Novel Gen Z

Novel Gen Z Kumpulan Novel &
Religi

Gairah yang TerpendamMalam itu hujan turun deras, membasahi kota dengan ritmenya yang tenang namun mencekam. Di dalam ap...
10/10/2024

Gairah yang Terpendam

Malam itu hujan turun deras, membasahi kota dengan ritmenya yang tenang namun mencekam. Di dalam apartemen yang sepi, hanya terdengar suara rintikan air dan sesekali gemuruh petir yang samar di kejauhan. Alisa menatap keluar jendela, seolah menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Pikirannya melayang jauh, pada pertemuan yang tak terduga beberapa minggu yang lalu.

Alisa adalah wanita mandiri, kariernya di bidang arsitektur telah membawanya pada kehidupan yang ia impikan: mapan, nyaman, dan... kosong. Meski hidupnya terlihat sempurna dari luar, ada sesuatu yang selalu mengganjal di hatinya, seolah ada ruang yang tak terisi. Sejak perceraiannya dua tahun lalu, ia menutup pintu hatinya rapat-rapat. Tak ingin tersentuh lagi oleh cinta yang, menurutnya, hanya membawa luka. Namun, semua itu berubah ketika ia bertemu Adrian.

Adrian adalah klien baru di proyek gedung perkantoran yang sedang Alisa tangani. Pria berusia pertengahan 30-an itu memiliki aura yang memikat, tatapannya selalu terasa lebih dalam daripada sekadar perbincangan bisnis. Senyum tipis di bibirnya, cara ia menyelipkan jemari di saku jasnya, bahkan suaranya yang serak berat setiap kali mengucapkan namanya, membuat Alisa merasakan sesuatu yang sudah lama ia coba hindari—hasrat.

Pertemuan-pertemuan mereka semakin intens. Awalnya, hanya urusan pekerjaan. Mereka membahas desain, anggaran, dan tenggat waktu proyek. Namun, perlahan, batasan profesional itu mulai memudar. Percakapan mereka berubah, dari sekadar detail proyek menjadi percakapan pribadi, menguak cerita tentang kehidupan, mimpi, dan keinginan yang terdalam. Alisa tak bisa memungkiri, setiap kali ia bersama Adrian, ada getaran di dadanya yang tak bisa ia kendalikan.

Suatu malam, setelah sebuah pertemuan yang terlalu lama di kantor, Adrian mengajaknya makan malam. Awalnya, Alisa ragu. Ia tahu, menghabiskan waktu di luar pekerjaan bersama Adrian akan membuka celah yang ia tak siap hadapi. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang terus menariknya pada pria itu, sebuah rasa yang sudah lama terkubur, kini perlahan bangkit kembali.

Di restoran itu, cahaya lilin yang redup dan alunan musik jazz lembut menambah suasana intim. Percakapan mereka mengalir begitu saja, tanpa batasan, tanpa rasa canggung. Hingga akhirnya, Adrian menatap mata Alisa dengan dalam, menanyakan sesuatu yang ia tahu sudah menggantung di antara mereka selama ini. "Apa yang sebenarnya kamu rasakan?"

Alisa terdiam, jantungnya berdetak cepat. Kata-kata itu terdengar sederhana, namun menyentuh bagian terdalam dari dirinya. Di balik kerapuhan yang ia sembunyikan, di balik tembok yang ia bangun setelah perceraiannya, ada perasaan yang terpendam, keinginan yang sudah lama ia abaikan. Hasrat untuk merasakan cinta lagi. Namun kali ini, cinta itu hadir dengan ketegangan, dengan keraguan yang membara.

Adrian tidak menunggu jawaban. Ia tahu apa yang Alisa rasakan, sama seperti dirinya. Perlahan, ia menyentuh tangan Alisa di atas meja, jemarinya menyusuri punggung tangan wanita itu dengan lembut, seolah menenangkannya. Alisa merasakan kehangatan yang menyusup melalui sentuhan sederhana itu, sesuatu yang tak pernah ia duga bisa ia rasakan lagi.

Malam itu, mereka tidak langsung pulang. Hujan di luar semakin deras, menambah keintiman yang menggantung di udara. Alisa dan Adrian duduk lebih dekat, berbicara dengan suara yang lebih pelan, seolah-olah dunia di sekitar mereka telah memudar. Hingga akhirnya, Adrian mendekatkan wajahnya, dan dalam satu gerakan yang tak terelakkan, bibir mereka bertemu.

Ciuman itu tidak kasar, tapi juga tidak lembut. Ada gairah yang membara, rasa yang terpendam terlalu lama, kini akhirnya terlepas. Di balik ciuman itu, Alisa merasakan kekosongan dalam dirinya perlahan terisi. Adrian menariknya lebih dekat, seolah tak ingin melepaskan, dan Alisa membiarkan dirinya terhanyut dalam perasaan yang telah lama ia coba lupakan.

Namun, di balik hasrat yang membara, ada ketakutan. Di tengah malam itu, saat mereka berdua terjerat dalam emosi yang tak bisa mereka hindari, Alisa sadar, hubungan ini lebih dari sekadar gairah yang terpendam. Ini tentang luka lama yang belum sepenuhnya sembuh, tentang cinta yang mungkin tak pernah ia cari, namun kini hadir tanpa permisi.

