GSA DAILY

GSA DAILY بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

13/10/2025
08/10/2025
ULAMA ACEH VERSI IAUlama Aceh adalah tokoh-tokoh agama Islam penting yang berkontribusi besar pada penyebaran dan pendal...
07/10/2025

ULAMA ACEH VERSI IA

Ulama Aceh adalah tokoh-tokoh agama Islam penting yang berkontribusi besar pada penyebaran dan pendalaman Islam di Aceh serta Nusantara, termasuk tokoh-tokoh seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin ar-Raniry, dan Abdurrauf as-Singkili di masa lampau, serta tokoh-tokoh ulama kharismatik lainnya di masa kini seperti Abu Kuta Krueng. Mereka berperan sebagai penasihat pemerintah, penyusun kitab-kitab keagamaan, dan penggerak pendidikan melalui dayah.
Tokoh Ulama Aceh di Masa Lampau
Hamzah Fansuri: Seorang ulama terkemuka pada abad ke-16 yang memberikan pengaruh besar pada perkembangan Islam di Aceh.
Syamsuddin as-Sumatrani: Murid dari Hamzah Fansuri yang juga berperan penting dalam pengembangan tasawuf di Aceh dan Nusantara.
Nuruddin ar-Raniry: Ulama dan penulis yang berperan besar dalam menyusun kitab-kitab agama berkualitas tinggi, menurut Jurnal Jurusan Ilmu Pendidikan.
Abdurrauf as-Singkili (Syiah Kuala): Ulama besar pada abad ke-17 yang juga merupakan tokoh sastra dan ahli tasawuf, serta dihormati karena peranannya dalam bidang agama dan pengetahuan.
Peran dan Kontribusi Ulama Aceh
Pengembangan Ilmu dan Pendidikan: Ulama Aceh banyak melahirkan karya-karya agung seperti kitab agama dan sastra yang menjadi rujukan dan pedoman di Aceh dan seluruh Nusantara.
Penasihat Pemerintah: Mereka berperan sebagai mitra dan penasihat bagi para sultan dan pemerintah Aceh dalam menjalankan roda pemerintahan dan implementasi syariat Islam.
Pendidik dan Pembimbing Umat: Melalui dayah (pesantren), ulama Aceh mendidik ribuan santri dan menjaga moral serta nilai-nilai keislaman di tengah masyarakat.
Peran dalam Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU): Lembaga ini menjadi wadah bagi ulama untuk membimbing dan mengayomi umat Islam, serta memberi pertimbangan kepada Pemerintah Aceh terkait pelaksanaan syariat Islam.
Ulama Aceh di Masa Kini
Abu Kuta Krueng: Ulama karismatik dan pimpinan dayah yang aktif dalam penyebaran ilmu agama dan pembimbingan santri.
Tgk. H. Muhammad Yusuf Wahab (Tu Sop): Pimpinan dayah dan Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA).
Abu Lamkawe: Pimpinan dayah yang menjadi panutan bagi masyarakat Aceh.

IBLIS PERNAH INGIN BERTAUBATKisah Iblis Berencana Untuk Taubat ..Dikisahkan bahwa pada suatu ketika Iblis berjumpa Nabi ...
07/10/2025

IBLIS PERNAH INGIN BERTAUBAT

Kisah Iblis Berencana Untuk Taubat ..

Dikisahkan bahwa pada suatu ketika Iblis berjumpa Nabi Musa .

Iblis berkata : wahai Musa kamu adalah manusia yang dipilih oleh Allah untuk menjadi rasul dan Allah berbicara dengan mu , saya adalah makhluk Allah yang paling berdosa dan aku berencana untuk bertobat , bantu aku " mohon pada Allah supaya Allah menerima taubat ku " .

Nabi Musa menjawab iya , akan aku bermunajah kepada Allah .

Maka Allah mengwahyukan kepada Nabi Musa : Wahai Musa aku terima doa mu " katakan pada iblis , bila dia ingin bertobat maka sujud lah ( sujud penghormatan ) kepada kubur Nabi Adam .

Kemudian Nabi Musa berjumpa dengan Iblis dan dia berkata demikian .

Maka iblis menjawab : Aku tidak mau sujud bagi Adam ketika dia masih hidup , bagaimana mungkin aku sujud ketika dia telah meninggal .

Kitâb : Sirajut Thalibin Juz 1 Hal :283

Biografi Teungku Abu Ibrahim Woyla1. Riwayat Hidup dan Keluarga1.1 LahirTeungku Ibrahim bin Teungku Sulaiman bin Teungku...
04/10/2025

Biografi Teungku Abu Ibrahim Woyla

1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Teungku Ibrahim bin Teungku Sulaiman bin Teungku Husen atau yang kerap dipanggil dengan sapaan Abu Ibrahim Woyla lahir di Kampung Pasi Aceh, Kecamatan Woyla, Kabupaten Aceh Barat pada tahun 1919 M.

1.2 Riwayat Keluarga
Teungku Abu Ibrahim Woyla memiliki dua orang istri, istri pertama bernama Rukiah, dari hasil pernikahan ini Abu Ibrahim Woyla dikaruniai 3 orang anak, seorang laki-laki dan 2 perempuan. Anak laki-laki bernama Zulkifli dan yang perempuan bernama Salmiah dan Hayatun Nufus. Sementara pada istri kedua yang dinikahi di Peulantee, Aceh Barat, beliau tidak dikaruniai anak, sebab dua tahun setelahnya beliau meninggal.

