Novel Gen Z

Novel Gen Z Kumpulan Novel &
Religi

Kisah Karma Seorang Pemuda KayaDi sebuah kota besar, hiduplah seorang pemuda bernama Roy. Roy adalah anak seorang pengus...
01/01/2025

Kisah Karma Seorang Pemuda Kaya

Di sebuah kota besar, hiduplah seorang pemuda bernama Roy. Roy adalah anak seorang pengusaha sukses yang memiliki segalanya. Mobil sport terbaru, pakaian bermerek, dan uang berlimpah. Namun, ada satu hal yang tidak dimiliki Roy: kerendahan hati.

Roy tinggal di rumah megah bersama kakeknya, Pak Herman. Meskipun kaya, Pak Herman hidup sederhana dan mempekerjakan seorang pembantu tua bernama Pak Man. Pak Man adalah pria tua yang ramah, penuh senyum, dan selalu sabar meskipun sering dihina oleh Roy.

Suatu pagi, Roy sedang bersantai di halaman rumah. Pak Man datang membawa sapu untuk membersihkan dedaunan yang gugur. Tanpa alasan, Roy melontarkan hinaan.

"Hei, Pak Man! Kamu ini kerja seumur hidup cuma jadi pembantu? Apa nggak malu hidup begini terus?" ejek Roy sambil tertawa keras.

Pak Man hanya tersenyum kecil, menunduk, dan melanjutkan pekerjaannya tanpa berkata apa-apa.

"Dasar tua bangka! Kalau aku jadi kamu, aku lebih baik nggak usah hidup daripada kerja seperti itu!" lanjut Roy dengan nada mengejek.

Pak Herman, yang mendengar percakapan itu dari jauh, memanggil Roy masuk ke ruang tamu. Dengan suara tegas, ia berkata, "Roy, kamu tahu siapa Pak Man?"

"Ya, cuma pembantu, Kek. Kenapa?" jawab Roy sambil mengangkat bahu.

Pak Herman menarik napas panjang lalu menjelaskan, "Dulu, sebelum kakek sukses, Pak Man adalah orang yang membantuku membangun usaha ini. Dia rela menjual semua tanahnya untuk membiayai usaha kakek, tanpa meminta balasan apa pun. Tanpa dia, kamu tidak akan punya semua yang kamu miliki sekarang."

Roy terdiam, wajahnya memerah. Kata-kata kakeknya seperti tamparan keras baginya.

Melihat Roy yang kebingungan, Pak Herman melanjutkan, "Harta bisa hilang kapan saja, Roy. Tapi kehormatan dan rasa hormat itu abadi. Belajarlah menghargai orang lain, terutama mereka yang berjasa dalam hidup kita."

Hari itu menjadi pelajaran besar bagi Roy. Ia meminta maaf kepada Pak Man dan mulai belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Meski sulit, Roy mencoba mengubah sikap sombongnya. Dan setiap kali ia melihat senyum tulus Pak Man, ia diingatkan bahwa kekayaan sejati adalah hati yang penuh rasa syukur dan kerendahan hati.

Masya Alloh tabarokalloh,Semoga kelak kamu bisa ke tanah suci ya nak
01/01/2025

Masya Alloh tabarokalloh,
Semoga kelak kamu bisa ke tanah suci ya nak

10/10/2024

Saya ada di depanmu, tapi kamu tidak bisa melihatku. Saya ada di belakangmu, tapi kamu tidak bisa menyentuhku. Saya selalu bergerak ke depan, tapi tidak pernah kembali. Siapakah saya?

Gairah yang TerpendamMalam itu hujan turun deras, membasahi kota dengan ritmenya yang tenang namun mencekam. Di dalam ap...
10/10/2024

Gairah yang Terpendam

Malam itu hujan turun deras, membasahi kota dengan ritmenya yang tenang namun mencekam. Di dalam apartemen yang sepi, hanya terdengar suara rintikan air dan sesekali gemuruh petir yang samar di kejauhan. Alisa menatap keluar jendela, seolah menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Pikirannya melayang jauh, pada pertemuan yang tak terduga beberapa minggu yang lalu.

Alisa adalah wanita mandiri, kariernya di bidang arsitektur telah membawanya pada kehidupan yang ia impikan: mapan, nyaman, dan... kosong. Meski hidupnya terlihat sempurna dari luar, ada sesuatu yang selalu mengganjal di hatinya, seolah ada ruang yang tak terisi. Sejak perceraiannya dua tahun lalu, ia menutup pintu hatinya rapat-rapat. Tak ingin tersentuh lagi oleh cinta yang, menurutnya, hanya membawa luka. Namun, semua itu berubah ketika ia bertemu Adrian.

Adrian adalah klien baru di proyek gedung perkantoran yang sedang Alisa tangani. Pria berusia pertengahan 30-an itu memiliki aura yang memikat, tatapannya selalu terasa lebih dalam daripada sekadar perbincangan bisnis. Senyum tipis di bibirnya, cara ia menyelipkan jemari di saku jasnya, bahkan suaranya yang serak berat setiap kali mengucapkan namanya, membuat Alisa merasakan sesuatu yang sudah lama ia coba hindari—hasrat.

Pertemuan-pertemuan mereka semakin intens. Awalnya, hanya urusan pekerjaan. Mereka membahas desain, anggaran, dan tenggat waktu proyek. Namun, perlahan, batasan profesional itu mulai memudar. Percakapan mereka berubah, dari sekadar detail proyek menjadi percakapan pribadi, menguak cerita tentang kehidupan, mimpi, dan keinginan yang terdalam. Alisa tak bisa memungkiri, setiap kali ia bersama Adrian, ada getaran di dadanya yang tak bisa ia kendalikan.

