b-f235a4238ede

BAB 10Menikmati kesendirian di bangku taman Rumah Sakit Jiwa adalah kebiasaannya. Melamun sambil memandang ke depan, ent...
07/02/2025

BAB 10

Menikmati kesendirian di bangku taman Rumah Sakit Jiwa adalah kebiasaannya. Melamun sambil memandang ke depan, entah apa yang dilihatnya. Gadis berambut panjang terurai itu sangat menikmati angin di sore hari menjelang magrib.

Suara gelegar dari alam membuatnya terkesiap hingga bangkit dari duduknya dan menatap awan yang memperlihatkan kilat beriringan dengan suara menggelegar nyaring di daun telinganya.

Kedua tangannya segera menutup daun telinganya. Tubuhnya seketika merosot ke bawah. Dia berjongkok, menundukkan wajahnya bersamaan dengan air matanya yang mulai luruh. Berbeda dengan pasien lain yang sibuk berlari, sibuk bergembira menyambut hujan turun, Zarina justru membatu di tempat.

“Mbak, ayo, pindah ke dalam. Jangan di taman mainnya, sebentar lagi mau turun hujan.” Perawat laki-laki datang seraya memegang kedua bahu Zarina yang masih setia berjongkok.

Tatapan Zarina berubah ketakutan melihat pria yang tak dikenalnya mencoba mendekati dirinya. “Jangan! Jangan! Pergiiii!!” Lagi-lagi dia histeris.

Bayang-bayang kejadian nahas yang mengakibatkan hilangnya kehormatannya sebagai wanita selalu terlintas dalam benaknya. Bayang-bayang kejadian malam itu sulit dihapus oleh Zarina. Setiap kali selalu datang dalam mimpi, atau teringat kembali di kala dirinya bertemu dengan lelaki asing.

Bertepatan dengan turunnya hujan deras, Zarina beranjak dari jongkoknya hendak berlalu dari hadapan perawat tersebut. Beruntunglah, perawat tersebut tangkas menangkap perempuan berpakaian pasien Rumah Sakit.

“Mbak, tenang, Mbak. Lebih baik kita ke dalam rumah sakit. Di sini hujan, Mbak.”

Pikirannya kembali ke masa delapan tahun silam. Di mana empat orang pria menggunakan penutup wajah datang menghampiri dirinya bersama seorang teman perempuannya yang saat itu Zarina dan teman perempuannya masih mengenakan seragam putih abu-abu yang sudah berwarna-warni dengan berbagai coretan tanda tangan di seragam mereka sebagai tanda kelulusan mereka.

“Lepasin! Lepasin aku! Tolong jangan lakuin itu!” Zarina terus berteriak seraya menginjak kaki perawat berkali-kali.

Meski kakinya kesakitan, tetapi perawat laki-laki itu tetap memegangi kedua lengan Zarina agar tidak melarikan diri. Dari kejauhan, ada Dokter Naifah yang sedang melintas di koridor dan melihat seorang perawat tengah menahan seorang pasien yang dia kenal di bawah guyuran hujan.

Dokter Naifah lekas menghampiri perawat dan pasien tersebut tanpa memikirkan payung. Wanita berhijab dan berjas putih itu langsung berlari di bawah derasnya hujan serta kencangnya suara petir.

“Lepasin dia. Kamu cepat panggil Dokter Yusuf, biar saya yang menjaga dia,” ucap Dokter Naifah.

“Baik, Dok.” Lelaki berpakaian perawat Rumah Sakit itu melenggang, sedangkan Zarina dipegangi oleh Dokter Naifah.

“Zarina, tolong kamu tenang.” Dokter Naifah berusaha menenangkan pasien Dokter Yusuf.

“Laki-laki bertopeng itu dateng, Dok,” ujarnya histeris sembari celingak-celinguk seperti mencari seseorang. Dia kelihatan sangat ketakutan.

“Tenang, Zarina. Tenang. Di sini nggak ada laki-laki bertopeng.”

“Ayo, kita pergi dari sini, Dok! Kita dalam bahaya, Dok! Laki-laki itu akan menyakiti kita!” tuturnya berteriak karena bising dengan derasnya hujan.

“Zarina.” Datang seorang pria berjas putih.

Dokter Yusuf datang dengan kondisi basah kuyup karena tak sempat membawa payung dari ruang kerjanya. Saking terburu-burunya dan khawatir dengan Zarina, dia bergegas lari menuju taman.

“Laki-laki bertopeng itu dateng! Dia dateng ke sini! Dia mau sakiti aku!” tuturnya sambil menggoyangkan lengan Dokter Yusuf. Wajahnya basah karena guyuran air hujan dan juga air matanya.