Adrian menatapnya dengan tatapan yang sama seperti pertama kali mereka bertemu—dalam, penuh hasrat, namun juga mengandung sesuatu yang lebih besar. Alisa tahu, malam itu bukanlah akhir, tapi awal dari sesuatu yang baru. Sebuah perjalanan yang akan menguji dirinya, bukan hanya tentang gairah, tapi tentang cinta, kepercayaan, dan keputusan untuk membiarkan dirinya mencintai lagi.

Apakah ia siap menghadapi semuanya? Alisa belum tahu. Tapi untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ia merasa hidup kembali, terbakar oleh gairah yang selama ini terpendam.
...Bersambung...

"Romantisnya Menguras Ember Cucian"Di sebuah rumah sederhana, hidup sepasang suami istri, Arman dan Sinta. Mereka telah ...
05/10/2024

"Romantisnya Menguras Ember Cucian"

Di sebuah rumah sederhana, hidup sepasang suami istri, Arman dan Sinta. Mereka telah menikah selama lima tahun. Hidup mereka mungkin tidak sempurna, tetapi cinta di antara mereka tetap hangat dan penuh kasih sayang.

Pagi itu, seperti biasa, Sinta sibuk mengurus rumah. Di halaman belakang, ember cucian penuh dengan pakaian yang perlu dicuci. Arman, yang biasanya pulang kerja dalam keadaan lelah dan langsung bersantai di ruang tamu, kali ini melihat istrinya terlihat lebih lelah dari biasanya. Sinta baru saja selesai membersihkan dapur dan bersiap untuk mencuci pakaian.

Arman memperhatikan Sinta yang terlihat menarik napas panjang sebelum menundukkan badannya untuk mengambil ember cucian itu. Dengan senyum kecil, Arman mendekat dan berkata, "Sayang, biar aku saja yang cuci baju hari ini."

Sinta terkejut. "Hah? Kamu serius?"

Arman mengangguk mantap. "Iya, aku serius. Aku juga bisa bantu urusan rumah, kok."

Sinta tersenyum tipis, matanya sedikit berkaca-kaca. "Arman, kamu nggak pernah cuci baju. Kamu nggak perlu repot-repot."

Arman mengangkat bahu dan berkata, "Yah, kalau nggak mulai sekarang, kapan lagi? Lagipula, kamu sudah capek banget. Aku mau bantu. Kamu duduk aja, istirahat."

Sinta akhirnya setuju, walaupun masih ragu. Arman dengan percaya diri mengambil ember cucian itu dan membawanya ke tempat cuci. Ia mulai menggosok-gosok pakaian dengan air dan sabun. Awalnya terlihat mudah, tapi setelah beberapa saat, Arman mulai kelelahan. Matanya melirik Sinta yang tersenyum geli dari kejauhan. Ia tahu istrinya menahan tawa.

"Aku nggak nyangka cuci baju itu sesulit ini," gumam Arman sambil tertawa kecil.

Sinta mendekat, duduk di sebelah Arman, dan berkata dengan lembut, "Nggak apa-apa, Mas. Setidaknya kamu sudah mau mencoba. Itu sudah lebih dari cukup buat aku."

Arman berhenti sejenak, menatap wajah istrinya yang cantik di bawah sinar matahari. "Aku cuma pengen bikin kamu bahagia, Sayang."

Sinta tersenyum lembut, lalu mengambil pakaian di tangannya. "Kita cuci bareng aja, gimana?"

Arman tertawa, "Deal! Asal nanti kamu jangan ketawain aku kalau bajunya jadi tambah kotor."

Mereka pun mencuci bersama-sama, tangan mereka sering bersentuhan saat mengambil baju, tawa mereka mengisi udara pagi itu. Arman yang biasanya cuek dengan urusan rumah, mendadak merasa ada kehangatan dan kedekatan yang berbeda ketika melakukan pekerjaan ini bersama Sinta. Mereka berbincang, bercanda, dan sesekali menggoda satu sama lain.

Setelah selesai mencuci, mereka berdua duduk di beranda sambil menikmati teh hangat yang disiapkan Sinta. Mereka berbicara tentang hal-hal kecil, saling bercerita, hingga tanpa sadar, matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat.

Arman memandang Sinta dengan tatapan penuh cinta. "Aku tahu, mungkin ini cuma hal kecil, cuci baju sama-sama. Tapi, rasanya… rasanya aku jadi lebih dekat sama kamu."

Sinta tersenyum lembut dan menatap Arman. "Romantis itu nggak harus tentang bunga atau makan malam mewah. Terkadang, hal-hal kecil seperti ini, saat kita melakukan sesuatu bersama, itu sudah cukup buat aku merasa bahagia."

Arman menarik napas dalam-dalam dan memegang tangan istrinya. "Aku janji, mulai sekarang, aku akan lebih sering bantu kamu. Nggak mau cuma jadi suami yang kerja, tapi juga suami yang peduli."

Sinta tersenyum manis, lalu bersandar di bahu Arman. "Itulah kenapa aku cinta sama kamu, Mas. Kamu selalu punya cara sendiri buat bikin aku merasa dicintai."

