30/08/2025
Saat anak mengadu tentang kehidupan di pesantren, hal pertama yang perlu dilakukan orang tua adalah menjadi pendengar yang tenang dan penuh empati. Dengarkanlah tanpa terburu-buru memotong, menilai, atau mencari siapa yang salah. Anak tidak selalu membutuhkan solusi instan, terkadang ia hanya ingin suaranya didengar, hatinya dipahami. Biarkan ia mengekspresikan kegundahan dan lelahnya hingga ia merasa lega, karena pada dasarnya, keluhan itu adalah cara anak bercerita bahwa dirinya sedang berjuang.
Setelah itu, cukup beri pelukan hangat atau semyuman tulus, lalu sampaikan dengan lembut bahwa rasa tidak nyaman adalah bagian dari proses tumbuh dewasa. Bahwa ketegangan, rasa rindu, atau kecewaaan yang ia alami bukarkah kegagalan, tapi latihan hidup yang akan menguatkannya dari waktu ke waktu. Pesantren bukan hanya tempat menimba ilmu agama dan dunia, tapi juga ruang pembelajaran mental, kesabaran, kedisiplinan, dan kemandirian. Di sana, anak-anak kita sedang diasah—bukan hanya akalnya, tapi juga hatinya.
Sebagai orang tua, tugas kita bukan untuk langsung membenarkan semua keluhan atau bahkan mengajukan komplain berlebihan kepada pihak pesantren. Justru yang dibutuhkan anak adalah dukungan emosional yang membuatnya merasa kuat, bukan perlindungan berlebihan yang membuatnya rapuh. Hadirkan keyakinan dalam hatinya bahwa ia mampu melewati semua ini. Sebab dengan cara itu, anak akan belajar bahwa hidup tak selalu berjalan sesuai harapan, dan bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dengan mudah, melainkan hasil dari perjalanan yang penuh perjuangan dan kesabaran.
Dengan sikap ini, orang tua bukan hanya mendampingi anak secara fisik, tetapi juga membimbing secara batin membentuk karakter yang tangguh, hati yang lapang, dan jiwa yang siap menghadapi kenyataan hidup. Karena pada akhirnya, bukan tentang menjadikan anak merasa nyaman sepanjang waktu, tetapi menyiapkannya menjadi manusia dewasa yang kuat di medan kehidupan.