Pada tahun 1954, tahun yang sangat membahagiakan bagi Teungku Abu Ibrahim Woyla dan Rukiah, karena pada tahun itu lahir anak pertama. Ketika anak pertamanya yang diberi nama Salmiah sudah besar, menurut cerita Teungku Nasruddin barulah kondisi Teungku Abu Ibrahim Woyla kembali normal hidup bersama keluarganya. Dan saat itu Teungku Abu Ibrahim Woyla sempat membuka lahan perkebunan di Suwak Trieng sebagai harta yang ditinggalkan untuk keluarganya di kemudian hari.

Pada saat itu kehidupan Abu Ibrahim Woyla bersama keluarganya sudah sangat harmonis hingga lahir anak kedua, Hayatun Nufus dan anaknya yang ketiga Zulkifli. Semua keluarganya sangat bersyukur karena Teungku Abu Ibrahim Woyla telah tinggal bersama keluarganya.

1.3 Wafat
Teungku Abu Ibrahim Woyla wafat pada hari Sabtu pukul 16.00 WIB, tanggal 18 Juli 2009 di rumah anaknya di Pasi Aceh, Kecamatan Woyla Induk, Kabupaten Aceh Barat dalam usia 90 tahun.

Teungku Abu Ibrahim Woyla adalah seorang ulama pengembara. Ulama ini dalam masyarakat Aceh lebih dikenal dengan Abu Ibrahim Keramat. Sebab belum pernah terjadi dalam sejarah di Woyla (Aceh Barat), bila seseorang meninggal ribuan orang datang melayat (takziah) kecuali pada waktu wafatnya Teungku Abu Ibrahim Woyla.

Selama hampir 30 hari meninggalnya Teungku Abu Ibrahim Woyla, masyarakat Aceh masih berduyun-duyun datang melayat ke Kampung Pasi Aceh, Kecamatan Woyla Induk, Aceh Barat sebagai tempat pemakaman Abu Ibrahim Woyla.

Selama 30 hari itu ribuan orang setiap hari tak kunjung henti datang menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Teungku Abu Ibrahim Woyla, sehingga pihak keluarga menyediakan 400 kotak air gelas dan tiga ekor lembu setiap hari dari sumbangan mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, untuk menjamu tamu yang datang silih berganti ke tempat wafatnya Teungku Abu Ibrahim Woyla.

Begitulah pengaruh Teungku Abu Ibrahim Woyla dalam pandangan masyarakat Aceh, terutama di wilayah Aceh Barat dan Aceh Selatan. Sosok ulama yang dekat dengan masyarakat, dicintai dan mencintai umat.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
Teungku Abu Ibrahim Woyla memulai pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat (SR) dan selebihnya menempuh pendidikan di Dayah (Pesantren Salafi/Tradisional) selama hampir 25 tahun.

Dalam sejarah masa hidupnya, Teungku Abu Ibrahim Woyla pernah belajar 12 tahun pada Syekh Mahmud seorang ulama asal Lhok Nga Aceh Besar yang kemudian mendirikan Dayah Bustanul Huda di Blang Pidie Aceh Barat. Di antara murid Syekh Mahmud selain Teungku Abu Ibrahim Woyla, juga adalah Syekh Muda Waly Al-Khalidy yang kemudian menjadi seorang ulama Thoriqoh Naqsyabandiyah tersohor di Aceh.

Menurut keterangan, Syekh Muda Waly hanya sempat belajar pada Syekh Mahmud sekitar 4 tahun, kemudian pindah ke Aceh Besar dan belajar pada Abu Haji Hasan Krueng Kale selama 2 tahun, setelah itu Syekh Muda Waly pindah ke Padang dan belajar pada Syekh Jamil Jaho Padang Panjang.

Dua tahun di Padang Syekh Muda Waly melanjutkan pendidikan ke Makkah atas kiriman Syekh Jamil Jaho. Setelah 2 tahun di Makkah kemudian Syekh Muda Waly kembali ke Blang Pidie dan melanjutkan mendirikan Pesantren tradisional di Labuhan Haji Aceh Selatan. Saat itulah Teungku Abu Ibrahim Woyla sudah mengetahui bahwa Syekh Muda Waly telah kembali dari Makkah dan mendirikan Pesantren, maka Teungku Abu Ibrahim Woyla kembali belajar pada Syekh Muda Waly untuk memperdalam Ilmu Thoriqoh Naqsyabandiyah.

Namun sebelum itu, Teungku Abu Ibrahim Woyla pernah belajar pada Abu Calang (Syekh Muhammad Arsyad) dan Teungku Bilyatin (Suak) bersama rekan seangkatannya yaitu (Alm) Abu Adnan Bakongan.

Setelah lebih kurang 2 tahun memperdalam Ilmu Thoriqoh pada Syekh Muda Waly, Teungku Abu Ibrahim Woyla kembali ke kampung halamannya.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Kisah-Kisah
Bila mendengar kisah tentang Teungku Abu Ibrahim Woyla semasa hidupnya, tak ubahnya seperti membaca kisah para sufi dan ahli tasawuf. Banyak sekali tindakan yang dikerjakan oleh Teungku Abu Ibrahim Woyla semasa hidupnya yang terkadang tidak dapat diterima secara rasional, karena kejadian yang diperankannya termasuk di luar jangkauan akal pikiran manusia.

