10/12/2025
SEJARAH PEMBENTUKAN SISTEM TINGKATAN PSHT
Menurut catatan resmi, PSHT telah menggunakan sistem tingkatan guna mengklasifikasikan kemajuan anggotanya baik dari aspek teknis silat maupun keilmuan dan pengabdian. Sebagai contoh, pada tahun 2014, ketua umum PSHT saat itu, Mas Tarmadji Budi Harsono, melalui Surat Keputusan Nomor 86/SK/PSHT.000/IV/2014 tertanggal 10 April 2014, mengatur reorganisasi pengurus pusat PSHT — menyerahkan jabatan ketua umum kepada Ricard Simorangkir, dan menunjuk Mas Tarmadji sebagai Ketua Dewan Pusat. Dalam SK tersebut juga disebut bahwa “pengurus pusat PSHT membuat sistem tingkatan yang lebih spesifik dan detail” serta “merancang sistem gelar penghargaan untuk warga PSHT”.
Selanjutnya, berbagai publikasi publik menyebutkan bahwa warga Tingkat III merupakan jenjang tertinggi warga dengan gelar-khusus yang hanya diberikan kepada yang “mempuni dalam keilmuan, loyalitas dan pengabdian yang sudah mapan”.
Dengan demikian, sistem tingkatan ini tidak hanya soal teknik beladiri, tetapi juga pengembangan karakter, budi pekerti dan kontribusi terhadap organisasi.
Rancangan Struktur tingkatan dalam PSHT
Tingkat I
Dimas Satria Anom (Sudah diterapkan)
Gelar yang diberikan kepada warga tingkat 1 yang baru disahkan
Dimas Satria Tama (sudah diterapkan)
Diberikan kepada warga tingkat 1 yang punya sdm tinggi dan pengabdian dan kesetiaan yang tinggi
Tingkat II
Kangmas Wira Anom (sudah diterapkan)
gelar untuk warga tingkat 2 yang baru disahkan
Kangmas Wira Yudha ( proses diterapkan)
gelar untuk tingkat 2 yang punya loyalitas tinggi untuk psht
Kangmas Wira Tama (proses diterapkan)
diberikan untuk warga tingkat 2 yang punya keilmuan yang dianggap mempuni
Tingkat III
Ki Hadjar Anom (proses seleksi)
hanya diberikan kepada 3 orang kepada warga tingkat 2 yang dianggap mempunya keilmuan , loyaliyas dan pengabdian yang sudah mempuni serta keluhuran budinya menjadi contoh seluruh warga PSHT.
Ki Hadjar (prose diterapkan)
hanya 1 orang dan gelar tersebut hanya dipegang oleh ketua Dewan pusat yang saat itu hanyalah Kang Mas Tarmadji saat itu
Warga Tingkat III dalam PSHT merupakan tingkatan tertinggi di dalam struktur PSHT, bukan sekadar bentuk pengakuan, tetapi juga amanah dan tugas besar dalam menjaga keilmuan, loyalitas dan pengabdian. Dengan memahami sejarah pembentukan, struktur tingkatan, persyaratan seleksi, fungsi strategis serta data tambahan yang tersedia, maka pembaca memperoleh gambaran utuh tentang apa arti posisi ini dalam organisasi. Sebagaimana SK 2014 menyebut bahwa sistem tingkatan dibuat “lebih spesifik dan detail”, maka warga Tingkat III adalah salah satu wujud nyata dari sistem tersebut.
Dengan demikian, bagi siapa pun yang ingin memahami dinamika internal PSHT, posisi ini menjadi kunci.
Dalam konteks PSHT, tingkatan bukan sekadar simbol atau status melainkan cerminan integritas teknik, pengabdian dan budi pekerti. Warga Tingkat III menempatkan dirinya sebagai elemen penting dalam kelangsungan dan kualitas organisasi. Dengan memahami makna dan prosedurnya secara lengkap seperti dijabarkan di atas, Anda mendapatkan referensi yang komprehensif dan akurat mengenai posisi ini dalam PSHT.