“Zarina, tolong tenang! Dengarkan saya baik-baik! Di sini nggak ada orang jahat! Di sini nggak ada laki-laki bertopeng! Mendingan sekarang kita masuk ke rumah sakit! Nanti kamu sakit kalau hujan-hujanan begini.” Dokter Yusuf coba membujuk Zarina agar mau masuk ke Rumah Sakit.

“Nggak!” jawabnya sambil mendorong tubuh Dokter Yusuf yang kala itu memegang kedua bahunya.

Dorongan Zarina membuat tubuh Dokter Yusuf terhuyung ke belakang sehingga gadis itu berhasil melarikan diri. Beruntung Dokter Naifah segera mengejarnya dan berhasil ditangkap.

“Lepasin aku! Lepasin, Dok!” Zarina terus berteriak seraya berusaha melepaskan diri dari pegangan Dokter Naifah. “Aku nggak mau di bawa ke bangunan kosong itu lagi! Aku takut!” katanya, kali ini dia berjongkok serta kedua tangannya menutupi telinganya.

Tak kuasa melihat penderitaan Zarina, Dokter Yusuf mengambil tindakan memeluknya, berharap pelukannya bisa menenangkan pasiennya. “Saya yang akan menjamin bahwa laki-laki bertopeng itu nggak akan datang kemari. Sekarang kamu ikut saya, ya.”

Suara petir yang menggelegar serta hujan lebat sangat membuat Zarina ketakutan. Dokter Yusuf merangkul Zarina, sementara Zarina memeluk pinggang sang Dokter. Keduanya jalan beriringan, sedangkan Dokter Naifah dan perawat laki-laki tadi berjalan di belakangnya.

Mereka berempat basah kuyup akibat hujan deras. Beruntunglah, kedatangan Dokter Yusuf bikin Zarina menjadi tenang. Beruntung juga karena Dokter Yusuf berhasil membujuk pasiennya agar masuk ke dalam Rumah Sakit. Jika Zarina tidak bisa dibujuk, maka mereka akan semakin lama hujan-hujanan di luar.

Sebelum masuk ke ruang kamarnya, Zarina di antar oleh Dokter Naifah dan suster ke kamar mandi untuk mengganti baju pasiennya yang basah. Setelah itu, Zarina diantar ke kamarnya, lalu diberi suntikan oleh Dokter Yusuf hingga perempuan itu terlelap. Dokter Yusuf juga memerintahkan perawatnya untuk mengikat kedua tangan Zarina.

Dari luar jeruji, Dokter Yusuf dan Dokter Naifah melihat kondisi Zarina dengan tatapan iba.

“Apa perlu diikat seperti itu, Suf?” tanyanya di saat mereka hanya berdua karena perawat yang menggembok jeruji kamar Zarina sudah pergi.

“Perlu, Nai. Kamu lihat sendiri tadi, seperti apa dia histeris. Dia perlu diikat buat jaga-jaga,” tukasnya tanpa mengalihkan pandangannya dari gadis di hadapannya yang tengah tertidur.

“Kayaknya dia punya trauma sama hujan dan petir, Suf. Kamu lihat sendiri tadi, dia kayak ketakutan banget.”

“Iya. Aku bisa lihat itu tadi.” Dokter Yusuf terus memperhatikan Zarina yang terlelap di ranjangnya dengan kondisi kedua tangannya diikat. “Harusnya dia nggak hidup semenderita ini. Dia berhak hidup bahagia,” lanjutnya dan tatapan matanya menyiratkan kesedihan.

“Sama kamu,” timpal Dokter Naifah.

“Maksudnya?” Kali ini Dokter Yusuf menoleh menatap sepupunya.

“Iya ... dia berhak hidup bahagia sama kamu.”

Perkataan Dokter Naifah bikin Dokter Yusuf mengembuskan napas kasar. “Mulai deh ngeledek,” ujar Dokter Yusuf sembari berlalu dari depan kamar Zarina karena dia harus mengganti pakaiannya yang basah.

“Udahlah, Suf. Kamu jangan mengelak terus. Aku tau kok dari tatapan kamu. Aku yakin, kalau dia sama kamu, dia jatuh ke tangan orang yang tepat. Kamu pasti bisa bikin dia bahagia. Kamu harus lebih berusaha lagi buat bikin dia segera sembuh. Setelah itu ... kamu bisa bikin dia bahagia bersama kamu.” Dokter Naifah terus nyerocos sambil berjalan beriringan dengan Dokter Yusuf.

Semua omongan sepupunya itu didengar, tetapi tidak direspons sama sekali oleh lelaki di sisinya. Pria itu malah sibuk membuka jas putihnya yang basah, kemudian menggulung kemeja bagian lengannya sampai ke siku.

***
Baca sampai tamat di aplikasi KBM App.
Judul : BIDADARI YANG TERNODA
Username : aisa_agustina

Address

Bekasi

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Nophie Author posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Nophie Author:

Share