Dan di situlah, di bawah langit senja, sambil menikmati secangkir teh dan rasa puas karena telah menguras ember cucian bersama, mereka menemukan makna cinta yang lebih dalam—saling mendukung, saling memahami, dan menikmati setiap momen kebersamaan yang mereka miliki.

Terkadang, romantis itu tak perlu rumit. Bahkan dari menguras ember cucian pun, cinta bisa tumbuh lebih kuat.
..Tamat...

Jangan lupa di share ya sobat...

Judul: Cinta Pertama dan TerakhirHujan rintik-rintik membasahi tanah di pemakaman tua itu. Alma berdiri di depan pusara ...
04/10/2024

Judul: Cinta Pertama dan Terakhir

Hujan rintik-rintik membasahi tanah di pemakaman tua itu. Alma berdiri di depan pusara yang masih basah, tubuhnya menggigil bukan karena dingin, tetapi karena duka yang tak tertahankan. Pusara itu milik seseorang yang begitu berharga dalam hidupnya—Arga, cinta pertamanya, sekaligus cinta terakhirnya. Ia tak pernah membayangkan harus mengucapkan selamat tinggal dengan cara seperti ini.

Delapan tahun yang lalu, kehidupan Alma dan Arga terasa sempurna. Mereka bertemu di SMA, saat hati masih murni, dan cinta adalah hal yang sederhana. Alma ingat betul saat pertama kali bertemu Arga—senyumnya yang tulus, cara ia berbicara dengan lembut, dan perhatian kecil yang selalu ia berikan. Arga bukanlah orang yang menonjol di antara teman-teman mereka, tetapi bagi Alma, dia adalah segalanya.

Mereka jatuh cinta di tahun terakhir SMA, dan sejak itu, kehidupan mereka tak pernah sama. Mereka menghabiskan banyak waktu bersama, berbicara tentang mimpi dan harapan, berjanji bahwa suatu hari nanti, mereka akan membangun keluarga kecil yang bahagia. Alma selalu membayangkan masa depan mereka, di mana mereka akan menua bersama di rumah yang sederhana dengan taman yang penuh bunga, di mana mereka akan duduk di beranda sambil menatap matahari terbenam. Itu adalah mimpi yang terus ia simpan di dalam hatinya.

Namun, hidup memiliki rencananya sendiri. Setelah lulus SMA, Arga harus meninggalkan kota kecil mereka untuk melanjutkan kuliah di kota besar. Alma tinggal, merawat ibunya yang sakit dan bekerja sebagai perawat di klinik lokal. Meskipun jarak memisahkan mereka, cinta mereka tetap kuat—begitu Alma percaya. Mereka bertukar surat setiap minggu, telepon setiap malam, dan ketika Arga pulang saat liburan, semuanya terasa seperti dulu lagi.

Tapi semakin lama, kehidupan mulai menarik Arga lebih jauh dari Alma. Kesibukan kuliah, tekanan pekerjaan, dan dunia yang begitu berbeda membuat Arga semakin jarang pulang. Alma tetap menunggu, tetap setia, meski hatinya mulai merasa lelah. Setiap kali Arga pulang, ia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang berubah—Arga mulai bicara tentang kehidupan yang berbeda, tentang kesempatan di luar negeri yang tak bisa ia tolak. Alma berusaha tersenyum, mendukung Arga dengan penuh cinta, meskipun ia tahu bahwa jarak itu semakin sulit dijembatani.

Kemudian datanglah kabar yang menghancurkan dunianya. Saat Alma sedang merawat ibunya yang semakin sakit, ia menerima pesan dari teman Arga. Arga sakit keras, kanker yang selama ini ia sembunyikan dari semua orang telah berkembang terlalu jauh. Arga tak ingin membuat Alma khawatir, jadi ia menyimpan rahasia itu sendiri, berharap bisa melawan penyakitnya. Tapi pada akhirnya, tubuhnya terlalu lemah untuk bertahan.

Alma terbang ke kota tempat Arga dirawat, dengan hati yang penuh ketakutan dan duka. Ketika ia tiba di rumah sakit, Arga terbaring lemah di atas ranjang, tubuhnya kurus dan lemah, namun senyumnya tetap hangat ketika melihat Alma. “Aku minta maaf,” bisiknya pelan, dengan suara yang hampir tak terdengar. “Aku ingin kamu bahagia, tapi aku tidak bisa berada di sana untukmu.”

Air mata Alma tak terbendung. “Kenapa kamu tidak bilang? Kenapa kamu menanggung semua ini sendiri?” suaranya gemetar, perih di setiap kata. Tapi Arga hanya tersenyum tipis, mengulurkan tangannya yang lemah untuk menyentuh wajah Alma. “Karena aku mencintaimu. Aku tidak ingin kamu melihatku seperti ini. Kamu berhak mendapatkan kebahagiaan, Alma, meski itu tanpa aku.”

Malam itu, Alma duduk di samping ranjang Arga, menggenggam tangannya yang dingin, merasakan setiap detik yang mereka miliki bersama. Mereka berbicara tentang kenangan lama, tentang saat-saat indah yang pernah mereka lalui. Alma tahu, ini adalah kali terakhir ia bisa melihat Arga, kali terakhir ia bisa merasakan cintanya.

