Kabar Pondok Pesantren Darul Qur'an Wadda'wah

Kabar Pondok Pesantren Darul Qur'an Wadda'wah Kabari aku

Tak semua rindu datang dengan pelukan.Tak semua cinta hadir lewat kata-kata.Bagi sang ayah, rindu justru sering disimpan...
09/08/2025

Tak semua rindu datang dengan pelukan.
Tak semua cinta hadir lewat kata-kata.

Bagi sang ayah, rindu justru sering disimpan rapat,
tersembunyi di balik kening yang berkerut,
dan punggung yang lelah sepulang kerja.

Anaknya kini mondok di pesantren.
Hari-harinya penuh jadwal mengaji, menghafal, belajar, ibadah.
Di balik pagar pondok, ia tak tahu,
bahwa di rumah, ada seorang ayah yang setiap hari memikirkan kabarnya.

Setiap malam, sebelum tidur,
ayah menyempatkan berdoa pelan,
meminta Allah menjaga anaknya,
memberikan kemudahan dalam menuntut ilmu,
dan menguatkan hatinya untuk bertahan jauh dari rumah.

Ia tidak banyak bertanya lewat telepon,
bahkan kadang tak ikut saat ibunya menelpon,
bukan karena tak peduli,
tapi karena ia takut suaranya bergetar menahan rindu.

Saat hari kunjungan tiba,
ayah biasanya hanya terlihat sebentar
mengangkat kardus berisi titipan ibu,
membawa beras, buah, dan baju bersih.
Lalu berdiri agak jauh,
membiarkan ibu yang memeluk anaknya lebih dulu.

Anaknya mungkin tidak sadar,
bahwa di balik senyum tegar itu,
ada doa yang tak pernah ia dengar,
dan rindu yang tak pernah ia lihat.

Itulah rindu sang ayah
rindu yang tidak menuntut,
tidak mengganggu,
tapi selalu ada,
menjaga dari kejauhan.

Sejak malam,sang ibu telah sibuk menyiapkan segalanya.Dibungkusnya rindu dalam tumpukan pakaian bersih,dimasukkannya doa...
04/08/2025

Sejak malam,
sang ibu telah sibuk menyiapkan segalanya.
Dibungkusnya rindu dalam tumpukan pakaian bersih,
dimasukkannya doa dalam setiap makanan yang dimasak,
semua untuk pertemuan yang hanya sekejap
namun begitu berarti.

Hari itu bukan hari biasa…
Ia adalah hari yang telah ditunggu berbulan lamanya.
Hari yang sejak lama tertulis dalam hati,
dalam bisikan rindu, dan dalam sujud panjang orangtua di sepertiga malam.

Hari di mana langkah kaki para orangtua dipercepat oleh rindu,
dan senyum santri tak bisa disembunyikan meski ingin tetap tenang.

Mereka bertemu…
Tak banyak kata yang keluar,
karena pelukan lebih mampu berbicara.
Tangis pecah… bukan karena sedih,
tapi karena bahagia akhirnya menemukan tempat untuk pulang – meski hanya sementara.

Orangtua menatap anaknya…
“Anakku, kau tumbuh begitu cepat.
Tak hanya tubuhmu, tapi hatimu pun semakin kuat.”

Santri memeluk ayah ibunya…
“Abi, Ummi… aku rindu.
Rindu senyum kalian, rindu masakan rumah, rindu nasihat sebelum tidur.”

Di sudut pelataran,
ada anak yang menangis diam-diam.
Ia tak dijemput hari itu…
Tapi senyumnya tetap terjaga,
karena ia tahu, rindu orangtuanya tak kalah besar.
Doa mereka pasti sampai.

Hari kunjungan bukan sekadar temu,
ia adalah hari di mana hati yang lelah kembali utuh,
jiwa yang merindu kembali hangat,
dan semangat yang nyaris redup kembali menyala.

Dan ketika waktu berpisah tiba…
Pelukan terakhir pun terasa lebih erat.
Tatapan penuh harap dan doa terpanjat lirih,
“Semoga Allah menjaga engkau di pondok ini,
dan semoga rindu ini menjelma jadi pahala.”

Kunjungan memang singkat...
Namun cukup untuk menguatkan kembali langkah seorang penuntut ilmu,
yang tengah menapaki jalan panjang penuh ujian dan harapan.
Juga menenangkan hati sepasang orangtua,
yang dengan ikhlas merelakan rindu dan tenaga,

demi satu tujuan mulia:
Melihat anaknya tumbuh menjadi insan yang berilmu, berakhlak, dan membawa cahaya kebaikan bagi umat.

