07/04/2025
Global Capital Market Terjun Bebas
Pengumuman "tarif resiprokal" Donald Trump memicu kekacauan di pasar modal global. Indeks utama seperti S&P 500 turun 4,3% dan Nasdaq anjlok 5,1% dalam dua hari terakhir, dengan saham teknologi (Mag7 "google, apple, meta dll") menjadi penyebab utama karena ketergantungan pada rantai pasok global. Pasar awalnya bersikap "wait and see," berharap ada penyesuaian tarif (misalnya, dari 54% untuk China atau 32% untuk Indonesia) dan langkah penyelamatan dari The Fed, seperti penurunan suku bunga dari level saat ini 4,75-5%. Namun, hingga 7 April 2025, Trump dan The Fed bungkam—tidak ada pernyataan, tidak ada kejelasan. Akibatnya, pasar bereaksi dengan "dump for uncertainty," volatilitas melonjak (VIX naik ke 30), dan prediksi resesi global meningkat menjadi 60% menurut JP Morgan.
Dampak ke Indonesia dan IHSG
IHSG, yang buka besok, 8 April 2025, diperkirakan ikut terjun bebas. Data historis menunjukkan IHSG turun 6,8% saat perang dagang AS-China memanas pada 2018—kini, dengan tarif Trump dan rupiah yang sudah melemah ke Rp17.000 per USD (per 7 April), penurunan bisa mencapai 7-10%. Jika anjlok lebih dari 10%, BEI mungkin terapkan trading halt. Ekspor Indonesia ke AS ($28 miliar pada 2023) terancam oleh tarif 32%, terutama tekstil dan elektronik, sementara perlambatan ekonomi China (mitra dagang utama) menekan permintaan komoditas seperti batu bara dan nikel.
Sikap Indonesia dan Risiko
Menko Perekonomian menyatakan Indonesia akan negosiasi dengan AS tanpa membalas tarif—pilihan logis mengingat surplus perdagangan kecil ($1 miliar). Namun, tanpa tindakan cepat, ancaman "badai PHK" nyata: ekspor turun, perusahaan tekstil dan manufaktur bisa pangkas hingga 500.000 pekerja (estimasi Kadin). Semoga negosiasi berhasil, perang dagang mereda, dan ekonomi pulih—jika tidak, resesi lokal mengintai. Data BI menunjukkan pertumbuhan ekonomi Q1 2025 diproyeksi melambat ke 4,5% dari 5% tahun lalu, sinyal awal tekanan global ini.