Ketika pagi tiba, Arga menghembuskan napas terakhirnya dengan tenang. Alma tidak menangis saat itu. Ia hanya duduk di sana, menggenggam tangan Arga yang kini tak lagi hangat, merasakan kehampaan yang luar biasa di dalam dirinya. Bagian terburuk dari cinta adalah kehilangan, dan kini Alma mengalaminya dalam bentuk yang paling menyakitkan.

Hari ini, di depan pusara Arga, Alma akhirnya membiarkan air mata itu mengalir. Hujan bercampur dengan air matanya, menyatu di tanah yang kini memisahkan mereka. Ia tahu, Arga adalah cinta pertamanya—dan kini, ia juga cinta terakhirnya. Tidak ada yang bisa menggantikan Arga di hatinya, tidak ada yang bisa menghapus kenangan indah mereka. Meskipun Arga telah pergi, cinta Alma tetap hidup, terpatri dalam hatinya, selamanya.

“Selamat tinggal, Arga,” bisik Alma pelan. “Kamu adalah cinta pertamaku, dan kamu akan selalu menjadi cinta terakhirku.”

"Si Pemilik Warung Misterius"Di sebuah desa kecil, ada sebuah warung kopi yang sangat terkenal. Warung itu selalu ramai,...
02/10/2024

"Si Pemilik Warung Misterius"

Di sebuah desa kecil, ada sebuah warung kopi yang sangat terkenal. Warung itu selalu ramai, bukan hanya karena kopi dan gorengannya yang enak, tapi karena si pemilik warung, Pak Darto, yang terkenal ramah dan bijaksana. Setiap orang yang datang selalu merasa nyaman, karena Pak Darto selalu mendengarkan masalah mereka dan memberi nasihat yang tepat.

Suatu hari, desa itu digegerkan oleh kabar bahwa Pak Darto tiba-tiba hilang tanpa jejak. Warungnya tutup, pintu digembok, dan tidak ada seorang pun yang tahu ke mana dia pergi. Orang-orang desa bingung dan khawatir. Ada yang bilang Pak Darto sakit parah, ada juga yang percaya kalau dia sedang bersembunyi dari sesuatu yang mengerikan.

Seminggu berlalu tanpa kabar. Penduduk desa semakin cemas. Lalu, suatu malam, ketika desa sudah sepi dan gelap, tiba-tiba lampu warung Pak Darto menyala. Beberapa orang yang kebetulan lewat kaget dan segera memberitahu yang lain.

Keesokan paginya, warung itu sudah buka seperti biasa. Pak Darto berdiri di depan pintu, tersenyum seperti tak pernah terjadi apa-apa. Orang-orang berbondong-bondong datang menanyakan ke mana dia selama ini.

Dengan suara tenang, Pak Darto mulai bercerita, "Saya pergi karena ada urusan penting. Saya mendapatkan pesan dari leluhur desa ini. Mereka mengatakan bahwa desa kita akan mengalami bencana besar, kecuali saya menemukan sebuah benda pusaka yang hilang di hutan belantara."

Penduduk desa terkejut mendengar cerita itu. "Apa bencana yang akan terjadi, Pak Darto?" tanya seorang warga dengan suara gemetar.

"Desa ini akan tenggelam dalam banjir besar, jika benda itu tidak ditemukan dan dipulihkan ke tempat aslinya," jawab Pak Darto dengan serius. "Saya sudah menemukan benda itu, tapi masih ada satu hal lagi yang harus dilakukan."

Orang-orang mulai panik, meminta penjelasan lebih lanjut. Namun, Pak Darto hanya tersenyum dan mengajak mereka untuk tetap tenang.

"Kita semua harus berkumpul di warung ini nanti malam, tepat saat bulan purnama. Hanya dengan begitu, kita bisa mencegah bencana ini," katanya.

Malam itu, seluruh penduduk desa berkumpul di warung Pak Darto. Mereka duduk dengan cemas, menunggu apa yang akan terjadi. Pak Darto berdiri di tengah-tengah mereka, memegang sebuah kotak kecil yang tampak kuno.

Dengan suara khusyuk, dia membuka kotak itu perlahan. Semua mata tertuju pada kotak tersebut. Di dalamnya, terlihat benda kecil berkilauan yang tampak seperti batu permata.

"Ini dia, benda yang akan menyelamatkan desa kita," kata Pak Darto.

Tiba-tiba, langit di luar menggelap, guntur mulai terdengar dari kejauhan. Orang-orang mulai ketakutan. Pak Darto mengangkat tangan dan berkata, "Sekarang, semua orang harus bersiap. Saat aku menghitung sampai tiga, kita harus berdoa bersama."

Satu. Dua. Tiga.

Semua orang menutup mata dan berdoa. Suara guntur semakin keras, dan angin mulai berhembus kencang. Di tengah suasana tegang itu, tiba-tiba...

Pak Darto tertawa terbahak-bahak.

"Tenang, tenang! Semuanya cuma bercanda!" katanya sambil menutup kotak pusaka itu. "Bencana nggak ada, batu ini cuma mainan! Maaf ya, kalian terlalu serius!"

