08/02/2025
Baru juga bercerai, udah dilamar aja sama majikan!
#3
Terlahir dari keluarga sederhana, Amara Wilson adalah seorang mantan perawat yang jatuh cinta dengan pasiennya sendiri bernama Brian.
Tak ada masalah akan cintanya di awal kisah mereka, karena Brian membalas cinta Amara, sampai kedua orang tua Brian yang cukup dekat, juga begitu menyayangi Amara, meminta mereka untuk menikah setahun lalu.
Namun, bersamaan dengan pernikahannya, Amara mendapatkan kabar jika kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan berakhir di atas meja operasi karena serangan jantung serta pendarahan otak hingga menewaskan keduanya. Naas memang,namun itulah takdir.
Tak banyak yang mengenal Amara, akan tetapi, kebaikan gadis itu selalu dikenang oleh mereka yang telah mengenalnya. Gadis polos yang baik dan ceria. Begitu Amara dikenal.
Tapi kini ... semuanya berubah terbalik dengan kehidupannya dulu. Apalagi Amara harus berjuang seorang diri. Seperti saat ini, Amara bertandang ke rumah seorang billionaire kaya raya yang jelas lahir dengan sendok perak sejak kecil, ia berniat untuk mengais kebutuhan sehari-harinya dengan bekerja sebagai baby sitter.
Melamar sebagai baby sitter sekaligus ibu susu untuk seorang anak bayi di kediaman yang lebih pantas disebut dengan sebuah kerajaan. Mencoba peruntungan sembari menemukan pekerjaan yang pas sesuai keahlian.
Akan tetapi, karena riwayat Amara yang belum memiliki anak, membuat Haidar terkejut, tak percaya. Pasalnya jika dipikir secara logika, wanita mana yang mampu menyusui jika ia sendiri belum pernah hamil dan melahirkan, apakah itu mungkin? Tentu saja jawabannya tidak, begitu pikir sang Billionaire.
Dengan suara tegas dan seraknya, Haidar bertanya kepada Amara. “Bisa kamu buktikan padaku sekarang?”
“Heh? Maksud Tuan apa? Bagaimana ceritanya saya harus membuktikan kepada Tuan?” sembur Amara tak percaya. ternyata bosnya mesum. Bisa-bisanya minta dibuktikan?
Membuang napasnya kasar, Haidar kembali bertanya. "Jangan berpikir aneh-aneh! Kamu bisa buktikan itu kepada anakku, beri dia ASI mu kalau ucapanmu itu memang benar. Bukan sesuatu yang ada di otakmu.
“Kamu pikir aku akan menyusu padamu? Dipakai otaknya, dasar perempuan mesum!”
Malu sendiri, Amara mengelak. “Si-siapa yang mesum? Makanya kalau Tuan mau bicara yang benar, jangan sepotong-sepotong. Jadi orang ‘kan salah paham dengan ucapan anda tadi,” tolak Amara tak ingin dikata mesum, lebih-lebih oleh orang baru.
“Nyatanya kamu memang mesum!” tuduh Haidar tak ingin ada penolakan.
"Andai anda bukan ..." Amara tak melanjutkan kata-katanya. Memilih untuk menyudahi obrolan tak bermutu sambil menarik napasnya berkali-kali dan berusaha melapangkan hati andi saja pekerjaan ini bisa ia dapatkan.
'Sabar Amara, sabar, Ini adalah ujian untukmu. Setidaknya jika kamu bisa mengalah, itu artinya bukan kamu yang gila. Tapi dia calon tuanmu, Mara!’ ucapnya membatin.
"Ethan, bawa putraku ke sini! Aku ingin melihat, apa ucapannya benar!" perintahnya pada lelaki di samping Amara.
“Baik Tuan!”
Tak berselang lama, Ethan sudah menggendong seorang bayi mungil menggunakan pakaian berbulu terlihat sangat tampan, bahkan nyaris menyerupai wajah Haidar, hanya ambutnya sedikit ikal.
Ah, menggemaskan sekali, bayi mungil itu seperti wajah Haidar dalam versi mini. Hanya saja—jelas ini seribu kali lipat lebih lucu.
“Tuan muda sedang tidur, Tuan,” lapor Ethan, memperlihatkan wajah sang bayi kecil yang tengah tertidur pulas.
“Tidak apa, berikan saja Jordan padanya.”
“Baik Tuan,” angguk Ethan, lantas ia mengayunkan langkah kaki menuju Amara.
“Ya Tuhan, dia tampan sekali. Gemesnya bayi mungil ini, siapa namanya? Eh … tapi kenapa mirip sekali dengan … ayahnya?” gumamnya lirih melirik singkat pada Haidar.
“Kamu tuli? Bukankah aku tadi memanggilnya, Jordan?”
“Di sini semua orang harus jauh lebih peka, terutama kepada anakku, sedikit saja kamu lalai, akan langsung dipeat dari sini!” tegas Haidar, tatapannya tak ubahnya seorang serigala buas yang tengah lapar.
“Ya Tuhan, aku ‘kan hanya mengajak bicara bayi mungil ini, bilangnya suruh peka, tapi dia sendiri tidak peka denan bicara keras. Bagaimana kalau Jordan terbangun?” gumam Amara kesal.
“Kasihan ibumu, Nak. Suaminya menyeramkan begini, untung saja ibumu cinta, kalau tidak, tekanan batin dia tinggal dengan ayahmu yang seperti ini.”
Ethan yang ada di dekatnya menahan tawa, ia mendengar makian Amara pada tuannya. Dan itu memang realite sekali, Haidar memang keras. ‘Sepertinya dia cocok bekerja di sini,’ kekehnya.