Untuk mengenal perilaku Teungku Abu Ibrahim Woyla haruslah menggunakan pikiran alam lain sehingga menemukan jawaban apa yang dilakukan beliau itu ternyata benar adanya.

Banyak sekali hal-hal di luar nalar melekat pada sosok Teungku Abu Ibrahim Woyla, yang oleh sebagian ulama di Aceh dinilai bahwa Teungku Abu Ibrahim Woyla adalah seorang ulama yang sudah mencapai tingkat kewalian atau orang yang dekat dan dicintai Allah.

Hal itu diakui Teungku Nasruddin, memang banyak sekali laporan masyarakat yang diterima keluarga dalam menceritakan seputar keajaiban kehidupan Teungku Abu Ibrahim Woyla. Hal ini terbukti semasa hidupnya Teungku Abu Ibrahim Woyla selalu mendatangi tempat-tempat di mana umat selalu dalam kesusahan, kegelisahan dan musibah. Beliau selalu ada di tengah-tengah masyarakat itu.

Namun orang sulit memahami maksud dan tujuan Teungku Abu Ibrahim Woyla untuk apa beliau mendatangi tempat-tempat seperti itu. Karena kedatangannya tidak membawa pesan atau amanah apapun bagi masyarakat yang didatanginya. Teungku Abu Ibrahim Woyla hanya datang berdoa di tempat-tempat yang didatanginya, tutur Teungku Nasruddin.

Dalam hal ini, Ustadz Muhammad Kurdi Syam (seorang warga Kayee Unoe, Calang yang sangat mengenal Teungku Abu Ibrahim Woyla menceritakan bahwa Teungku Abu Ibrahim Woyla kebetulan sedang berjalan kaki, beliau terkadang masuk ke sebuah rumah tertentu milik masyarakat yang dilewatinya, lalu mengelilingi rumah tersebut sampai beberapa kali kemudian berhenti pas di halaman rumah itu dan menghadapkan dirinya ke arah rumah tersebut dengan berdzikir La Ilaha Illallah yang tak berhenti keluar dari mulutnya, setelah itu Teungku Abu Ibrahim Woyla pergi meninggalkan rumah itu.

Cerita ini sudah masyhur, tapi tidak ada yang tahu makna yang terkandung di balik semua itu, apakah agar penghuni rumah itu terhindar dari bahaya yang akan menimpa mereka atau mendoakan penghuni rumah itu agar dirahmati Allah? Wallahu A'lam.

3.2 Karomah
Menurut Teungku Nasruddin, dilihat dari kehidupannya, Teungku Abu Ibrahim Woyla sepertinya tidak lagi membutuhkan hal-hal yang bersifat duniawi. Teungku Nasruddin mencontohkan, kalau misalnya Teungku Abu Ibrahim Woyla memiliki uang, uang tersebut bisa habis dalam sekejap mata dibagikan kepada orang yang membutuhkan dan biasanya Teungku Abu Ibrahim Woyla membagikan uang itu kepada anak-anak dalam jumlah yang tidak diperhitungkan (sama seperti amalan Rasulullah SAW). Begitulah kehidupan Teungku Abu Ibrahim Woyla dalam kehidupan sehari-hari.

Karomah lain yang membuat masyarakat tak habis pikir dan bertanya-tanya adalah soal kecepatan beliau melakukan perjalanan kaki yang ternyata lebih cepat dari kendaraan bermesin. Memang kebiasaan Teungku Abu Ibrahim Woyla kalau pergi ke mana-mana selalu berjalan kaki tanpa menggunakan sandal.

Bagi orang yang belum mengenalnya bisa beranggapan bahwa Teungku Abu Ibrahim Woyla sosok yang tidak normal. Karena di samping penampilannya yang tidak rapi, mulutnya terus komat kamit mengucapkan dzikir sambil jalan.

Teungku Muhammad Kurdi Syam menceritakan suatu ketika Teungku Abu Ibrahim Woyla sedang jalan kaki di Teunom menuju Meulaboh (perjalanan yang memakan waktu 1 atau 2 jam dengan kendaraan bermotor), yang anehnya Teungku Abu Ibrahim Woyla ternyata duluan sampai di Meulaboh, padahal yang punya mobil tadi tahu bahwa tidak ada kendaraan lain yang mendahului mobilnya. Kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi, malah bagi masyarakat di pantai barat yang sudah mengganggap itulah kelebihan sosok ulama keramat Teungku Abu Ibrahim Woyla yang luar biasa tidak sanggup dinalar oleh pikiran orang biasa.

Dikisahkan juga, kalau Teungku Abu Ibrahim Woyla berada di suatu tempat, seperti di pasar, misalnya, maka semua pedagang di pasar itu berharap agar Teungku Abu Ibrahim Woyla dapat singgah di toko mereka. Orang-orang melakukan hal tersebut karena ingin mendapatkan berkah Allah melalui perantara Teungku Abu Ibrahim Woyla.