Suatu malam, setelah sebuah pertemuan yang terlalu lama di kantor, Adrian mengajaknya makan malam. Awalnya, Alisa ragu. Ia tahu, menghabiskan waktu di luar pekerjaan bersama Adrian akan membuka celah yang ia tak siap hadapi. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang terus menariknya pada pria itu, sebuah rasa yang sudah lama terkubur, kini perlahan bangkit kembali.

Di restoran itu, cahaya lilin yang redup dan alunan musik jazz lembut menambah suasana intim. Percakapan mereka mengalir begitu saja, tanpa batasan, tanpa rasa canggung. Hingga akhirnya, Adrian menatap mata Alisa dengan dalam, menanyakan sesuatu yang ia tahu sudah menggantung di antara mereka selama ini. "Apa yang sebenarnya kamu rasakan?"

Alisa terdiam, jantungnya berdetak cepat. Kata-kata itu terdengar sederhana, namun menyentuh bagian terdalam dari dirinya. Di balik kerapuhan yang ia sembunyikan, di balik tembok yang ia bangun setelah perceraiannya, ada perasaan yang terpendam, keinginan yang sudah lama ia abaikan. Hasrat untuk merasakan cinta lagi. Namun kali ini, cinta itu hadir dengan ketegangan, dengan keraguan yang membara.

Adrian tidak menunggu jawaban. Ia tahu apa yang Alisa rasakan, sama seperti dirinya. Perlahan, ia menyentuh tangan Alisa di atas meja, jemarinya menyusuri punggung tangan wanita itu dengan lembut, seolah menenangkannya. Alisa merasakan kehangatan yang menyusup melalui sentuhan sederhana itu, sesuatu yang tak pernah ia duga bisa ia rasakan lagi.

Malam itu, mereka tidak langsung pulang. Hujan di luar semakin deras, menambah keintiman yang menggantung di udara. Alisa dan Adrian duduk lebih dekat, berbicara dengan suara yang lebih pelan, seolah-olah dunia di sekitar mereka telah memudar. Hingga akhirnya, Adrian mendekatkan wajahnya, dan dalam satu gerakan yang tak terelakkan, bibir mereka bertemu.

Ciuman itu tidak kasar, tapi juga tidak lembut. Ada gairah yang membara, rasa yang terpendam terlalu lama, kini akhirnya terlepas. Di balik ciuman itu, Alisa merasakan kekosongan dalam dirinya perlahan terisi. Adrian menariknya lebih dekat, seolah tak ingin melepaskan, dan Alisa membiarkan dirinya terhanyut dalam perasaan yang telah lama ia coba lupakan.

Namun, di balik hasrat yang membara, ada ketakutan. Di tengah malam itu, saat mereka berdua terjerat dalam emosi yang tak bisa mereka hindari, Alisa sadar, hubungan ini lebih dari sekadar gairah yang terpendam. Ini tentang luka lama yang belum sepenuhnya sembuh, tentang cinta yang mungkin tak pernah ia cari, namun kini hadir tanpa permisi.

Adrian menatapnya dengan tatapan yang sama seperti pertama kali mereka bertemu—dalam, penuh hasrat, namun juga mengandung sesuatu yang lebih besar. Alisa tahu, malam itu bukanlah akhir, tapi awal dari sesuatu yang baru. Sebuah perjalanan yang akan menguji dirinya, bukan hanya tentang gairah, tapi tentang cinta, kepercayaan, dan keputusan untuk membiarkan dirinya mencintai lagi.

Apakah ia siap menghadapi semuanya? Alisa belum tahu. Tapi untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ia merasa hidup kembali, terbakar oleh gairah yang selama ini terpendam.
...Bersambung...

"Romantisnya Menguras Ember Cucian"Di sebuah rumah sederhana, hidup sepasang suami istri, Arman dan Sinta. Mereka telah ...
05/10/2024

"Romantisnya Menguras Ember Cucian"

Di sebuah rumah sederhana, hidup sepasang suami istri, Arman dan Sinta. Mereka telah menikah selama lima tahun. Hidup mereka mungkin tidak sempurna, tetapi cinta di antara mereka tetap hangat dan penuh kasih sayang.

Pagi itu, seperti biasa, Sinta sibuk mengurus rumah. Di halaman belakang, ember cucian penuh dengan pakaian yang perlu dicuci. Arman, yang biasanya pulang kerja dalam keadaan lelah dan langsung bersantai di ruang tamu, kali ini melihat istrinya terlihat lebih lelah dari biasanya. Sinta baru saja selesai membersihkan dapur dan bersiap untuk mencuci pakaian.

Arman memperhatikan Sinta yang terlihat menarik napas panjang sebelum menundukkan badannya untuk mengambil ember cucian itu. Dengan senyum kecil, Arman mendekat dan berkata, "Sayang, biar aku saja yang cuci baju hari ini."

Sinta terkejut. "Hah? Kamu serius?"

Arman mengangguk mantap. "Iya, aku serius. Aku juga bisa bantu urusan rumah, kok."

Sinta tersenyum tipis, matanya sedikit berkaca-kaca. "Arman, kamu nggak pernah cuci baju. Kamu nggak perlu repot-repot."