Seluruh desa diam, tercengang, tak percaya apa yang baru saja terjadi. Mereka sudah ketakutan setengah mati, tapi ternyata semua itu hanya lelucon. Pak Darto tertawa puas, sementara orang-orang desa perlahan-lahan pulang dengan perasaan kesal.

Dan sejak saat itu, warung kopi Pak Darto tak pernah seramai dulu lagi.

Tamat.

Jangan lupa di share ya

Novel : "Malam Pertama yang Tak Terlupakan"Andi, seorang mekanik alat berat yang bekerja di tambang Timika, Papua, akhir...
30/09/2024

Novel : "Malam Pertama yang Tak Terlupakan"

Andi, seorang mekanik alat berat yang bekerja di tambang Timika, Papua, akhirnya bisa menikahi wanita yang sudah lama dicintainya, Ayu. Setelah bertahun-tahun menabung dari gaji tambang dan mengurus pernikahan, tiba juga malam yang paling dinantikan—malam pertama mereka sebagai suami istri.

Setelah resepsi yang meriah, Andi dan Ayu akhirnya tiba di kamar hotel tempat mereka menginap. Semua tamu sudah pulang, lampu kamar sudah dipadamkan, suasana sunyi, hanya mereka berdua. Andi, yang biasanya sibuk mengotak-atik mesin-mesin berat, kini duduk di tepi ranjang dengan gugup. Keringat dingin mulai mengucur di dahinya. Dalam hatinya, dia berpikir, "Aduh, beneran ini ya? Malam pertama... Harus gimana ya?"

Ayu yang mengenakan gaun tidur cantik, tersenyum manis. Ia tampak jauh lebih tenang dari Andi. Melihat Andi yang kikuk, Ayu berusaha mencairkan suasana. "Kamu kok kaku amat, Mas? Biasanya ngebetulin traktor aja santai!"

Mendengar itu, Andi sedikit tertawa gugup, tapi tetap tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. "Iya, dek... ini beda. Kalau traktor kan tinggal bongkar, pasang baut, kelar. Nah, ini..." dia berhenti, wajahnya memerah.

Ayu tertawa kecil dan mendekat. Ia mulai meraih tangan Andi dan berbisik lembut, "Mas, santai aja... kita ini kan suami istri sekarang. Semua akan baik-baik aja."

Andi tersentuh dengan kelembutan Ayu. Ia pun merasa sedikit lebih nyaman, meski tetap masih grogi. Di dalam hati, Andi berjanji akan membuat malam itu sempurna. Ia memutuskan untuk memulai malam pertama mereka dengan romantis.

Dia bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju meja kecil di sudut kamar, dan mengambil sekotak cokelat serta sebuah lilin aromaterapi yang ia siapkan khusus untuk malam itu. "Biar suasana makin romantis," pikir Andi sambil menyalakan lilin itu.

Tapi, saat ia mencoba menyalakan lilin, tiba-tiba sesuatu yang tidak terduga terjadi. Karena gugup dan kurang hati-hati, api dari korek yang ia gunakan malah menyambar ujung tirai kamar yang dekat dengan lilin! Dalam sekejap, api kecil mulai menyala di tirai!

"Waduh! Api, Dek! Api!" teriak Andi panik.

Ayu yang tadi tenang, kini ikut panik. "Mas, apa yang kamu lakukan!?"

Andi dengan refleks mengambil segelas air di meja dan menyiramkan ke tirai, berharap api padam. Tapi, yang terjadi malah air itu tumpah ke lantai, dan mereka berdua tergelincir jatuh bersama-sama, menimpa tempat tidur yang langsung ambruk karena terpeleset!

Suasana kamar yang tadinya penuh haru dan romantis, mendadak berubah menjadi kekacauan. Andi dan Ayu terkapar di lantai dengan kondisi basah kuyup, tempat tidur yang rusak, dan tirai yang nyaris terbakar. Mereka saling berpandangan dengan wajah terkejut, kemudian... tertawa terbahak-bahak.

"Mas, malam pertama macam apa ini?" kata Ayu sambil terus tertawa, matanya berkaca-kaca.

Andi, yang awalnya ingin membuat momen sempurna, hanya bisa menggaruk kepala sambil tertawa, "Ya, begini deh, Dek. Mungkin kita memang lebih cocok di tambang ketimbang di kamar hotel."

Dan begitu, malam pertama yang seharusnya penuh romantika berubah menjadi komedi yang akan selalu mereka ingat sebagai malam pertama ter-lucu yang pernah ada.
...Tamat....

Jangan lupa di share ya..

Coba bagikan cerita malam pertama kamu ya di kolom komentar 😃

Cinta Langit dan Bumi Dua Dunia yang BerbedaRaka adalah seorang pria sederhana yang tinggal di desa kecil di kaki gunung...
29/09/2024

Cinta Langit dan Bumi

Dua Dunia yang Berbeda

Raka adalah seorang pria sederhana yang tinggal di desa kecil di kaki gunung, jauh dari hiruk-pikuk kota. Sejak kecil, ia telah terbiasa dengan kehidupan pedesaan yang damai—mengurus sawah, menggembala ternak, dan menanam padi. Raka bukan orang yang ambisius, baginya kebahagiaan terletak pada kesederhanaan hidup, di antara tanaman yang tumbuh subur di bumi yang selalu ia cintai.