“Apa yang kamu katakan?” sengit Haidar menyipitkan matanya.
“Tidak Tuan, saya tidak mengatakan apa-apa. Saya hanya gemas dengan anak ini dia tampan sekali,” elak Amara salah tingkah, memulas senyum palsu.
“Tentu saja dia tampan, dia putraku. Bukan putramu!”
“Hah? Ah … i-iya Tuan, ini anak anda, ini memang putra anda, saya hanya orang asing.”
Menarik napasnya dalam, lalu ia embuskan perlahan. Amara berusaha untuk mengontrol kesabarannya.
‘Bisa tekanan batin aku kalau sampai bekerja di sini. Apa aku langsung tolak saja, ya? Tapi anak ini … kasihan sekali dia kalau sampai harus ditinggal. Dia masih butuh ASI. Sayang ayahmu menyebalkan sekali Sayang.’
“Aku beri waktu kamu satu hari ini. Jika kamu bisa menjadi baby sitter yang baik untuk putraku, dan … memberikan dia ASI, kamu akan aku terima. Satu lagi, kalau Jordan cocok denganmu, gajimu akan aku tambahkan. Itu tidak masalah bagiku.”
Mendongak, Amara menatap ragu lelaki di hadapan. “Satu hari Tuan? Tapi saya malam sudah harus pulang. Apartemen tempat saya tinggal cukup jauh dari sini, saya tidak berani naik taxi malam-malam juga. Takut ditipu,” tukas Amara.
Sekitar satu setengah jam perjalanan dari sini menuju ke apartemen Merry, tentu saja ia tidak berani jika harus pulang sendiri, terlebih daerah ini masih asing baginya.
“Yang bilang kamu harus pulang malam siapa? Jam kerjamu di sini hanya sampai saya pulang kerja, Sekitar pukul 6 sore, bukan sampai malam.”
“O … kalau jam segitu, saya tidak masalah Tuan,” kikik Amara malu.
“Makanya, kalau orang bicara dengarkan dulu. Jangan asal potong ucapan orang. Dengarkan, dan telaah dengan baik!”
“Tcih, itu ‘kan kalimatku tadi,” lirih Amara mencibir. Memberikan senyuman palsu, ia mengangguk. “Ya Tuan, maafkan saya.”
“Jaga bicaramu ketika di sini. Selama kamu bekerja, akan ada banyak pasang mata yang memperhatikan. Apa pun yang kamu lakukan, aku pasti akan mengetahui semuanya.Jadi, jangan macam-macam, lakukan saja tugasmu, dan hari ini juga akan menjadi penentu kamu diterima atau tidak. Mengerti?”
Terdiam sesaat, kembali mempertemukan dua manik mata dengan wanita di depannya, Haidar melanjutkan, “jika aku cocok dengan cara kerjamu, aku tidak akan segan membayarmu dengan harga yang sepadan.”
“Memangnya kalau boleh tahu … bayaran saya berapa, Tuan? Maaf, saya hanya ingin tahu.”
“Belum juga bekerja, tapi sudah banyak tanya!” sembur Haidar. Ia pun berdiri sembari membenarkan jas yang dipakainya.
Mengerucutkan bibirnya, Amara dengan malas menatap kembali bayi mungil menggemaskan dalam gendongan. “Memang paling enak melihat wajahmu yang tampan, walau ayahmu menyeramkan, Sayang,” bisiknya pada Joran.
Ia menciumi gemas p**i si kecil Jordan, dan tingkahnya itu sempat diperhatikan oleh Haidar.
“Putraku sedang tidur, jangan bangunkan dia!”
“Maaf Tuan, saya juga menciumnya dengan pelan. Dia tidak akan bangun juga.”
Sambil menatap tajam, Haidar berkata, “kalau orang bicara jangan dijawab. Dengarkan dan lakukan!”
Sekali lagi Amara melakukan satu tarikan napas panjang sebelum akhirnya ia mengangguk dan mengiyakan permintaan calon bosnya yang belum apa-apa banyak sekali omelannya.
“Baik Tuan, maafkan saya.”
“Aku akan berangkat kerja, nanti akan ada Bibi yang mengantarkanmu dan memberitahukan kebiasaan apa yang dilakukan putraku setiap harinya di jam yang biasa dilakukan Jordan.”
Amara hanya mengangguk sembari menikmati wajah si kecil yang tertidur sangat pulas. Sesekali bahkan lelaki mungil tersenyum di kala tidur, entah mimpi apa yang membuat malaikat kecil itu tersenyum teramat manis.
“Antarkan dia untuk menemui Bibi, Ethan, setelah itu kita berangkat. Aku akan bersiap dulu,” ucapnya kemudian melenggang masih dengan santai menggunakan handuk yang dililitkan di pinggang.
“Dasar, walaupun tuan rumah, harusnya dia tahu sopan santun. Mana ada menemui orang asing hanya menggunakan handuk kecil yang menutupi ... itunya aja? Siapa yang menggoda siapa!”
Dengan gurat senyum, bersemangat, Amara mengikuti Ethan yang akan mengantarnya ke tempat Bibi, pengurus rumah.
Bersambung ....
Judul: GODAAN IBU SVSV
Nama Pena: ceisyaarsy
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah :
https://read.kbm.id/book/read/4a45692d-955a-4cc0-a2f8-ca39118f3956/aba72e25-dc03-45e7-8d95-4cbc4262ee89?af=ff1a3507-5ac5-4f77-b2b1-902fb7a74822