13/09/2025
JANGAN JADI FANDOM YANG RECEH!
Emang Masalah di Luar Series Termasuk Tokusatsu Ya?
Sebelum lu mikir gue ini white knight atau apalah itu, gue cuma pengen ngajak kita semua mikir bareng. Gue juga fans, gue juga pernah kepo sama hal-hal di luar series, tapi ada batas yang harusnya kita jaga. Karena kalau fandom kebablasan, bukannya seru malah jadi tempat drama yang bikin malu sendiri.
Kita semua tahu, tokusatsu itu karya. Dari cerita, desain kostum, koreografi action, sampai pesan moralnya—semua diracik buat menghibur dan menginspirasi. Tapi realitanya, fandom nggak selalu sibuk bahas karya. Kadang, yang lebih rame justru gosip di luar layar: skandal dan rumor negatif yang bahkan belum jelas kebenarannya.
Lalu muncul pertanyaan penting: emang masalah di luar series itu otomatis bagian dari tokusatsu juga kah?
1. Fandom Harusnya Jadi Ruang Apresiasi, Bukan Arena Gosip
Tokusatsu itu hasil kerja kolektif. Ada penulis naskah, sutradara, suit actor, desainer, komposer, sampai editor yang banting tulang biar kita bisa menikmati satu episode. Sayangnya, ketika fandom lebih fokus ke gosip artis ketimbang karya, nilai apresiasinya jadi hilang.
Bayangin kayak lo ke restoran fancy, tapi bukannya nikmatin makanan, lo malah sibuk ngomongin rumor soal koki di belakang. Rasanya aneh, kan?
2. Kenapa Gosip Cepat Meledak di Fandom? (Analisa Psikologi)
Fenomena ini ada penjelasan psikologisnya:
- Drama bikin emosi cepat terpicu. Otak manusia lebih responsif sama hal yang bikin shock atau bikin panas kuping dibanding diskusi mendalam.
- Fear of Missing Out (FOMO). Fans takut ketinggalan obrolan panas, jadinya ikut nimbrung meski nggak tahu fakta.
- Ilusi kedekatan. Karena sering nonton aktor di layar, kita merasa “kenal” mereka, padahal hubungan itu sepihak.
- Algoritma medsos. Konten gosip lebih sering viral ketimbang ulasan karya, jadi makin gampang melebar.
Makanya, rumor bisa jadi bola salju yang gede banget dalam waktu singkat.
3. Kalau Rumor Ternyata Salah → Efeknya Fatal
Kalau rumor itu ternyata salah alias fitnah, dampaknya gila-gilaan:
- Reputasi aktor bisa hancur tanpa dasar.
- Fandom dicap toxic dan nggak dewasa.
- Jadi bahan gunjingan
4. Kalau Rumor Ternyata Benar → Tetap Bukan Urusan Karya
Misal nih, kalaupun skandal itu benar, apa lantas kualitas series jadi jelek? Nggak. Yang bikin bagus atau jelek tetap naskah, akting, efek, koreografi, musik—bukan kehidupan pribadi pemainnya.
Lo boleh kecewa, lo boleh mundur dari nge-fans sama si aktor, tapi jangan sampai karya ikut dihujat. Ingat, satu orang bukan representasi keseluruhan tim produksi.
5. Jangan Jadi Fandom Sinetron Receh
Jujur aja, kalau fandom tokusatsu terus-terusan kayak gini—sibuk gosip, nyebar fitnah, sampai overhate—apa bedanya kita sama kumpulan emak-emak rempong yang doyan sinetron receh dan gosipin artis problematik?
Padahal, tokusatsu udah sering dipandang sebelah mata kek udah gede kok masih s**a nonton film anak-anak sampai diremehkan oleh fandom lain. Kalau kita sendiri malah bikin fandom jadi tempat drama, ya wajar aja kalau makin diremehkan.
Harusnya justru kebalik: kita tunjukin kalau tokufans bisa lebih dewasa, lebih fokus ke karya, dan lebih solid.
6. Fandom Dewasa Itu Kayak Apa?
- Bedain karya dan personal. Kagum sama karakternya oke, tapi jangan sampe ngulik-ngulik aktornya kelewat jauh.
- Bahas yang substansial. Cerita, penokohan, desain, tema, pesan moral—itu jauh lebih menarik dan sehat buat dibahas.
- Saling edukasi, bukan saling jatuhin. Kalau ada rumor, belajar buat cross-check dan nggak gampang nyebar.
- Support karya, bukan drama. Aktor boleh silih berganti, tapi tokusatsu tetap hidup karena karyanya.
Jangan Turunin Level Fandom
Masalah pribadi aktor nggak pernah jadi bagian dari tokusatsu. Itu cuma bisingan luar yang nggak relevan sama inti dari karya.
Kalau fandom sibuk jadi tukang gosip, ya jangan heran kalau tokusatsu makin dipandang remeh. Tapi kalau fandom bisa fokus ke karya, saling support, dan jaga wibawa, kita justru nunjukin kalau tokufans beda dari fandom lainnya.
Karena pada akhirnya, tokusatsu itu tentang imajinasi, inspirasi, dan pesan moral—bukan drama dunia nyata.