Di sisi lain, ada Awan, seorang wanita muda yang tinggal di kota metropolitan. Awan berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Ia menjalani kehidupan yang penuh dengan prestasi dan ambisi. Kariernya sebagai arsitek tengah menanjak pesat, dan ia dikenal karena desainnya yang megah dan inovatif. Awan selalu merasa bahwa hidupnya berada di puncak—ia melihat ke langit dan selalu ingin mencapai lebih banyak, lebih tinggi, tanpa batas.

Meski berasal dari dunia yang berbeda, takdir mempertemukan mereka dalam suatu acara pernikahan saudara sepupu Awan yang tinggal di desa Raka. Awan yang jarang mengunjungi pedesaan, merasa canggung dengan kehidupan yang begitu berbeda. Di saat yang sama, Raka juga merasa tak nyaman berada di tengah kemewahan dan glamor kota yang dibawa keluarga Awan ke desa kecilnya. Namun, saat pandangan mereka bertemu, ada sesuatu yang menarik di antara mereka—sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Setelah acara selesai, Raka membantu menyiapkan kepulangan tamu dari kota, termasuk Awan dan keluarganya. Raka dan Awan pun berbicara untuk pertama kalinya. Awan yang awalnya merasa canggung, tiba-tiba merasa nyaman berbicara dengan Raka yang sederhana dan tulus. Di tengah-tengah kesibukan kota, Awan jarang bertemu dengan orang seperti Raka, yang tidak terpesona oleh gemerlap kota dan ambisi besar. Raka juga merasakan hal yang sama—ada kedalaman di mata Awan, di balik sikapnya yang terkesan angkuh dan tak tersentuh.

Mereka berbincang lebih lama, berjalan menyusuri jalanan desa yang sepi. Meski keduanya sangat berbeda, perbincangan mereka mengalir lancar. Awan tertarik dengan ketenangan hidup di desa, dan Raka, meski tak sepenuhnya mengerti dunia Awan, merasa terinspirasi oleh tekad dan semangat hidup Awan yang membara. Setelah beberapa hari, acara selesai, dan Awan pun kembali ke kota. Namun, sebelum pergi, ia dan Raka saling bertukar nomor telepon, berjanji untuk tetap berhubungan.

Awan dan Raka terus berkomunikasi lewat telepon dan pesan singkat. Meski terpisah oleh jarak dan kehidupan yang berbeda, keduanya menemukan kedekatan emosional yang tak mereka sangka. Awan sering kali menceritakan tentang tekanan pekerjaannya, tentang proyek-proyek besar yang ia kerjakan, dan tentang impiannya untuk membangun sesuatu yang abadi di langit. Raka mendengarkan dengan seksama, kadang merasa takjub, kadang merasa tak bisa memahami semua yang Awan ceritakan, tapi ia selalu hadir untuk mendukungnya.

Di sisi lain, Awan mulai terpesona dengan kehidupan sederhana Raka. Ia sering meminta Raka untuk mengirimkan foto-foto pemandangan desa, sawah yang hijau, dan langit biru yang membentang luas. Bagi Awan, semua itu adalah sesuatu yang asing namun indah—dunia yang tak pernah ia jelajahi.

Perlahan tapi pasti, keduanya mulai saling jatuh cinta. Namun, di tengah kebahagiaan itu, perbedaan dunia mereka mulai menimbulkan tantangan. Awan memiliki jadwal yang sangat padat, sering kali ia harus terbang ke berbagai kota dan negara untuk pekerjaannya. Sementara itu, Raka tetap dengan kehidupan sederhananya di desa, tanpa ada keinginan besar untuk meninggalkan tanah yang telah menjadi bagian dari dirinya.

Perbedaan ini mulai menjadi nyata ketika Awan mengajak Raka untuk datang ke kotanya. Bagi Raka, kota itu begitu besar dan membingungkan. Ia merasa terasing di tengah gedung-gedung tinggi dan keramaian yang tak pernah berhenti. Meski Awan berusaha membuatnya nyaman, Raka tidak bisa menyembunyikan perasaan terasingnya.

Di saat yang sama, ketika Awan mengunjungi Raka di desa, ia merasa kebingungan dengan kehidupan yang begitu lambat. Awalnya, ia menikmati kedamaian dan ketenangan desa, tapi semakin lama ia merasa kehilangan ritme cepat yang selalu ia kejar di kota. Ketiadaan teknologi canggih dan keterbatasan hiburan membuatnya merasa terjebak di dunia yang terlalu sempit.

Mereka mulai meragukan apakah cinta mereka bisa bertahan di tengah perbedaan besar ini. Keluarga Awan juga mulai menekan Awan untuk berpikir realistis, memintanya untuk mencari pasangan yang lebih "sepadan" dengan kehidupannya. Di sisi lain, teman-teman Raka merasa bahwa ia harus melepaskan mimpi yang mustahil dengan Awan dan kembali fokus pada kehidupannya di desa.