Namun tidak segampang itu karena Teungku Abu Ibrahim Woyla punya pilihan sendiri untuk mampir di suatu tempat. Seperti yang diceritakan Teungku Muhammad Kurdi Syam, bahwa suatu ketika Teungku Abu Ibrahim Woyla sedang berada di Lamno Aceh Jaya lalu bertemu dengan seseorang yang bernama Samsul Bahri yang sedang bekerja di Abah Awe, saat itu kebetulan Teungku Abu Ibrahim Woyla membawa dua potong lemang. Ketika mampir di situ, Teungku Abu Ibrahim Woyla meminta sedikit air. Setelah air itu diberikan oleh Samsul lalu Teungku Abu Ibrahim Woyla memberikan dua potong lemang tersebut kepada Samsul, tapi Samsul menolaknya karena menurut Samsul bahwa lemang tersebut adalah sedekah orang yang diberikan kepada Teungku Abu Ibrahim Woyla.

Karena tidak diterima, maka lemang itu dibuang Abu Ibrahim Woyla yang tak jauh dari tempat duduknya. Spontan saja Samsul tercengang dengan tindakan Abu yang membuang lemang begitu saja. Karena merasa bersalah lalu Samsul ingin mengambil lemang yang sudah dibuang tersebut, namun sayang, ketika mau diambil lemang itu hilang secara tiba-tiba.

Dalam kejadian lain, Teungku Nasruddin menceritakan suatu ketika (sebelum Teungku Nasruddin menjadi menantu Teungku Abu Ibrahim Woyla), tiba-tiba Subuh pagi Teungku Abu Ibrahim Woyla datang ke almamaternya, di Pesantren Syekh Mahmud. Tampak saat itu kaki Teungku Abu Ibrahim Woyla kelihatan sedikit pincang sebelah, disebabkan perjalanan yang cukup jauh.

Kedatangan Teungku Abu Ibrahim Woyla disambut Teungku Nasruddin dan teman-teman sepengajian lainnya. Lalu beliau meminta sedikit nasi untuk sarapan pagi. "Nasinya ada, tapi tidak ada lauk pauk apa-apa Abu," kata Teungku Nasruddin. "Nggak apa-apa, saya makan pakai telur saja, coba lihat dulu di dapur mungkin masih ada satu telur tersisa," jawab Teungku Abu Ibrahim Woyla. Lalu Teungku Nasruddin menuju ke dapur, ternyata di tempat yang biasa disimpan telur, terdapat satu butir tersisa, padahal seingatnya tidak ada sisa telur lagi karena sudah habis dimakan.

Lantas sambil menyuguhkan Nasi kepada Abu Ibrahim Woyla, Teungku Nasruddin bertanya lagi, "Kenapa dengan kaki Abu?"

Teungku Abu menjawab: "Saya baru p**ang dari Bukit Qaf (Makkah), di sana banyak sekali tokonya tapi tidak ada penjualnya. Namun kalau kita ingin membeli sesuatu kita harus membayar di mesin, kalau tidak kita bayar kita akan ditangkap polisi."

Teungku Abu meneruskan: "Setelah saya belanja di toko-toko itu lalu saya naik kereta api dan sangat cepat larinya. Karena saya takut duduk dalam kereta api itu, maka saya lompat dan terjatuh hingga membuat kaki saya sedikit terkilir, makanya saya agak pincang, tapi sebentar lagi juga sembuh."

Kejadian serupa juga dialami oleh keluarga dekat Teungku Abu Ibrahim Woyla sendiri. Suatu hari, Abu mengunjungi salah seorang saudaranya untuk meminta sedikit nasi dengan lauk sambel udang belimbing. Lalu tuan rumah itu mengatakan pada istrinya untuk menyiapkan nasi dengan sambel udang belimbing untuk Teungku Abu Ibrahim Woyla. Tapi istrinya memberi tahu bahwa pohon belimbingnya tidak lagi berbuah, "baru kemarin sore saya lihat pohon belimbingnya lagi tidak ada buahnya," kata sang istri pada suaminya.

Tapi suaminya terus mendesak istrinya, "coba kamu lihat dulu, kadang ada barang dua tiga buah sudah cukup untuk makan Abu," katanya. Lalu istrinya pergi ke pohon belakang rumah, ternyata belimbing itu memang didapatkan tak lebih dari tiga buah di pohon yang kemarin sore dilihatnya.

Demikian p**a ketika hendak melangsungkan pernikahan anak pertama Abu Ibrahim Woyla, yang bernama Salmiah. Masyarakat di kampung melihat sepertinya Abu Ibrahim Woyla tidak peduli terhadap acara pernikahan anaknya.

Padahal acara pernikahan itu akan berlangsung beberapa hari lagi, tapi Abu Ibrahim Woyla tidak menyiapkan apa-apa untuk acara pernikahan anaknya itu. Bahkan uang pun tidak beliau kasih pada keluarga untuk kebutuhan acara tersebut.

Namun ajaibnya pada hari "H" (hari pernikahan berlangsung) ternyata acara pernikahan anaknya berlangsung lebih besar dari pesta-pesta pernikahan orang lain yang jauh-jauh hari telah mempersiapkan segala sesuatunya.

4. Teladan
Abu Ibrahim Woyla oleh banyak orang dikenal sebagai ulama agak pendiam dan ini sudah menjadi bawaannya sewaktu kecil hingga masa tua. Beliau hanya berkomunikasi bila ada hal yang perlu untuk disampaikan, sehingga banyak orang yang tidak berani bertanya terhadap hal-hal yang terkesan aneh yang dikerjakan oleh Teungku Abu Ibrahim Woyla.