Arman mengangkat bahu dan berkata, "Yah, kalau nggak mulai sekarang, kapan lagi? Lagipula, kamu sudah capek banget. Aku mau bantu. Kamu duduk aja, istirahat."

Sinta akhirnya setuju, walaupun masih ragu. Arman dengan percaya diri mengambil ember cucian itu dan membawanya ke tempat cuci. Ia mulai menggosok-gosok pakaian dengan air dan sabun. Awalnya terlihat mudah, tapi setelah beberapa saat, Arman mulai kelelahan. Matanya melirik Sinta yang tersenyum geli dari kejauhan. Ia tahu istrinya menahan tawa.

"Aku nggak nyangka cuci baju itu sesulit ini," gumam Arman sambil tertawa kecil.

Sinta mendekat, duduk di sebelah Arman, dan berkata dengan lembut, "Nggak apa-apa, Mas. Setidaknya kamu sudah mau mencoba. Itu sudah lebih dari cukup buat aku."

Arman berhenti sejenak, menatap wajah istrinya yang cantik di bawah sinar matahari. "Aku cuma pengen bikin kamu bahagia, Sayang."

Sinta tersenyum lembut, lalu mengambil pakaian di tangannya. "Kita cuci bareng aja, gimana?"

Arman tertawa, "Deal! Asal nanti kamu jangan ketawain aku kalau bajunya jadi tambah kotor."

Mereka pun mencuci bersama-sama, tangan mereka sering bersentuhan saat mengambil baju, tawa mereka mengisi udara pagi itu. Arman yang biasanya cuek dengan urusan rumah, mendadak merasa ada kehangatan dan kedekatan yang berbeda ketika melakukan pekerjaan ini bersama Sinta. Mereka berbincang, bercanda, dan sesekali menggoda satu sama lain.

Setelah selesai mencuci, mereka berdua duduk di beranda sambil menikmati teh hangat yang disiapkan Sinta. Mereka berbicara tentang hal-hal kecil, saling bercerita, hingga tanpa sadar, matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat.

Arman memandang Sinta dengan tatapan penuh cinta. "Aku tahu, mungkin ini cuma hal kecil, cuci baju sama-sama. Tapi, rasanya… rasanya aku jadi lebih dekat sama kamu."

Sinta tersenyum lembut dan menatap Arman. "Romantis itu nggak harus tentang bunga atau makan malam mewah. Terkadang, hal-hal kecil seperti ini, saat kita melakukan sesuatu bersama, itu sudah cukup buat aku merasa bahagia."

Arman menarik napas dalam-dalam dan memegang tangan istrinya. "Aku janji, mulai sekarang, aku akan lebih sering bantu kamu. Nggak mau cuma jadi suami yang kerja, tapi juga suami yang peduli."

Sinta tersenyum manis, lalu bersandar di bahu Arman. "Itulah kenapa aku cinta sama kamu, Mas. Kamu selalu punya cara sendiri buat bikin aku merasa dicintai."

Dan di situlah, di bawah langit senja, sambil menikmati secangkir teh dan rasa puas karena telah menguras ember cucian bersama, mereka menemukan makna cinta yang lebih dalam—saling mendukung, saling memahami, dan menikmati setiap momen kebersamaan yang mereka miliki.

Terkadang, romantis itu tak perlu rumit. Bahkan dari menguras ember cucian pun, cinta bisa tumbuh lebih kuat.
..Tamat...

Jangan lupa di share ya sobat...

Judul: Cinta Pertama dan TerakhirHujan rintik-rintik membasahi tanah di pemakaman tua itu. Alma berdiri di depan pusara ...
04/10/2024

Judul: Cinta Pertama dan Terakhir

Hujan rintik-rintik membasahi tanah di pemakaman tua itu. Alma berdiri di depan pusara yang masih basah, tubuhnya menggigil bukan karena dingin, tetapi karena duka yang tak tertahankan. Pusara itu milik seseorang yang begitu berharga dalam hidupnya—Arga, cinta pertamanya, sekaligus cinta terakhirnya. Ia tak pernah membayangkan harus mengucapkan selamat tinggal dengan cara seperti ini.

Delapan tahun yang lalu, kehidupan Alma dan Arga terasa sempurna. Mereka bertemu di SMA, saat hati masih murni, dan cinta adalah hal yang sederhana. Alma ingat betul saat pertama kali bertemu Arga—senyumnya yang tulus, cara ia berbicara dengan lembut, dan perhatian kecil yang selalu ia berikan. Arga bukanlah orang yang menonjol di antara teman-teman mereka, tetapi bagi Alma, dia adalah segalanya.

Mereka jatuh cinta di tahun terakhir SMA, dan sejak itu, kehidupan mereka tak pernah sama. Mereka menghabiskan banyak waktu bersama, berbicara tentang mimpi dan harapan, berjanji bahwa suatu hari nanti, mereka akan membangun keluarga kecil yang bahagia. Alma selalu membayangkan masa depan mereka, di mana mereka akan menua bersama di rumah yang sederhana dengan taman yang penuh bunga, di mana mereka akan duduk di beranda sambil menatap matahari terbenam. Itu adalah mimpi yang terus ia simpan di dalam hatinya.

Namun, hidup memiliki rencananya sendiri. Setelah lulus SMA, Arga harus meninggalkan kota kecil mereka untuk melanjutkan kuliah di kota besar. Alma tinggal, merawat ibunya yang sakit dan bekerja sebagai perawat di klinik lokal. Meskipun jarak memisahkan mereka, cinta mereka tetap kuat—begitu Alma percaya. Mereka bertukar surat setiap minggu, telepon setiap malam, dan ketika Arga pulang saat liburan, semuanya terasa seperti dulu lagi.

