01/10/2025
Siang itu, langit Mesir begitu menyengat. Angin membawa aroma darah dan debu dari istana yang megah. Dan di tengah halaman yang luas itu…
Seorang wanita, terbaring dalam siksaan. Bukan karena kesalahannya. Tapi karena keimanannya.
Namanya Asiyah binti Muzahim. Istri seorang raja. Ratu dari negeri besar. Tapi… ia juga adalah tawanan di rumahnya sendiri.
Suaminya, Fir’aun, penguasa dunia yang merasa dirinya tuhan. Ia murka ketika tahu bahwa istrinya telah memilih Tuhan yang sebenar-benarnya Tuhan, Allah.
“Siksa dia... sampai dia menyangkal Tuhannya.”
Perintah itu meluncur dingin dari mulut seorang suami…kepada istrinya sendiri.
Tak ada ampun. Tak ada belas kasihan. Tak ada sisa cinta yang dulu pernah tumbuh dihati Fir'aun untuk istri tercintanya.
Tubuh Asiyah diseret ke tanah…Tangan dan kakinya diikat pada tonggak di bawah matahari yang membakar. Jeritan kecilnya mengisi langit siang itu.
Tapi tak ada yang peduli. Tidak satu pun. Karena yang mereka hadapi adalah raja. Bukan manusia. Tapi tirani bertubuh manusia.
Tak hanya diikat. Tangannya dipaku ke kayu. Kakinya dipaku hingga berdarah. Punggungnya ditindih batu besar, agar tulangnya remuk perlahan.
Asiyah menggigil. Bukan karena dingin. Tapi karena nyeri yang menjalar sampai ke dada. Matanya berkaca. Tapi bukan air mata sakit. Itu air mata rindu… kepada Allah.
"Ya Allah..." lirihnya,
“Bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu di surga…”
Tangannya berdarah. Tulangnya remuk. Tapi hatinya kuat.
Di saat seluruh dunia membungkam, Allah yang Maha Pengasih, membalas doanya dengan cahaya dari langit.
Hijab langit disingkap. Dan di hadapannya terbentang…Sebuah rumah, Indah, Damai, dan Penuh cahaya di Surga.
Asiyah tersenyum.
📚 Qashash al-Anbiya
Lanjut di kolom komentar👉