Sikap Teungku Abu Ibrahim Woyla seperti itu sangat dirasakan oleh keluarganya, namun karena mereka sudah tau sifat dan pembawaannya demikian, keluarga hanya bisa pasrah terhadap pilihan jalan hidup yang ditempuh oleh Teungku Abu Ibrahim Woyla yang terkadang sikap dan tindakannya tidak masuk akal. Tapi begitulah orang mengenal sosok Teungku Abu Ibrahim Woyla. Orang yang secara lahir terlihat selalu senang menyendiri, tapi siapa yang menyangka kalau Allah ada selalu membersamainya, dan menjadikannya seorang wali.

5. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari berbagai sumber yang mendukung.

Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 18 Juli 2023, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 18 Juli 2024.

ABU MUDI SAMALANGA ACEH:Ulama Kharismatik dan Guru Besar Dayah Aceh.Lahir dari keluarga yang menjunjung tinggi nilai kea...
04/10/2025

ABU MUDI SAMALANGA ACEH:
Ulama Kharismatik dan Guru Besar Dayah Aceh.

Lahir dari keluarga yang menjunjung tinggi nilai keagamaan, ayahnya Teungku Haji Gadeng merupakan tokoh masyarakat Dewantara Aceh Utara. Semenjak kecil Abu Mudi Samalanga telah dipersiapkan oleh orangtuanya untuk menjadi seorang ulama dan suluh ummat. Abu Mudi Samalanga nama beliau adalah Abu Syekh Hasanoel Basri HG, karena kiprah beliau secara luas sebagai Pimpinan Dayah MUDI MESRA Samalanga sehingga beliau dikenal dengan Abu MUDI.
Kehadiran Abu Mudi Samalanga dalam perkembangan keilmuan dayah Aceh begitu penting, mengingat beliau pernah menjadi Ketua Himpunan Ulama Dayah, menggagas pendirian pengajian TASTAFI dan beliau orang yang pertama di Aceh menggagas perguruan tinggi di dayah yang kemudian diikuti oleh dayah lainnya.

Mengawali pendidikannya Abu Mudi Samalanga belajar SRI di Krueng Geukuh Aceh Utara sampai selesai, kemudian melanjutkan ke PGAP Pendidikan Guru Agama Pertama sampai tahun 1964. Pada tahun yang sama beliau berangkat ke Miduen Jok Samalanga untuk belajar di Dayah Mudi Mesra yang saat itu dipimpin oleh guru besarnya Teungku Syekh Abdul Aziz Samalanga atau dikenal dengan Abon Samalanga yang merupakan murid dari tiga ulama kharismatik Aceh Abu Muhammad Shaleh Jeunieb, Syekh Hanafiyah Abbas Teungku Abi, dan Abuya Syekh Muda Waly. Sekitar tahun 1958 Abon Samalanga menyelesaikan pendidikan di Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Labuhan Haji dibawah asuhan Abuya Syekh Muda Waly.

Terhitung dari tahun 1964 sampai sekarang Abu Mudi Samalanga telah melalui proses yang panjang untuk menjadi seorang ulama dan tokoh terpandang. Semenjak menjadi santri di Mudi Mesra Samalanga Abu Mudi mendapatkan perhatian khusus dari Abon Samalanga. Maka dengan segenap kesungguhan Abu Mudi menyelesaikan pendidikan normal beliau selama 8 tahun. Pada tahun 1972 sampai 1975 beliau masuk ke jenjang Bustanul Muhaqqiqin, dimana Abon Samalanga menempa murid-murid khusus beliau. Pada rentang tiga tahun tersebut Abu Mudi Samalanga telah dipercayakan sebagai Sekretaris Umum Dayah. Mulai tahun 1975 sampai wafatnya Abon Samalanga tahun 1988 Abu Mudi sudah ditunjuk sebagai Ketua Umum Dayah. Artinya dalam setiap jenjang dan tahapan yang dilalui Abu Mudi penuh tahapan dan persiapan, sehingga menjadikan beliau seorang ulama dan ilmuan yang tangguh.

Setelah lebih kurang dua puluh empat tahun beliau di Samalanga mendampingi ABON, pada tahun 1989 setelah wafatnya Abon Samalanga Abu Mudi ditunjuk menjadi pimpinan Dayah Ma'had al Ulum Diniyah Islamiyah atau dikenal dengan MUDI Mesjid Raya Samalanga. Dayah Mudi sendiri disebutkan sebagai dayah yang sudah ada semenjak Sultan Iskandar Muda, namun sejarah dayah tersebut baru jelas sekitar tahun 1927 sampai 1935 yang dipimpin oleh Teungku Syihabuddin Idris, kemudian dilanjutkan oleh Teungku Syekh Hanafiyah Abbas atau dikenal dengan Teungku Abi, setelah Teungku Abi wafat dilanjutkan oleh Abon Samalanga dan sekarang dipimpin oleh Abu Syekh Hasanoel Basri HG.