Untukmu yang Sedang Gelisah Saat Anak Mengadu dari Pesantren“Bu, aku capek di pesantren…”"Bu, aku tidak betah di pesantr...
01/08/2025

Untukmu yang Sedang Gelisah Saat Anak Mengadu dari Pesantren

“Bu, aku capek di pesantren…”
"Bu, aku tidak betah di pesantren..."

Kalimat itu terdengar biasa, tapi bagi seorang ibu… cukup untuk membuat dada sesak, hati bergetar, dan air mata menetes diam-diam di balik pintu kamar.

Gelisah itu manusiawi.
Khawatir itu wajar.
Tapi jangan buru-buru menyimpulkan bahwa anakmu gagal, atau bahwa tempat itu salah.

Terkadang, anak hanya ingin didengar.
Bukan diselamatkan.
Ia sedang belajar menghadapi kenyataan, bukan mencari jalan untuk lari darinya.

Cobalah dengarkan tanpa menyela.
Dengarkan bukan untuk menghakimi, bukan untuk buru-buru memberi solusi…
Tapi dengarkan untuk menemani hatinya yang sedang berjuang.

Karena bisa jadi, kalimat “aku capek, aku tidak betah”
adalah bentuk lain dari:

“Aku sedang menyesuaikan diri, Bu.”
“Aku sedang berusaha kuat.”
“Aku hanya ingin Ibu tahu… aku butuh dipeluk lewat do’a.”

Pesantren memang bukan tempat yang sempurna.
Tapi justru karena itulah anakmu belajar:

Belajar kecewa tanpa harus menyerah.
Belajar tangguh tanpa harus bercerita setiap waktu.
Belajar mandiri tanpa terus dituntun tangan.

Dan kita sebagai orang tua,
tidak harus selalu turun tangan.
Cukup jadi tempat pulang yang tidak menuntut,
dan jadi tempat doa yang tak pernah putus.

“Nak, Ummi percaya kamu kuat.
Allah bersamamu.
Dan Ummi… selalu mendoakanmu dari jauh.”

Kelak, anak itu akan tumbuh dewasa.
Bukan karena hidupnya mudah,
tapi karena ia ditempa oleh kesulitan,
dan dikuatkan oleh kepercayaan dari orang tuanya.

Untukmu, yang sedang gelisah...
Tenanglah.
Anakmu tidak sedang sendiri.
Ia sedang dilatih oleh Allah,
untuk jadi pribadi luar biasa.

SANG PENJAGA CAHAYACerita seorang anak dari Genteng, Banyuwangi.Hujan turun pelan di sore itu, membasahi tanah halaman k...
31/07/2025

SANG PENJAGA CAHAYA
Cerita seorang anak dari Genteng, Banyuwangi.

Hujan turun pelan di sore itu, membasahi tanah halaman kecil di depan rumah. Seorang anak laki-laki berdiri di ambang pintu, tasnya sudah dipanggul, dan mushaf di dadanya dipeluk erat. Namanya Rafif, 12 tahun. Hari itu, ia pamit kepada ibu dan ayahnya untuk berangkat mondok.

Tak banyak yang diucapkan. Hanya pelukan yang lebih lama dari biasanya… dan suara ibu yang bergetar:

“Jaga diri, Nak… dan jaga Qur’an-mu. Itu cahaya hidupmu nanti.”

Langkah Rafif kecil, pelan. Tapi berat. Karena sejak hari itu, ia tahu hidupnya tak akan sama lagi.

Hari-hari pertama di pondok adalah dunia baru.

Jam 4 pagi sudah dibangunkan. Suara alarm, langkah kaki, sendal beradu. Rafif mengantuk, bingung, kadang tersesat mencari kamar mandi. Saat subuh tiba, ia duduk mengantuk di barisan belakang. Tapi itu baru permulaan.

Setiap pagi setelah shalat, ia harus menyetor hafalan. Tangan Rafif gemetar memegang mushaf. Huruf-huruf yang tadi malam ia hafal, pagi ini seakan lenyap. Guru tahfidz menatap tenang, menunggu, dan Rafif hanya bisa terdiam.

