29/07/2025
📊 Ringkasan Pendapatan APBD Kabupaten Bojonegoro
Tahun Anggaran Pendapatan (Realisasi / Target) Catatan Utama
2019 Tidak tersedia data resmi lengkap. Namun disebut APBD tertinggi sebelumnya sekitar Rp 7,1 triliun (bagi‑hasil dan transfer signifikan) . Data rinci belum ditemukan
2020 Target APBD awal sekitar Rp 4,08 triliun, setelah revisi (P‑APBD) pendapatan menjadi Rp 3,507 triliun . Penurunan ~14 % akibat pandemi dan menurunnya dana bagi hasil migas.
2021 Estimasi pendapatan (P‑APBD) sekitar Rp 5,27 triliun, realisasi akhir melebihi itu, SILPA tahun lalu Rp 2,3 triliun . Pendapatan lebih dari target awal Rp 6,2 triliun dengan sisa anggaran besar.
2022 Tidak ada angka formal lengkap; diketahui APBD induk sekitar Rp 7,03 triliun dan SILPA mencapai Rp 3,2 triliun . Total APBD plus revisi mencapai ~Rp 7 triliun.
2023 Target pendapatan Rp 5,455 triliun, realisasi mencapai Rp 6,016 triliun (110,3 %) . PAD: realisasi 92,8 %, pajak daerah 123 %, transfer pusat 114,2 %.
2024 APBD 2024 ditetapkan Rp 8,206 triliun, sementara target pendapatan awal Rp 5,435 triliun; dalam P‑APBD meningkat menjadi Rp 5,492 triliun . Serapan belanja hanya ~79,9 %, SILPA diperkirakan Rp 3 triliun .
---
🔍 Catatan dan Penjelasan Tambahan
Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) menunjukkan bahwa Bojonegoro sering kali tidak menyerap seluruh anggaran yang direncanakan, menyebabkan akumulasi besar tiap akhir tahun — misalnya Rp 2,3 triliun (2021), Rp 3,2 triliun (2022), dan hingga Rp 3,7 triliun (2024) .
Pendapatan Daerah (PAD) terutama dari pajak daerah dan DBH Migas menunjukkan tren positif dan sering melampaui target, walau serapan belanja masih di bawah ideal.
Untuk tahun 2019, angka lengkap belum terungkap secara eksplisit dalam laporan resmi yang tersedia publik. Sebagai referensi, beberapa sumber menyebut APBD tertinggi sekitar ~Rp 7,1 triliun pada periode P‑APBD sebelumnya .
---
✅ Kesimpulan
Tahun 2023 menjadi puncak pencapaian pendapatan dengan realisasi 110 % dari target.
Tahun 2024 pendapatan meningkat dari Rp 5,435 triliun menjadi Rp 5,492 triliun (P‑APBD), namun serapan belanja masih rendah.
Trend: pendapatan utama tetap berasal dari transfer pusat (DBH Migas, DAU, DAK), dengan PAD berkontribusi meningkat dari tahun ke tahun.