Semenjak kepemimpinan Abu Mudi Samalanga, banyak terobosan yang beliau lakukan. Sebagai ulama yang visioner, Abu Mudi Samalanga telah berhasil mengkader banyak para ulama muda yang memiliki ilmu yang memadai untuk terjun ke masyarakat. Pada tahun 1995 beliau bersama beberapa ulama dayah lainnya berangkat ke beberapa negara di Timur Tengah melalui program Gubernur ketika itu Prof Samsuddin Mahmud, dan dalam program ini juga banyak diikuti oleh para ulama senior lainnya seperti Abu Tu Min Blang Blahdeh dan Abu Kuta Krueng. Dalam perjalanan itu banyak hal yang beliau lihat dan cermati. Sehingga pada tahun 2003 dengan berbagai pertimbangan yang matang beliau mendirikan Perguruan tinggi STAI AL AZIZIYAH Samalanga. Pada masa berdirinya kampus banyak yang khawatir atas langkah beliau, namun kekhawatiran tersebut hilang setelah banyak lulusan perguruan tinggi yang masih lurus pemahaman fikih dan akidah mereka.

Selain itu pada tahun 2001 Abu Mudi Samalanga mulai mengajarkan kita besar dalam Mazhab Syafi'i yaitu Kitab Tuhfah yang dikarang oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami salah seorang ulama besar dalam Mazhab Imam Syafi'i. Kitab Tuhfatul Muhtaj yang berjilid-jilid itu mampu dikhatamkan selama 17 tahun, tepatnya tahun 2018 dan diapresiasi oleh banyak para ulama termasuk para kiyai dan ulama di Jawa. Abu Mudi Samalanga merupakan ulama yang Istiqamah dan konsisten dalam keilmuan. Terobosan lainnya, Abu Mudi Samalanga juga ulama Aceh yang turun langsung membenahi kekeliruan ummat. Bahkan beliau secara lugas dan jelas menyebutkan setiap persoalan hukum. Selain itu video youtube beliau yang paling banyak diikuti untuk para ulama selain Tu Muhammad Yusuf Jeunieb.

Banyak hal-hal positif yang telah dilaksanakan oleh sang ulama tersebut. Sekarang usia beliau mulai sepuh, beliau lahir tahun 1949 dan ditahun 2020 usianya telah sampai 71 tahun. Tentu dengan berbagai aktivitas yang padat, apalagi beliau termasuk dalam ulama sepuh Aceh yang sering dimintai berbagai pandangan hukum, aktif di MPU Aceh, NU Bieruen, MPD Bieuren sebagai penasehat, IPHI, HUDA dan berbagai agenda keummatan lainnya tentu membuat beliau lelah dan terkadang p**ang jatuh sakit. Telah dipersembahkan pikirannya yang cerdas, hatinya yang terang dan pengabdian yang tulus untuk masyarakat Aceh. Semoga Allah SWT meninggikan derajat beliau. Hafidhahullah.

Dikutip dari Tulisan Dr. Nurkhalis Mukhtar, Lc, MA (Ketua STAI Al Washliyaj Aceh)

Maha guru yang mulia "Ayah Cot Trueng & Rombongan" bersiap menuju Palembang, Sumatera Selatan dan Lampung, dalam rangka ...
02/10/2025

Maha guru yang mulia "Ayah Cot Trueng & Rombongan" bersiap menuju Palembang, Sumatera Selatan dan Lampung, dalam rangka agenda mulia "Peresmian/Tepung Tawar/Peusijuek" 2 buah Dayah/Pesantren cabang Dayah RAMA, Cot Trueng, Krueng Mane, Muara Batu, Aceh Utara: (1). Dayah/Pesantren "Fathiyatul Ma'arif Al-Ikhlas", Tunggul Bute, Kota Agung, Lahat, Palembang, Sumatera Selatan, Pimpinan yang mulia "Tgk. Khairil Mufassirin" (Walid Khairil/Tgk. Palembang), (2). Dayah/Pesantren "Raudhatul Ma'arif Al-Amiriyyah", Purawiwitan, Kebun Tebu, Lampung Barat, Pimpinan yang mulia "Tgk. Safruddin" (Abi Safruddin/Tgk. Lampung). Semoga agenda nya berjalan tertib, lancar dan terkendali tanpa kendala. "AMIN"

PEMBISIK
25/09/2025

PEMBISIK

💚💚💚
24/09/2025

💚💚💚

SOSOK YANG MENJADI SIMBOL KEDURHAKAAN1. Fir’aun adalah raja durjana yang dikenal dengan kedzaliman, kecongkakan dan keja...
27/04/2025

SOSOK YANG MENJADI SIMBOL KEDURHAKAAN

1. Fir’aun adalah raja durjana yang dikenal dengan kedzaliman, kecongkakan dan kejahatannya. Bahkan ia kemudian menjadi simbol dari gambaran puncak kesombongan dan kedurhakaan anak manusia. Mengapa demikian ?

Karena sosok Fir’aun ini bukan hanya melakukan kedurhakaan dengan tidak mau tunduk menghamba kepada Tuhan, atau di level tidak mengakui adanya Tuhan sebagai pencipta yang harus disembahnya, tapi bahkan kemudian dia berani mengaku menjadi Tuhan itu sendiri.

2. Tentu timbul tanda tanya di benak kita, kenapa Fir’aun bisa sekurang ajar itu. Jika alasannya kekayaan, tentu banyak raja lain yang jauh lebih kaya dari dia. Kalau sebabnya luas dan kuatnya kerajaan, sudah pasti banyak penguasa yang kerajaan dan bala tentaranya lebih kuat dari Fir’aun.