Tapi semakin lama, kehidupan mulai menarik Arga lebih jauh dari Alma. Kesibukan kuliah, tekanan pekerjaan, dan dunia yang begitu berbeda membuat Arga semakin jarang pulang. Alma tetap menunggu, tetap setia, meski hatinya mulai merasa lelah. Setiap kali Arga pulang, ia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang berubah—Arga mulai bicara tentang kehidupan yang berbeda, tentang kesempatan di luar negeri yang tak bisa ia tolak. Alma berusaha tersenyum, mendukung Arga dengan penuh cinta, meskipun ia tahu bahwa jarak itu semakin sulit dijembatani.

Kemudian datanglah kabar yang menghancurkan dunianya. Saat Alma sedang merawat ibunya yang semakin sakit, ia menerima pesan dari teman Arga. Arga sakit keras, kanker yang selama ini ia sembunyikan dari semua orang telah berkembang terlalu jauh. Arga tak ingin membuat Alma khawatir, jadi ia menyimpan rahasia itu sendiri, berharap bisa melawan penyakitnya. Tapi pada akhirnya, tubuhnya terlalu lemah untuk bertahan.

Alma terbang ke kota tempat Arga dirawat, dengan hati yang penuh ketakutan dan duka. Ketika ia tiba di rumah sakit, Arga terbaring lemah di atas ranjang, tubuhnya kurus dan lemah, namun senyumnya tetap hangat ketika melihat Alma. “Aku minta maaf,” bisiknya pelan, dengan suara yang hampir tak terdengar. “Aku ingin kamu bahagia, tapi aku tidak bisa berada di sana untukmu.”

Air mata Alma tak terbendung. “Kenapa kamu tidak bilang? Kenapa kamu menanggung semua ini sendiri?” suaranya gemetar, perih di setiap kata. Tapi Arga hanya tersenyum tipis, mengulurkan tangannya yang lemah untuk menyentuh wajah Alma. “Karena aku mencintaimu. Aku tidak ingin kamu melihatku seperti ini. Kamu berhak mendapatkan kebahagiaan, Alma, meski itu tanpa aku.”

Malam itu, Alma duduk di samping ranjang Arga, menggenggam tangannya yang dingin, merasakan setiap detik yang mereka miliki bersama. Mereka berbicara tentang kenangan lama, tentang saat-saat indah yang pernah mereka lalui. Alma tahu, ini adalah kali terakhir ia bisa melihat Arga, kali terakhir ia bisa merasakan cintanya.

Ketika pagi tiba, Arga menghembuskan napas terakhirnya dengan tenang. Alma tidak menangis saat itu. Ia hanya duduk di sana, menggenggam tangan Arga yang kini tak lagi hangat, merasakan kehampaan yang luar biasa di dalam dirinya. Bagian terburuk dari cinta adalah kehilangan, dan kini Alma mengalaminya dalam bentuk yang paling menyakitkan.

Hari ini, di depan pusara Arga, Alma akhirnya membiarkan air mata itu mengalir. Hujan bercampur dengan air matanya, menyatu di tanah yang kini memisahkan mereka. Ia tahu, Arga adalah cinta pertamanya—dan kini, ia juga cinta terakhirnya. Tidak ada yang bisa menggantikan Arga di hatinya, tidak ada yang bisa menghapus kenangan indah mereka. Meskipun Arga telah pergi, cinta Alma tetap hidup, terpatri dalam hatinya, selamanya.

“Selamat tinggal, Arga,” bisik Alma pelan. “Kamu adalah cinta pertamaku, dan kamu akan selalu menjadi cinta terakhirku.”

Di Balik Senyum ManisAlya selalu dianggap sebagai wanita sempurna. Cantik, cerdas, dan pekerja keras, dia adalah bintang...
03/10/2024

Di Balik Senyum Manis

Alya selalu dianggap sebagai wanita sempurna. Cantik, cerdas, dan pekerja keras, dia adalah bintang di kantornya. Namun, di balik kesuksesannya, Alya menyimpan rahasia yang tak pernah ia ungkapkan kepada siapa pun. Ia telah bertunangan dengan Reza, seorang pria baik yang telah menjadi cinta pertamanya sejak kuliah. Semua orang iri pada hubungan mereka yang tampak sempurna. Tetapi, ada sesuatu yang kurang—sebuah kekosongan yang hanya Alya rasakan di dalam hatinya.

Ketika masa depan mereka tampak cerah dengan rencana pernikahan yang semakin dekat, Alya mulai merasakan keraguan yang tak terduga. Bukan karena dia tidak mencintai Reza, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam yang belum pernah dia rasakan. Sebuah hasrat terpendam yang selama ini terkubur oleh janji kesetiaan dan rutinitas hidup yang tertata.

Semuanya berubah ketika Alya bertemu dengan Adrian, pria baru di kantor yang memegang posisi penting sebagai manajer proyek. Adrian adalah pria yang berbeda—karismatik, percaya diri, dengan tatapan yang bisa membuat siapa pun terpesona. Meski awalnya mereka hanya berinteraksi secara profesional, Alya tak bisa mengabaikan daya tarik Adrian yang begitu kuat. Ada sesuatu tentang pria itu yang membuat hati Alya berdebar lebih cepat setiap kali mereka bertemu.

