08/04/2022
HARAM MENDIRIKAN NEGARA SEPERTI SISTEM NABI. MEMANG MENGAPA?
Prof. Abd. A'la yth…
Benar saya mengatakan bahwa mendirikan negara seperti "sistem" yang dibangun oleh Nabi Muhammad itu haram dan dilarang. Saya berbicara tentang "sistem" dgn konstruksi hukum atau fiqh konstitusi begini:
1. Mendirikan negara menurut Islam itu wajib, sunnatullah, bahkan fithrah. Buktinya Nabi mendirikan negara sbg salah satu "syarat utk beribadah dgn baik". Maa laa yatimmul waajib illa bihi fahuwa waajib". "Jika utk beribadah tak bisa dilakukan dgn baik kalau kita tak punya negara maka mendirikan negara itu wajib". Itu sebabnya para ulama dan ummat Islam berjuang keras utk membangun negara merdeka seperti Indonesia.
2. Tapi mendirikan "sistem" bernegara seperti yang didirikan Nabi Muhammad itu dilarang (haram) bahkan bisa murtad. Sebab negara yg didirikan Nabi itu kepala negaranya (eksekutif) Nabi, Pembentuk aturan hukum (Legislatif) Allah dan Nabi, dan yang menghakimi atas kasus konkret (yudikatif) adl Nabi sendiri. Lah, keyakinan kita nabi Muhammad adl Nabi terakhir dan takkan ada lagi wahyu dan Sunnah yg bisa menjadi produk legislasi. Jadi tdk bisa kita mendirikan sistem bernegara seperti yang diselenggarakan oleh Nabi. Tepatnya tak boleh lagi membentuk negara yg langsung dipimpin oleh Nabi dan hukumnya langsung dari Allah. Sudah takkan ada lagi Nabi yg bisa memimpin negara. Sekarang sistem bernegara hanya bisa dibentuk dan dilakukan melalui ijtihad. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan salah satu produk ijtihad yang memenuhi tuntutan syar'i dan menjadi "dar al mietsaq (NU/MUI) atau "dar al ahdi wa al syahadah (Muhammadiyah). Makanya NKRI didukung oleh jumhur ulama dan ormas-ormas Islam yang besar.
3. Oleh sebab itu menjadi fakta hukum bahwa semua "sistem" ketatanegaraan setelah Nabi wafat dibentuk berdasar hasil ijtihad ulama kaum muslimin sesuai dgn kebutuhan waktu dan tempat. Tak pernah ada negara (termasuk zaman khikafah) yang sama dgn yang didirikan Nabi, sistem dan struktur yang pernah ada semua selalu berbeda dari zaman Nabi, termasuk pada era al Khulafa' al Rasyidun generasinya Abu Bakar Cs. Semua sistemnya sudah berbeda-beda. Sekarang saja ada 57 sistem negara kaum muslimin yg tak satu pun yang sama dgn negara yang didirikan oleh Nabi. Yang ada semua merupakan hasil ijtihad setiap zaman dan tempat serta lingkungan budaya (azman, amkan, awa'id).
4. Ada pun yg menyangkut nilai dan prinsip bernegara itu memang harus mengikuti tuntunan Nabi dgn menginternalisasikan substansi ajaran yakni, keadilan, kejujuran, amanah, kecerdasan, perlundungan fithrah manusia, musyawarah, anti kesewenang-wenangan, anti korupsi, dan sebagainya. Yang penting dlm mendirikan negara itu "maqashid al syar'ie", bukan sistem atau formal-simboliknya. Dalilnya ini, "al ibrah fil Islam bil jawhar laa bil madzhar".
Prof A'la Yth., itu ceramah saya di UGM tanggal 3 April 2022 kemarin. Benar saya mengatakan itu. Apa itu salah?
Isi ceramah tsb saya sampaikan juga di depan Prof. A'la beberapa tahun lalu ketika Prof. A'la menjadi Rektor UIN Sunan Ampel di Surabaya dan mengundang saya dan Gus Nadir (Prof. Nadir Husen) menjadi narsum dalam dialog internasional tentang toleransi dan nasionalisme.
Apakah konstruksi fiqh siyasah seperti itu salah?
Tolong diberi pencerahan, kalau konstruksi fiqh ini salah.
Hormat sahabat sejati (Mahfud MD🙏🙏)
Post;
Prof Mahfud MD