19/08/2025
Pagi itu udara Bima terasa sejuk, matahari baru saja naik di ufuk timur. Suasana pasar masih ramai dengan aktivitas masyarakat yang menjual hasil kebun dan laut. Dari pasar sila, perjalanan panjang menuju Kota Mataram pun dimulai.
Bus perlahan melaju keluar kota, melewati persawahan hijau dan perbukitan yang indah. Jalan berkelok di sekitar pegunungan Sepajang jalan menyajikan pemandangan memukau: laut biru di satu sisi dan gunung menjulang di sisi lainnya. Sesekali terlihat desa-desa kecil dengan rumah-rumah sederhana yang penuh senyum penduduknya.
Setelah beberapa jam, bus sampai di pelabuhan Poto tano. Dari sini, perjalanan dilanjutkan dengan kapal ferry menuju Pelabuhan Poto Tano di Sumbawa Barat. Ombak laut cukup tenang siang itu. Dari geladak kapal, penumpang bisa menikmati birunya lautan, pulau-pulau kecil, dan burung camar yang berterbangan bebas.
Sesampainya di Poto Tano, perjalanan darat kembali dimulai. Jalan raya Sumbawa membentang panjang, melewati perbukitan savana yang gersang namun indah. Kadang terlihat kuda liar berlarian, menjadi ciri khas Pulau Sumbawa. Setiap kota yang dilewati—Taliwang, Alas, hingga Sumbawa Besar—memberikan warna tersendiri. Ada aroma sate ikan, jagung bakar, hingga kopi lokal yang menggoda di setiap persinggahan.
Menjelang sore, bus memasuki wilayah Lombok lewat Pelabuhan Kayangan. Dari sini, suasana mulai berbeda. Hamparan sawah menghijau, deretan pohon kelapa, serta rumah adat Sasak dengan atap alang-alang menjadi pemandangan khas. Jalan menuju Mataram terasa lebih ramai, dengan banyak kendaraan dan aktivitas masyarakat.
Malam hari akhirnya tiba di Kota Mataram, ibukota Nusa Tenggara Barat. Lampu-lampu kota menyala, suasana lebih modern dibanding perjalanan panjang sebelumnya. Rasa lelah terbayar sudah dengan semangat baru: dari tanah Bima yang penuh kenangan, kini menginjakkan kaki di jantung pulau Lombok.