Pertemuan demi pertemuan dengan Adrian semakin sering terjadi, baik di ruang rapat maupun di luar jam kerja. Adrian, dengan sikapnya yang penuh perhatian, perlahan-lahan mulai menyusup ke dalam pikiran Alya. Meski Alya berusaha menjaga jarak, percikan ketertarikan itu tak bisa dihindari. Mereka mulai berbincang lebih intens, dan Adrian pun mulai menggoda Alya dengan kalimat-kalimat samar yang menggugah rasa ingin tahunya.

Suatu malam, setelah menyelesaikan proyek besar di kantor, mereka pergi untuk merayakan kesuksesan tim. Setelah minuman demi minuman, suasana menjadi lebih santai. Saat itulah Adrian mulai menunjukkan ketertarikannya secara lebih terang-terangan. Senyuman kecil, sentuhan halus di lengan Alya, dan tatapan yang dalam seolah membisikkan hal-hal yang tak terucap.

Alya tahu dia seharusnya menahan diri, tapi ada sesuatu yang lebih kuat daripada logika yang mulai menguasai dirinya. Di sudut hati kecilnya, ia merasakan keinginan untuk membebaskan diri dari ikatan yang selama ini ia ciptakan sendiri. Adrian adalah godaan yang begitu nyata, dan malam itu, di bawah langit malam yang gelap, mereka akhirnya menyerah pada hasrat yang selama ini tertahan.

Mereka pergi ke apartemen Adrian, dan di sana, segalanya meledak seperti api yang telah lama menunggu untuk dinyalakan. Malam itu penuh dengan gairah dan ketegangan yang selama ini terkubur. Sentuhan Adrian membuat Alya merasakan hal-hal yang belum pernah dia rasakan sebelumnya—sebuah keintiman yang berbeda, lebih intens, dan penuh gairah.

Namun, setelah malam itu, rasa bersalah mulai merayapi Alya. Dia mencintai Reza, tunangannya, tetapi apa yang ia rasakan bersama Adrian adalah sesuatu yang tak bisa ia abaikan. Adrian telah membangkitkan sisi dirinya yang tak pernah dia sadari ada, dan kini dia terjebak dalam dilema yang tak mudah diselesaikan.

Alya mulai merasa terbelah di antara dua dunia—dunia janji yang ia buat dengan Reza, dan dunia hasrat yang ia rasakan bersama Adrian. Setiap kali dia bersama Reza, dia merasakan cinta yang stabil dan penuh kenyamanan. Namun, setiap kali dia bertemu Adrian, ada letupan api yang tak bisa dipadamkan.

Adrian, di sisi lain, juga mulai menunjukkan perasaannya yang lebih dalam kepada Alya. Dia tidak hanya tertarik secara fisik, tetapi juga mulai jatuh cinta pada kepribadian dan kecerdasan Alya. Namun, Adrian tahu bahwa Alya sudah bertunangan, dan meskipun mereka berdua saling tertarik, ada batas moral yang mereka ketahui tak seharusnya dilanggar.

Ketika hari pernikahan Alya dan Reza semakin dekat, tekanan di dalam diri Alya semakin besar. Dia tahu dia harus membuat keputusan: apakah dia akan melanjutkan hidup yang telah dia bangun bersama Reza, ataukah dia akan mengikuti hasrat yang baru terbangun bersama Adrian?

Dalam pertemuan terakhir mereka, Adrian memberikan pilihan kepada Alya. Dia ingin Alya jujur dengan dirinya sendiri dan membuat keputusan yang terbaik untuk kebahagiaannya. Namun, Adrian juga mengatakan bahwa dia siap untuk mundur jika Alya memilih tetap bersama Reza, meski itu akan menyakitkan bagi keduanya.

Alya pun berada di persimpangan jalan yang paling sulit dalam hidupnya. Di satu sisi, ada janji yang sudah lama ia buat dan cinta yang ia bangun bersama Reza. Di sisi lain, ada hasrat yang membuatnya merasa hidup kembali bersama Adrian. Malam sebelum pernikahannya, Alya memutuskan untuk merenung sendirian, mencoba mencari jawaban di dalam hatinya.

Pada akhirnya, Alya membuat keputusan yang paling sulit dalam hidupnya. Dia memilih untuk mengikuti hatinya, tetapi bukan tanpa konsekuensi. Keputusan itu mungkin tidak akan diterima dengan mudah oleh semua orang, tetapi Alya tahu dia harus hidup dengan kejujuran terhadap dirinya sendiri.

"Gairah Terpendam" adalah kisah tentang dilema antara cinta yang stabil dan hasrat yang menggugah. Ini adalah cerita tentang bagaimana hidup kadang-kadang menempatkan kita di persimpangan yang sulit, di mana kita harus memilih antara janji yang telah kita buat dan keinginan yang baru kita temukan.
..Tamat...

Jangan lupa share ya,..

"Si Pemilik Warung Misterius"Di sebuah desa kecil, ada sebuah warung kopi yang sangat terkenal. Warung itu selalu ramai,...
02/10/2024

"Si Pemilik Warung Misterius"

Di sebuah desa kecil, ada sebuah warung kopi yang sangat terkenal. Warung itu selalu ramai, bukan hanya karena kopi dan gorengannya yang enak, tapi karena si pemilik warung, Pak Darto, yang terkenal ramah dan bijaksana. Setiap orang yang datang selalu merasa nyaman, karena Pak Darto selalu mendengarkan masalah mereka dan memberi nasihat yang tepat.

