27/12/2025
dari Lombok Friendly
Opini Liar Netizen: Semakin Gelap dan Misterius
Pada awalnya, kisah ini tampak sederhana. Kifen, 18 tahun, dilaporkan hilang saat berburu kambing di Gunung Sangiang Api: gunung berapi aktif, kawasan konservasi, wilayah terlarang dengan medan berbahaya. Penjelasan yang terdengar sangat masuk akal.
Namun di ruang publik, narasi itu mulai retak. Seorang netizen menulis,
“Sangiang tidak menghukum pemburu kambing. Sangiang adalah kambing hitam dari Komodo.” Benarkah demikian?
Di tengah masih berlangsungnya proses penyelidikan terkait dugaan kematian Kifen yang disebut “tertembak” dan melibatkan sejumlah orang terdekatnya, berbagai opini liar terus beredar tanpa kendali di ruang publik.
Salah satunya datang dari akun Facebook berinisial MAA, yang mengajukan dugaan:
“Kifen dan rombongannya bukan mendaki Gunung Sangiang, melainkan berburu rusa di kawasan Taman Nasional Komodo. Jumlah mereka disebut delapan orang.
Peristiwa yang terjadi disebut bukan kecelakaan, melainkan baku tembak dengan aparat. Tiga orang dikabarkan ditangkap, satu orang melarikan diri ke Labuan Bajo, dan empat lainnya termasuk Kifen disebut berada di garis baku tembak.”
Dalam narasi ini, Kifen tidak hilang. Ia disebut tewas tertembak, bukan di Sangiang, melainkan dalam konflik bersenjata. Dugaan ini tentu sangat besar. Sebuah opini yang sangat berani. Akan tetapi, ia tidak berdiri sendiri.
Pendapat lain datang dari akun SA, yang mencoba mengaitkan dua lokasi berbeda.
Di Pulau Komodo, pemburu asal Bima disebut terlibat baku tembak dengan aparat. Sementara di Sangiang Api, seorang pemburu diklaim tertembak oleh rekannya sendiri menggunakan senjata api rakitan.
Dua lokasi. Dua versi. Satu benang merah: pemburu bersenjata api di dalam.kawasan konservasi.
Apakah ini dua peristiwa yang berdiri sendiri, atau potongan dari satu cerita yang sama?
Analisa yang lebih dingin muncul dari akun Facebook, BA. Ia menilai Sangiang Api bisa saja hanya menjadi panggung alibi, latar yang relatif aman agar peristiwa terlihat sebagai salah sasaran biasa, cukup berhenti pada relasi antara penembak dan korban. Namun jika Pulau Komodo ikut diseret ke dalam cerita, maka konsekuensinya akan berubah drastis.
Pasal berlapis. Lebih banyak tersangka. Lebih banyak penangkapan. Dan mungkin, lebih banyak nama yang tak ingin terdengar.
Meskipun semua pendapat di atas hanya berupa dugaan dan analisa publik, derasnya spekulasi dan detail yang saling mengait memaksa kita menengok ulang apa yang selama ini kita bersama pahami sebagai Tragedi Sangiang Api. Benarkah Sangiang tidak menghukum? Dan justru hukuman Komodo yang dikambinghitamkan ke Sangiang Api?
Belum ada satu pun dari opini ini yang terbukti sebagai fakta, dan proses penyidikan sedang berlangsung. Namun satu hal yang tampak jelas: Tragedi Sangiang lebih dari sekadar kisah orang hilang, atau pergulatan pemburu dengan kambing gunung yang berujung salah tembak.
Catatan:
Tulisan ini merangkum narasi dan spekulasi yang beredar di ruang publik, bukan kesimp**an redaksi kami maupun hasil penyelidikan resmi.