Hari itu, ia kembali ke kamar dalam diam. Malu. Gagal. Hampir menangis. Tapi tidak satu pun teman tahu, bahwa malamnya, Rafif duduk lama di pojok masjid… membuka mushaf yang mulai basah oleh air matanya.

Waktu berlalu, pelan. Teman-temannya mulai menyelesaikan juz demi juz. Tapi Rafif masih tertahan di surat yang sama.

Ia pernah hampir menyerah.

Tapi suatu malam, saat lampu-lampu asrama mulai padam, Rafif melihat seorang santri senior duduk sendirian di serambi masjid. Tangan kanannya memegang mushaf, dan mulutnya mengulang ayat-ayat dengan suara pelan, penuh cinta, seperti sedang berbicara dengan Tuhan.

Saat selesai, Rafif memberanikan diri bertanya, “Kenapa kakak murojaah sendirian tiap malam?”

Santri itu tersenyum, lalu menjawab:

“Karena kalau kita nggak jaga Al-Qur’an, maka cahaya itu akan padam…
Dan hidup kita ikut gelap.”

Sejak malam itu, Rafif berubah.

Ia bangun lebih awal. Ia mengulang hafalan di sela waktu makan. Ia duduk di pojok masjid sambil membisikkan ayat-ayat kecil berulang kali. Ia tidak lagi memikirkan siapa yang sudah khatam duluan. Karena ia tahu, ini

Untuk Para Orang Tua yang Menitipkan Buah Hatinya di Pondok PesantrenWahai Ayah, wahai Bunda…Kami tahu, tak mudah menaha...
10/07/2025

Untuk Para Orang Tua yang Menitipkan Buah Hatinya di Pondok Pesantren

Wahai Ayah, wahai Bunda…

Kami tahu, tak mudah menahan rindu.
Tak mudah melepas anak yang selama ini tidur di pelukan,
Kini hanya bisa didoakan dari kejauhan.

Bukan tidak cinta...
Tapi karena terlalu cinta, maka engkau izinkan ia pergi,
Bukan karena tak sayang...
Tapi karena menyayangi dengan cara yang lebih dalam dan berani.

Kami tahu...
Ada malam-malam yang sunyi,
Di mana mata sulit terpejam,
Karena terbayang wajah kecil yang biasanya duduk di sampingmu saat makan,
Kini hanya hadir dalam doa dan ingatan.

Kami tahu...
Setiap suara adzan di kejauhan mengingatkanmu pada suara lantunan hafalan yang dulu sering ia baca,
Dan setiap lipatan sajadah menyisakan tempat kosong yang biasa ia tempati.

Namun wahai Ayah, wahai Bunda…

Ketahuilah…
Anak yang kini jauh dari pandangan,
Sedang dekat dengan penjagaan Allah.

Ia sedang belajar bersujud tanpa disuruh,
Menjaga adab tanpa selalu diawasi,
Menghafal firman-Nya dengan air mata,
Dan mengenal Rasulullah melalui kisah-kisah cinta para ulama.

Ia tidak sedang dibuang jauh,
Tapi sedang dipersiapkan untuk menjadi cahaya keluarga,
Pemimpin bagi umat,
Penyejuk mata di dunia dan akhirat.

Tangisan yang engkau tahan,
Rindu yang engkau telan,
Akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa engkau adalah orang tua yang kuat,
Yang lebih mementingkan masa depan anaknya daripada kenyamanan hatinya sendiri.

Engkau bukan orang tua biasa,
Engkau adalah pejuang cinta yang tulus,
Yang merelakan peluk untuk mendekatkan anak kepada Rabb-nya.

Maka teruslah berdoa…
Walau hanya bisa mendengar kabar lewat pesan singkat,
Walau hanya bisa menatap wajahnya lewat foto usang,
Percayalah, setiap sujud anakmu adalah hadiah untukmu,
Setiap hafalan yang ia jaga adalah bekal untukmu di akhirat.

Dan kelak…
Di hari tua yang mulai melemahkan tubuhmu,
Engkau akan melihat anak itu berdiri gagah,
Dengan akhlak mulia dan ilmu agama yang menyejukkan jiwa,
Lalu kau akan berbisik dalam hati:

"Rinduku hari ini telah terbayar lunas dengan banggaku hari esok."

Address

Jln, Kecubung Desa Pengulon Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng
Buleleng
81155

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Kabar Pondok Pesantren Darul Qur'an Wadda'wah posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Kabar Pondok Pesantren Darul Qur'an Wadda'wah:

Share

Category