Suatu hari, desa itu digegerkan oleh kabar bahwa Pak Darto tiba-tiba hilang tanpa jejak. Warungnya tutup, pintu digembok, dan tidak ada seorang pun yang tahu ke mana dia pergi. Orang-orang desa bingung dan khawatir. Ada yang bilang Pak Darto sakit parah, ada juga yang percaya kalau dia sedang bersembunyi dari sesuatu yang mengerikan.

Seminggu berlalu tanpa kabar. Penduduk desa semakin cemas. Lalu, suatu malam, ketika desa sudah sepi dan gelap, tiba-tiba lampu warung Pak Darto menyala. Beberapa orang yang kebetulan lewat kaget dan segera memberitahu yang lain.

Keesokan paginya, warung itu sudah buka seperti biasa. Pak Darto berdiri di depan pintu, tersenyum seperti tak pernah terjadi apa-apa. Orang-orang berbondong-bondong datang menanyakan ke mana dia selama ini.

Dengan suara tenang, Pak Darto mulai bercerita, "Saya pergi karena ada urusan penting. Saya mendapatkan pesan dari leluhur desa ini. Mereka mengatakan bahwa desa kita akan mengalami bencana besar, kecuali saya menemukan sebuah benda pusaka yang hilang di hutan belantara."

Penduduk desa terkejut mendengar cerita itu. "Apa bencana yang akan terjadi, Pak Darto?" tanya seorang warga dengan suara gemetar.

"Desa ini akan tenggelam dalam banjir besar, jika benda itu tidak ditemukan dan dipulihkan ke tempat aslinya," jawab Pak Darto dengan serius. "Saya sudah menemukan benda itu, tapi masih ada satu hal lagi yang harus dilakukan."

Orang-orang mulai panik, meminta penjelasan lebih lanjut. Namun, Pak Darto hanya tersenyum dan mengajak mereka untuk tetap tenang.

"Kita semua harus berkumpul di warung ini nanti malam, tepat saat bulan purnama. Hanya dengan begitu, kita bisa mencegah bencana ini," katanya.

Malam itu, seluruh penduduk desa berkumpul di warung Pak Darto. Mereka duduk dengan cemas, menunggu apa yang akan terjadi. Pak Darto berdiri di tengah-tengah mereka, memegang sebuah kotak kecil yang tampak kuno.

Dengan suara khusyuk, dia membuka kotak itu perlahan. Semua mata tertuju pada kotak tersebut. Di dalamnya, terlihat benda kecil berkilauan yang tampak seperti batu permata.

"Ini dia, benda yang akan menyelamatkan desa kita," kata Pak Darto.

Tiba-tiba, langit di luar menggelap, guntur mulai terdengar dari kejauhan. Orang-orang mulai ketakutan. Pak Darto mengangkat tangan dan berkata, "Sekarang, semua orang harus bersiap. Saat aku menghitung sampai tiga, kita harus berdoa bersama."

Satu. Dua. Tiga.

Semua orang menutup mata dan berdoa. Suara guntur semakin keras, dan angin mulai berhembus kencang. Di tengah suasana tegang itu, tiba-tiba...

Pak Darto tertawa terbahak-bahak.

"Tenang, tenang! Semuanya cuma bercanda!" katanya sambil menutup kotak pusaka itu. "Bencana nggak ada, batu ini cuma mainan! Maaf ya, kalian terlalu serius!"

Seluruh desa diam, tercengang, tak percaya apa yang baru saja terjadi. Mereka sudah ketakutan setengah mati, tapi ternyata semua itu hanya lelucon. Pak Darto tertawa puas, sementara orang-orang desa perlahan-lahan pulang dengan perasaan kesal.

Dan sejak saat itu, warung kopi Pak Darto tak pernah seramai dulu lagi.

Tamat.

Jangan lupa di share ya

Novel : "Malam Pertama yang Tak Terlupakan"Andi, seorang mekanik alat berat yang bekerja di tambang Timika, Papua, akhir...
30/09/2024

Novel : "Malam Pertama yang Tak Terlupakan"

Andi, seorang mekanik alat berat yang bekerja di tambang Timika, Papua, akhirnya bisa menikahi wanita yang sudah lama dicintainya, Ayu. Setelah bertahun-tahun menabung dari gaji tambang dan mengurus pernikahan, tiba juga malam yang paling dinantikan—malam pertama mereka sebagai suami istri.

Setelah resepsi yang meriah, Andi dan Ayu akhirnya tiba di kamar hotel tempat mereka menginap. Semua tamu sudah pulang, lampu kamar sudah dipadamkan, suasana sunyi, hanya mereka berdua. Andi, yang biasanya sibuk mengotak-atik mesin-mesin berat, kini duduk di tepi ranjang dengan gugup. Keringat dingin mulai mengucur di dahinya. Dalam hatinya, dia berpikir, "Aduh, beneran ini ya? Malam pertama... Harus gimana ya?"

Ayu yang mengenakan gaun tidur cantik, tersenyum manis. Ia tampak jauh lebih tenang dari Andi. Melihat Andi yang kikuk, Ayu berusaha mencairkan suasana. "Kamu kok kaku amat, Mas? Biasanya ngebetulin traktor aja santai!"

Mendengar itu, Andi sedikit tertawa gugup, tapi tetap tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. "Iya, dek... ini beda. Kalau traktor kan tinggal bongkar, pasang baut, kelar. Nah, ini..." dia berhenti, wajahnya memerah.