Di tengah kebingungan dan tekanan itu, Raka memutuskan untuk mundur. Ia merasa bahwa ia tak bisa memberikan dunia yang diinginkan Awan—dunia yang penuh kemewahan dan ambisi besar. Ia menulis surat kepada Awan, mengatakan bahwa mungkin sudah saatnya mereka berpisah dan berjalan di jalan mereka masing-masing.

Awan sangat terpukul menerima surat itu. Ia menyadari betapa besar cinta Raka kepadanya, tapi ia juga mengerti mengapa Raka merasa tak bisa melanjutkan hubungan mereka. Dalam heningnya malam, Awan memandang ke langit yang penuh bintang dan mulai berpikir tentang apa yang benar-benar ia inginkan dalam hidup.

Setelah merenung panjang, Awan membuat keputusan besar. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu terobsesi dengan impian dan ambisi hingga melupakan hal-hal sederhana yang membuat hidup bermakna. Ia menyadari bahwa cinta dan kebersamaan dengan orang yang tulus seperti Raka jauh lebih berharga daripada ketinggian yang terus ia kejar.

Awan memutuskan untuk kembali ke desa Raka. Ia tidak meninggalkan kariernya, tetapi ia memilih untuk lebih sering bekerja dari jarak jauh dan mengambil proyek yang memungkinkannya untuk tinggal lebih lama di tempat yang tenang seperti desa. Awan sadar bahwa ia tidak perlu memilih antara langit dan bumi, karena ia bisa menemukan cara untuk menyeimbangkan keduanya.

Ketika Awan kembali ke desa, Raka terkejut melihatnya. Awan mengatakan bahwa meski ia adalah sosok yang mencintai langit, ia tidak bisa hidup tanpa pijakan di bumi—dan bumi itu adalah Raka. Mereka berdua memutuskan untuk terus bersama, meski perbedaan tetap ada di antara mereka.

Awan membawa sedikit gemerlap kota ke dalam kehidupan desa Raka, dan Raka mengajarkan Awan bagaimana menikmati keindahan sederhana yang ditawarkan alam. Mereka saling melengkapi, menjadi keseimbangan antara ambisi dan ketenangan, antara langit dan bumi.

Cinta mereka tidak sempurna, namun justru dalam ketidaksempurnaan itu, mereka menemukan keindahan yang sejati. Mereka menyadari bahwa cinta bukan tentang menemukan seseorang yang sama, melainkan tentang menerima perbedaan dan tetap memilih untuk berjalan bersama.

Dan begitulah, meski mereka berasal dari dua dunia yang berbeda, cinta mereka tetap bertahan, seolah menjadi jembatan yang menghubungkan langit dan bumi.

Tamat..

Novell : Cinta yang Tak Bisa DimilikiTema: Kisah cinta terlarang yang menyoroti perjuangan dua hati yang terikat oleh ci...
29/09/2024

Novell : Cinta yang Tak Bisa Dimiliki

Tema: Kisah cinta terlarang yang menyoroti perjuangan dua hati yang terikat oleh cinta tetapi terpisah oleh tanggung jawab dan keadaan. Cerita ini penuh dengan dilema moral, rasa bersalah, dan pengorbanan, yang pada akhirnya membawa keduanya pada kesedihan dan penyesalan yang mendalam.

Kisah dimulai dengan narasi dari tokoh utama, Lina, yang mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Rendra, pria yang akhirnya mencuri hatinya meskipun dia tahu, sejak awal, mereka tidak mungkin bisa bersama. Lina merasa bahwa hidupnya hancur oleh cinta ini, tetapi di satu sisi, ia merasa hidupnya juga menjadi lebih berarti sejak mengenal Rendra.

Lina adalah seorang jurnalis muda yang ambisius, dan suatu hari dia ditugaskan untuk mewawancarai Rendra, seorang pengusaha sukses yang baru saja memenangkan penghargaan bergengsi. Dari pertemuan pertama, ada chemistry yang kuat antara mereka berdua. Percakapan mereka tidak hanya sebatas wawancara profesional, tapi mereka berbicara tentang kehidupan, cita-cita, dan impian. Rendra, dengan kharismanya yang tenang dan bijak, membuat Lina terpesona. Namun, di akhir pertemuan, Lina mengetahui bahwa Rendra sudah menikah dan memiliki dua anak.

Lina berusaha menekan perasaan yang mulai tumbuh di hatinya, meyakinkan diri bahwa apa yang dia rasakan hanyalah kekaguman sesaat. Tetapi, perasaan itu terus mengusik pikirannya. Setiap kali dia mengingat percakapan mereka, ada sesuatu yang membuat hatinya terasa hangat, meskipun dia tahu itu salah.

Meskipun Lina mencoba menjauh, takdir terus mempertemukan mereka. Melalui acara-acara profesional dan kegiatan sosial, mereka berdua sering bertemu lagi. Setiap kali bertemu, percakapan mereka semakin dalam, melampaui batasan pekerjaan dan lebih kepada persoalan pribadi. Rendra, meski sudah berkeluarga, merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya—sebuah kedekatan emosional yang kuat dengan Lina.

