10/10/2024
Gairah yang Terpendam
Malam itu hujan turun deras, membasahi kota dengan ritmenya yang tenang namun mencekam. Di dalam apartemen yang sepi, hanya terdengar suara rintikan air dan sesekali gemuruh petir yang samar di kejauhan. Alisa menatap keluar jendela, seolah menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Pikirannya melayang jauh, pada pertemuan yang tak terduga beberapa minggu yang lalu.
Alisa adalah wanita mandiri, kariernya di bidang arsitektur telah membawanya pada kehidupan yang ia impikan: mapan, nyaman, dan... kosong. Meski hidupnya terlihat sempurna dari luar, ada sesuatu yang selalu mengganjal di hatinya, seolah ada ruang yang tak terisi. Sejak perceraiannya dua tahun lalu, ia menutup pintu hatinya rapat-rapat. Tak ingin tersentuh lagi oleh cinta yang, menurutnya, hanya membawa luka. Namun, semua itu berubah ketika ia bertemu Adrian.
Adrian adalah klien baru di proyek gedung perkantoran yang sedang Alisa tangani. Pria berusia pertengahan 30-an itu memiliki aura yang memikat, tatapannya selalu terasa lebih dalam daripada sekadar perbincangan bisnis. Senyum tipis di bibirnya, cara ia menyelipkan jemari di saku jasnya, bahkan suaranya yang serak berat setiap kali mengucapkan namanya, membuat Alisa merasakan sesuatu yang sudah lama ia coba hindari—hasrat.
Pertemuan-pertemuan mereka semakin intens. Awalnya, hanya urusan pekerjaan. Mereka membahas desain, anggaran, dan tenggat waktu proyek. Namun, perlahan, batasan profesional itu mulai memudar. Percakapan mereka berubah, dari sekadar detail proyek menjadi percakapan pribadi, menguak cerita tentang kehidupan, mimpi, dan keinginan yang terdalam. Alisa tak bisa memungkiri, setiap kali ia bersama Adrian, ada getaran di dadanya yang tak bisa ia kendalikan.
Suatu malam, setelah sebuah pertemuan yang terlalu lama di kantor, Adrian mengajaknya makan malam. Awalnya, Alisa ragu. Ia tahu, menghabiskan waktu di luar pekerjaan bersama Adrian akan membuka celah yang ia tak siap hadapi. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang terus menariknya pada pria itu, sebuah rasa yang sudah lama terkubur, kini perlahan bangkit kembali.
Di restoran itu, cahaya lilin yang redup dan alunan musik jazz lembut menambah suasana intim. Percakapan mereka mengalir begitu saja, tanpa batasan, tanpa rasa canggung. Hingga akhirnya, Adrian menatap mata Alisa dengan dalam, menanyakan sesuatu yang ia tahu sudah menggantung di antara mereka selama ini. "Apa yang sebenarnya kamu rasakan?"
Alisa terdiam, jantungnya berdetak cepat. Kata-kata itu terdengar sederhana, namun menyentuh bagian terdalam dari dirinya. Di balik kerapuhan yang ia sembunyikan, di balik tembok yang ia bangun setelah perceraiannya, ada perasaan yang terpendam, keinginan yang sudah lama ia abaikan. Hasrat untuk merasakan cinta lagi. Namun kali ini, cinta itu hadir dengan ketegangan, dengan keraguan yang membara.
Adrian tidak menunggu jawaban. Ia tahu apa yang Alisa rasakan, sama seperti dirinya. Perlahan, ia menyentuh tangan Alisa di atas meja, jemarinya menyusuri punggung tangan wanita itu dengan lembut, seolah menenangkannya. Alisa merasakan kehangatan yang menyusup melalui sentuhan sederhana itu, sesuatu yang tak pernah ia duga bisa ia rasakan lagi.
Malam itu, mereka tidak langsung pulang. Hujan di luar semakin deras, menambah keintiman yang menggantung di udara. Alisa dan Adrian duduk lebih dekat, berbicara dengan suara yang lebih pelan, seolah-olah dunia di sekitar mereka telah memudar. Hingga akhirnya, Adrian mendekatkan wajahnya, dan dalam satu gerakan yang tak terelakkan, bibir mereka bertemu.
Ciuman itu tidak kasar, tapi juga tidak lembut. Ada gairah yang membara, rasa yang terpendam terlalu lama, kini akhirnya terlepas. Di balik ciuman itu, Alisa merasakan kekosongan dalam dirinya perlahan terisi. Adrian menariknya lebih dekat, seolah tak ingin melepaskan, dan Alisa membiarkan dirinya terhanyut dalam perasaan yang telah lama ia coba lupakan.
Namun, di balik hasrat yang membara, ada ketakutan. Di tengah malam itu, saat mereka berdua terjerat dalam emosi yang tak bisa mereka hindari, Alisa sadar, hubungan ini lebih dari sekadar gairah yang terpendam. Ini tentang luka lama yang belum sepenuhnya sembuh, tentang cinta yang mungkin tak pernah ia cari, namun kini hadir tanpa permisi.
Adrian menatapnya dengan tatapan yang sama seperti pertama kali mereka bertemu—dalam, penuh hasrat, namun juga mengandung sesuatu yang lebih besar. Alisa tahu, malam itu bukanlah akhir, tapi awal dari sesuatu yang baru. Sebuah perjalanan yang akan menguji dirinya, bukan hanya tentang gairah, tapi tentang cinta, kepercayaan, dan keputusan untuk membiarkan dirinya mencintai lagi.
Apakah ia siap menghadapi semuanya? Alisa belum tahu. Tapi untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ia merasa hidup kembali, terbakar oleh gairah yang selama ini terpendam.
...Bersambung...