Ayu tertawa kecil dan mendekat. Ia mulai meraih tangan Andi dan berbisik lembut, "Mas, santai aja... kita ini kan suami istri sekarang. Semua akan baik-baik aja."

Andi tersentuh dengan kelembutan Ayu. Ia pun merasa sedikit lebih nyaman, meski tetap masih grogi. Di dalam hati, Andi berjanji akan membuat malam itu sempurna. Ia memutuskan untuk memulai malam pertama mereka dengan romantis.

Dia bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju meja kecil di sudut kamar, dan mengambil sekotak cokelat serta sebuah lilin aromaterapi yang ia siapkan khusus untuk malam itu. "Biar suasana makin romantis," pikir Andi sambil menyalakan lilin itu.

Tapi, saat ia mencoba menyalakan lilin, tiba-tiba sesuatu yang tidak terduga terjadi. Karena gugup dan kurang hati-hati, api dari korek yang ia gunakan malah menyambar ujung tirai kamar yang dekat dengan lilin! Dalam sekejap, api kecil mulai menyala di tirai!

"Waduh! Api, Dek! Api!" teriak Andi panik.

Ayu yang tadi tenang, kini ikut panik. "Mas, apa yang kamu lakukan!?"

Andi dengan refleks mengambil segelas air di meja dan menyiramkan ke tirai, berharap api padam. Tapi, yang terjadi malah air itu tumpah ke lantai, dan mereka berdua tergelincir jatuh bersama-sama, menimpa tempat tidur yang langsung ambruk karena terpeleset!

Suasana kamar yang tadinya penuh haru dan romantis, mendadak berubah menjadi kekacauan. Andi dan Ayu terkapar di lantai dengan kondisi basah kuyup, tempat tidur yang rusak, dan tirai yang nyaris terbakar. Mereka saling berpandangan dengan wajah terkejut, kemudian... tertawa terbahak-bahak.

"Mas, malam pertama macam apa ini?" kata Ayu sambil terus tertawa, matanya berkaca-kaca.

Andi, yang awalnya ingin membuat momen sempurna, hanya bisa menggaruk kepala sambil tertawa, "Ya, begini deh, Dek. Mungkin kita memang lebih cocok di tambang ketimbang di kamar hotel."

Dan begitu, malam pertama yang seharusnya penuh romantika berubah menjadi komedi yang akan selalu mereka ingat sebagai malam pertama ter-lucu yang pernah ada.
...Tamat....

Jangan lupa di share ya..

Coba bagikan cerita malam pertama kamu ya di kolom komentar 😃

Cinta Langit dan Bumi Dua Dunia yang BerbedaRaka adalah seorang pria sederhana yang tinggal di desa kecil di kaki gunung...
29/09/2024

Cinta Langit dan Bumi

Dua Dunia yang Berbeda

Raka adalah seorang pria sederhana yang tinggal di desa kecil di kaki gunung, jauh dari hiruk-pikuk kota. Sejak kecil, ia telah terbiasa dengan kehidupan pedesaan yang damai—mengurus sawah, menggembala ternak, dan menanam padi. Raka bukan orang yang ambisius, baginya kebahagiaan terletak pada kesederhanaan hidup, di antara tanaman yang tumbuh subur di bumi yang selalu ia cintai.

Di sisi lain, ada Awan, seorang wanita muda yang tinggal di kota metropolitan. Awan berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Ia menjalani kehidupan yang penuh dengan prestasi dan ambisi. Kariernya sebagai arsitek tengah menanjak pesat, dan ia dikenal karena desainnya yang megah dan inovatif. Awan selalu merasa bahwa hidupnya berada di puncak—ia melihat ke langit dan selalu ingin mencapai lebih banyak, lebih tinggi, tanpa batas.

Meski berasal dari dunia yang berbeda, takdir mempertemukan mereka dalam suatu acara pernikahan saudara sepupu Awan yang tinggal di desa Raka. Awan yang jarang mengunjungi pedesaan, merasa canggung dengan kehidupan yang begitu berbeda. Di saat yang sama, Raka juga merasa tak nyaman berada di tengah kemewahan dan glamor kota yang dibawa keluarga Awan ke desa kecilnya. Namun, saat pandangan mereka bertemu, ada sesuatu yang menarik di antara mereka—sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Setelah acara selesai, Raka membantu menyiapkan kepulangan tamu dari kota, termasuk Awan dan keluarganya. Raka dan Awan pun berbicara untuk pertama kalinya. Awan yang awalnya merasa canggung, tiba-tiba merasa nyaman berbicara dengan Raka yang sederhana dan tulus. Di tengah-tengah kesibukan kota, Awan jarang bertemu dengan orang seperti Raka, yang tidak terpesona oleh gemerlap kota dan ambisi besar. Raka juga merasakan hal yang sama—ada kedalaman di mata Awan, di balik sikapnya yang terkesan angkuh dan tak tersentuh.

Mereka berbincang lebih lama, berjalan menyusuri jalanan desa yang sepi. Meski keduanya sangat berbeda, perbincangan mereka mengalir lancar. Awan tertarik dengan ketenangan hidup di desa, dan Raka, meski tak sepenuhnya mengerti dunia Awan, merasa terinspirasi oleh tekad dan semangat hidup Awan yang membara. Setelah beberapa hari, acara selesai, dan Awan pun kembali ke kota. Namun, sebelum pergi, ia dan Raka saling bertukar nomor telepon, berjanji untuk tetap berhubungan.