Ternyata sebabnya sebagaimana dijelaskan oleh sebagian ulama adalah karena Fir’aun ini memiliki sesuatu yang tidak lazim dimiliki oleh penguasa lainnya apalagi orang biasa. Yakni ia diberi karunia oleh Allah ta’ala tepatnya diberi istidraj thulul 'afiyah (hidup sekian lama tanpa pernah merasakan kondisi sakit)

3. Fir’aun hidup selama kurun waktu sekitar 400 tahun. Keterangan ini banyak disebutkan dalam berbagai kitab tafsir dan lainnnya.

وملك ‌فرعون ‌أربعمائة ‌سنة وستة وأربعين سنة

“Fir’aun hidup selama 446 tahun.”[1]

إن ‌فرعون ملكهم ‌أربعمائة ‌سنة

“Sesungguhnya Fir’aun menjadi raja mereka selama 400 tahun.”[2]

4. Fir’aun selama masa kehidupannya yang begitu panjang itu selalu segar bugar tanpa pernah sakit meski sekedar pening atau masuk angin. Fisiknya selalu fit dan tidak pernah tertimpa keletihan yang berarti.

Andai semalam saja Fir'aun pernah mengalami pusing atau panas, ia akan disibukkan untuk mengurusi dirinya sehingga tidak akan berpikir untuk mendakwakan dirinya Tuhan.

Berkata al imam Ghazali rahimahullah :

إنما قال فرعون أنا ربكم الأعلى ‌لطول ‌العافية لأنه لبث أربعمائة سنة لم يصدع له رأس ولم يحم له جسم ولم يضرب عليه عرق فادعى الربوبية لعنه الله ولو أخذته الشقيقة يوما لشغلته عن الفضول فضلا

“Sesungguhnya yang menyebabkan Fir’aun sampai berani mengatakan ‘Aku adalah Tuhan kalian yang maha tinggi’ hal ini disebabkan karena ia mengalami masa sehat dalam hidupnya yang begitu lama. Dia hidup 400 tahun dan tidak pernah merasakan meski sekedar kepalanya pusing, badannya meriang, dan bahkan tidak merasakan lelah.

Karena itulah dia kemudian berani mendaku sebagai Tuhan, semoga Allah melaknatnya. Seandainya saja, Fir’aun merasakan sakit sedikit meski sehari saja, niscaya itu sudah cukup membuat ia merasa tidak punya apa-apa (sehingga tidak berani mengaku menjadi Tuhan).”[3]

5. Nama asli dari Fir’aun di zaman Musa ini adalah Walid bin Mus’ab bin Ma’an.[4] Jadi menurut kebanyakan ulama, Fir’aun itu bukan nama orang tapi gelar untuk raja Mesir kala itu. Berkata al imam Syaukani rahimahullah :

‌إنه ‌اسم ‌لكل ‌ملك ‌من ‌ملوك ‌العمالقة، كما يسمى من ملك الفرس: كسرى، ومن ملك الروم: قيصر، ومن ملك الحبشة النجاشي

Ini adalah nama gelar yang diberikan kepada raja dari raja-raja bangsa yang berpostur besar (wilayah Afrika). Seperti halnya raja Persia disebut Kisra, raja Romawi disebut Kaisar. dan raja Habasyah disebut Najasyi.”[5]

Sebagian ahli sejarah ada yang menyebut atau mengkaitkan Fir’aun ini dengan Ramses II karena ada beberapa ciri dan bukti dari muminya ditemukannya fosil hewan laut di tubuhnya.

6. Sebagaimana Musa ‘alaihissalam menjadi nama orang yang paling banyak disebut dalam al Qur’an, yakni 136 kali, Fir’aun pun menjadi tokoh jahat yang disebut berulang kali dalam al Qur’an, yakni sebanyak 74 kali penyebutan.

7. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Nabi Musa ‘alaihssalam sempat “protes” kepada Allah ta’ala, mengapa orang sedzalim Fir’aun bisa berkuasa sangat lama. Kan seharusnya yang pas itu segera dihabisi saja, jangan malah dibiarkan bertahta sampai hampir 400 tahun.

وقال موسى: يا رب، إن ‌فرعون جحدك مائتي سنة، وادعى أنه أنت مائتي سنة، فكيف أمهلته؟ فأوحى الله إليه: أمهلته لخلال فيه. إني حببت إليه العدل والسخاء، وحفظت له تربيتك، وفي حديث آخر: إنه عَمَّر بلادي، وأحسن إلى عبادي

“Dan berkata Musa : ‘Ya Rabb, sesungguhnya Fir’aun itu telah menentangMu ratusan tahun dan mengaku Tuhan juga ratusan tahun. Bagaimana bisa Engkau memberikan penundaan (dari mengadzabnya) ?

Maka Allah mewahyukan kepada Musa : ‘Aku memberikan penundaan kepadanya karena ada maksud tertentu. Yakni aku menyukai keadilan dan kedermawanannya. Dan karena dia pernah menjaga dan mendidikmu.”