Rendra pun mulai terjebak dalam dilema. Dia tahu perasaannya pada Lina salah, tetapi dia tidak bisa membohongi hatinya. Dalam setiap senyuman dan tatapan mata Lina, Rendra menemukan kebahagiaan yang selama ini hilang dari hidupnya. Lina membawa cahaya baru dalam hari-hari Rendra yang sebelumnya penuh rutinitas tanpa emosi.

Sementara itu, Lina merasa semakin sulit untuk menahan perasaannya. Dia tahu bahwa mencintai Rendra akan membawa penderitaan, bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi istri dan anak-anak Rendra. Namun, perasaannya semakin mendalam setiap kali mereka bertemu.

Suatu malam, setelah sebuah acara amal, Rendra menawarkan untuk mengantar Lina pulang. Hujan deras turun saat itu, dan mereka memutuskan untuk berteduh di sebuah kafe kecil di pinggir jalan. Malam itu, di bawah kilatan petir dan suara hujan yang memekakkan telinga, mereka akhirnya mengakui perasaan satu sama lain.

Rendra mengungkapkan bahwa meskipun dia mencintai keluarganya, dia merasa ada bagian dari dirinya yang hilang. Dan Lina, entah bagaimana, mengisi kekosongan itu. Lina, dengan air mata di matanya, mengakui bahwa dia juga mencintai Rendra, meskipun dia tahu cinta itu tak mungkin dimiliki.

Mereka berdua tahu bahwa hubungan ini tidak akan pernah mudah. Tetapi pada malam itu, mereka membiarkan diri mereka larut dalam perasaan yang sudah lama mereka pendam. Ciuman pertama mereka terasa pahit, diwarnai dengan rasa bersalah yang menyesak di dada, tetapi juga dipenuhi dengan gairah yang sudah terlalu lama terpendam.

Selama beberapa bulan berikutnya, hubungan mereka berlangsung diam-diam. Mereka bertemu secara rahasia di tempat-tempat yang jauh dari pandangan umum, menjalin cinta yang penuh dengan kebohongan dan rasa bersalah. Lina semakin terjebak dalam jaring emosional yang membuatnya merasa bersalah setiap hari, terutama ketika dia memikirkan istri dan anak-anak Rendra.

Rendra pun merasa hancur, terpecah antara cintanya pada Lina dan tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah. Dia mulai mengabaikan keluarganya, sering pulang larut malam dengan alasan pekerjaan. Istrinya, Maya, mulai curiga, tetapi dia tidak pernah menduga bahwa suaminya terlibat dalam hubungan terlarang.

Suatu malam, ketika Lina dan Rendra sedang bersama di sebuah villa terpencil, Lina mendapatkan panggilan dari Maya. Ternyata, anak bungsu Rendra mengalami kecelakaan dan kini berada di rumah sakit dalam kondisi kritis. Rasa bersalah menghantam mereka berdua seperti badai. Rendra segera meninggalkan Lina dan berlari menuju rumah sakit, sementara Lina duduk di villa, merasakan sakit yang tak terlukiskan di hatinya.

Rasa bersalah yang semakin besar akhirnya membuat Lina dan Rendra memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Mereka sadar bahwa cinta ini tidak mungkin berakhir dengan kebahagiaan. Mereka telah melukai terlalu banyak orang, terutama keluarga Rendra, yang tak tahu apa-apa tentang hubungan ini.

Pertemuan terakhir mereka terjadi di tempat yang sama ketika mereka pertama kali bertemu—sebuah taman kecil di dekat kantor Rendra. Di sana, mereka saling memandang untuk terakhir kalinya. Mata mereka penuh dengan air mata, tetapi mereka tahu bahwa ini adalah akhir yang tak bisa dihindari.

"Aku selalu mencintaimu, Rendra," bisik Lina dengan suara serak. "Tapi kita harus berpisah. Ini bukan cinta yang bisa kita miliki."

Rendra meraih tangan Lina untuk terakhir kalinya, menggenggamnya erat sebelum akhirnya melepaskannya. "Aku juga mencintaimu, Lina. Dan aku akan selalu mengingatmu. Tapi kita harus berhenti menyakiti orang lain."

Mereka berpisah dengan hati yang hancur, meninggalkan kenangan manis sekaligus pahit yang tak akan pernah bisa dihapus oleh waktu. Meskipun mereka berdua akan melanjutkan hidup mereka masing-masing, cinta itu akan selalu ada—terkubur dalam, tetapi tak pernah hilang.

Bertahun-tahun kemudian, Lina mendengar kabar bahwa Rendra telah pindah ke kota lain bersama keluarganya. Dia sudah jarang memikirkan masa lalu, tetapi setiap kali hujan turun, dia selalu teringat malam-malam mereka bersama—malam-malam yang penuh dengan cinta terlarang dan rasa sakit yang mendalam.

Meski mereka tak pernah bisa bersama, cinta mereka tetap ada, terkubur di hati masing-masing sebagai luka yang tak pernah sepenuhnya sembuh. Cinta yang indah namun tak bisa dimiliki—sebuah tragedi yang akan selalu dikenang, tetapi tak pernah bisa diulang.

Address

Jalan Boulevard
Bogor
16820

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Novel Gen Z posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share