Awan dan Raka terus berkomunikasi lewat telepon dan pesan singkat. Meski terpisah oleh jarak dan kehidupan yang berbeda, keduanya menemukan kedekatan emosional yang tak mereka sangka. Awan sering kali menceritakan tentang tekanan pekerjaannya, tentang proyek-proyek besar yang ia kerjakan, dan tentang impiannya untuk membangun sesuatu yang abadi di langit. Raka mendengarkan dengan seksama, kadang merasa takjub, kadang merasa tak bisa memahami semua yang Awan ceritakan, tapi ia selalu hadir untuk mendukungnya.

Di sisi lain, Awan mulai terpesona dengan kehidupan sederhana Raka. Ia sering meminta Raka untuk mengirimkan foto-foto pemandangan desa, sawah yang hijau, dan langit biru yang membentang luas. Bagi Awan, semua itu adalah sesuatu yang asing namun indah—dunia yang tak pernah ia jelajahi.

Perlahan tapi pasti, keduanya mulai saling jatuh cinta. Namun, di tengah kebahagiaan itu, perbedaan dunia mereka mulai menimbulkan tantangan. Awan memiliki jadwal yang sangat padat, sering kali ia harus terbang ke berbagai kota dan negara untuk pekerjaannya. Sementara itu, Raka tetap dengan kehidupan sederhananya di desa, tanpa ada keinginan besar untuk meninggalkan tanah yang telah menjadi bagian dari dirinya.

Perbedaan ini mulai menjadi nyata ketika Awan mengajak Raka untuk datang ke kotanya. Bagi Raka, kota itu begitu besar dan membingungkan. Ia merasa terasing di tengah gedung-gedung tinggi dan keramaian yang tak pernah berhenti. Meski Awan berusaha membuatnya nyaman, Raka tidak bisa menyembunyikan perasaan terasingnya.

Di saat yang sama, ketika Awan mengunjungi Raka di desa, ia merasa kebingungan dengan kehidupan yang begitu lambat. Awalnya, ia menikmati kedamaian dan ketenangan desa, tapi semakin lama ia merasa kehilangan ritme cepat yang selalu ia kejar di kota. Ketiadaan teknologi canggih dan keterbatasan hiburan membuatnya merasa terjebak di dunia yang terlalu sempit.

Mereka mulai meragukan apakah cinta mereka bisa bertahan di tengah perbedaan besar ini. Keluarga Awan juga mulai menekan Awan untuk berpikir realistis, memintanya untuk mencari pasangan yang lebih "sepadan" dengan kehidupannya. Di sisi lain, teman-teman Raka merasa bahwa ia harus melepaskan mimpi yang mustahil dengan Awan dan kembali fokus pada kehidupannya di desa.

Di tengah kebingungan dan tekanan itu, Raka memutuskan untuk mundur. Ia merasa bahwa ia tak bisa memberikan dunia yang diinginkan Awan—dunia yang penuh kemewahan dan ambisi besar. Ia menulis surat kepada Awan, mengatakan bahwa mungkin sudah saatnya mereka berpisah dan berjalan di jalan mereka masing-masing.

Awan sangat terpukul menerima surat itu. Ia menyadari betapa besar cinta Raka kepadanya, tapi ia juga mengerti mengapa Raka merasa tak bisa melanjutkan hubungan mereka. Dalam heningnya malam, Awan memandang ke langit yang penuh bintang dan mulai berpikir tentang apa yang benar-benar ia inginkan dalam hidup.

Setelah merenung panjang, Awan membuat keputusan besar. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu terobsesi dengan impian dan ambisi hingga melupakan hal-hal sederhana yang membuat hidup bermakna. Ia menyadari bahwa cinta dan kebersamaan dengan orang yang tulus seperti Raka jauh lebih berharga daripada ketinggian yang terus ia kejar.

Awan memutuskan untuk kembali ke desa Raka. Ia tidak meninggalkan kariernya, tetapi ia memilih untuk lebih sering bekerja dari jarak jauh dan mengambil proyek yang memungkinkannya untuk tinggal lebih lama di tempat yang tenang seperti desa. Awan sadar bahwa ia tidak perlu memilih antara langit dan bumi, karena ia bisa menemukan cara untuk menyeimbangkan keduanya.

Ketika Awan kembali ke desa, Raka terkejut melihatnya. Awan mengatakan bahwa meski ia adalah sosok yang mencintai langit, ia tidak bisa hidup tanpa pijakan di bumi—dan bumi itu adalah Raka. Mereka berdua memutuskan untuk terus bersama, meski perbedaan tetap ada di antara mereka.

Awan membawa sedikit gemerlap kota ke dalam kehidupan desa Raka, dan Raka mengajarkan Awan bagaimana menikmati keindahan sederhana yang ditawarkan alam. Mereka saling melengkapi, menjadi keseimbangan antara ambisi dan ketenangan, antara langit dan bumi.

Cinta mereka tidak sempurna, namun justru dalam ketidaksempurnaan itu, mereka menemukan keindahan yang sejati. Mereka menyadari bahwa cinta bukan tentang menemukan seseorang yang sama, melainkan tentang menerima perbedaan dan tetap memilih untuk berjalan bersama.

Dan begitulah, meski mereka berasal dari dua dunia yang berbeda, cinta mereka tetap bertahan, seolah menjadi jembatan yang menghubungkan langit dan bumi.

Tamat..

Address

Jalan Boulevard
Bogor
16820

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Novel Gen Z posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Videos

Share