Dalam riwayat lain Allah menjawab : ‘Karena dia telah memakmurkan sebagian bumiKu, dan berbuat baik kepada sebagian hamba-hambaKu.”[6]

Sedangkan dalam riwayat Ibnu Abbas berbunyi :

قال موسى عليه السّلام: يا رب أمهلت ‌فرعون ‌أربعمائة ‌سنة وهو يقول: أنا ربكم الأعلى ويكذب بآياتك ويجحد رسلك فأوحى الله إليه أنه كان حسن الخلق سهل الحجاب فأحببت أن أكافيه

“Dan berkata Musa ’alaihissalam : ‘Ya Rabb, Engkau memberikan penundaan siksa kepada Fir’aun 400 tahun sedangkan dia telah mendaku : ‘Aku adalah Tuhan kalian yang maha tinggi.’ Dia juga telah mendustakan ayat-ayatMu, menentang Rasul-rasulMu.’

Maka Allah memberikan wahyu kepada Musa : ‘Sesungguhnya itu disebabkan dia punya akhlaq yang baik dan mudah menutupi kekurangan orang lain. karena itu aku memberikan penundaan siksa untuknya.”[7]

8. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa yang dimaksud akhlaq baiknya Fir’aun adalah selain ia mencukupi rakyatnya dan memberi kesejahteraan kepada mereka, Fir’aun juga sangat gemar menjamu dan memberi makan kepada orang lain.

Karenanya ketika Musa berdo’a kepada Allah untuk segera membinasakan Fir’aun, Allah ta’ala memberikan jawaban :

يَا مُوسَى إِنَّك تريدني أَن أهلك ‌فِرْعَوْن فِي أقرب وَقت فِي حِين أَن مائَة مائَة ألف من عبَادي لَا يُرِيدُونَ ذَلِك لأَنهم يَأْكُلُون من نعمه يوميا وينعمون يالراحة فِي عَهده وَعِزَّتِي وَجَلَالِي لَا أهلكه مَا أَسْبغ على النَّاس نعْمَته

“Wahai Musa engkau menginginkan Aku membinasakan Fir’aun dalam waktu dekat, padahal sekarang ini ada 100 juta manusia tidak menginginkan hal itu. Karena mereka bisa makan dari pemberiannya setiap hari dan mereka juga menikmatinya.

Wahai yang bernaung di bawah kasih sayangKu, Aku bersumpah demi kemuliaanKu dan keagunganKu, Aku tidak akan menghancurkan seseorang yang memberi rasa kenyang kepada orang lain dengan pemberiannya.”[8]

9. Musa ‘alaihissalam kemudian merubah strategi perjuangannya dalam menumbangkan Fir’aun. Maka diantara upayanya selain berdakwah dan berdo’a ia juga berjuang di bidang ekonomi agar peran Fir’aun dalam memberi makan kepada rakyatnya berkurang.

Maka ia melakukan kampanye besar itu dengan memulai dari rakyatnya sendiri yakni bani Israil.

Setelah masa perjuangan hampir 40 tahun, di mana kedermawanan Fir’aun mulai berkurang bahkan ia berubah menjadi bengis dan kejam, Allah berkenan mengqabulkan doa nabiNya Musa dan Harun ‘alaihimassalam untuk membinasakannya.[9]

10. Karenanya jasanya p**a yakni pernah merawat Musa ketika kecil dan juga karena sifat kedermawanannya. Allah ta’ala telah memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk mendakwahi Fir’aun dengan cara yang lemah lembut. Maka Dia berfirman :

اذهبا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَا

”Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia bisa ingat atau takut." (QS. Taha : 43 -44)

11. Tahukah antum bagaimana kesantunan Musa ‘alaihissalam ketika mendakwahi Fir’aun ketika itu ? Yakni beliau tidak mendebat perkataan Fir’aun ketika menolaknya apalagi sampai menghujat perbuatannya.

Sebaliknya ia menyampaikan kata-kata yang lembut penuh ajakan yang semuanya sebenarnya berisi angin syurga. Tapi sayang Fir’aun yang sudah dihinggapi kesombongan sehingga tetap menolaknya.

Kala itu Musa ‘alaihissalam berkata :

لو قلت لا إله إلا الله فلك ملك لا يزول، وشبابك لا يهرم، وتعيش ‌أربعمائة ‌سنة في السرور والنعمة.. ثم لك الجنة في الآخرة.... فهل لك ذلك؟ فلم يقبل

“Jika engkau mau mengucapkan kalimat ‘tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah’ maka bagimu hartamu yang tidak akan pernah binasa. Usia kehidupanmu yang akan selalu muda tanpa bisa menua, engkau juga akan hidup 400 tahun senantiasa dalam kebahagiaan dan kenikmatan...

Lalu setelah di akhirat engkau pun akan masuk syurga. Bagaimana apakah engkau mau semua itu ?’ Fir’aun tetap menolaknya.”[10]

Wallahu a’lam.
_____________
[1] Tafsir Muqatil (3/336)
[2] Tafsir Mujahid hal. 522, Tafsir Thabari (2/43), Tafsir Ibnu Hatim (5/1555)
[3] Ihya Ulumuddin (4/289), Quth al Qulub (2/38)
[4] Al Bidayah ila Bulugh an Nihayah (10/6434)
[5] Fath al Qadir (1/98)
[6] Fadhail al Mish wa Akhbaruha (1/21)
[7] Syu’ab al Iman (6/250)
[8] Siyasah Namah hal. 170
[9] Ibid
[10] Lathaif Isyarat (3/684)

Nasehat Ulama Aceh

Address

Banda Aceh/Medan
Beureunun
24173

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when GSA DAILY posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share

Category