Soni28 🔰jangan lupa ikuti ✅
⬇️
Ardiansyah Sonii

Masih semangat kah
23/11/2025

Masih semangat kah

Apakah masih semangat CEES
22/11/2025

Apakah masih semangat CEES

Aku lelah berpura-pura miskin hanya dicaci maki oleh mertuaku. Aku ingin kembali pada kehidupan asliku yang mewah dan me...
21/11/2025

Aku lelah berpura-pura miskin hanya dicaci maki oleh mertuaku. Aku ingin kembali pada kehidupan asliku yang mewah dan memberikan pembalasan setimpal pada mertua kurang ajar itu!

***

Part 5

"Alya pasti sangat s**a ini."

Wajah Rizky berseri menenteng beberapa paperbag berisi oleh-oleh dari luar kota yang khusus dia beli untuk istrinya. Seminggu lebih dia sibuk mengurus pekerjaan, jadi memang sudah seharusnya sebagai suami ingat kepada istri. Hanya itu bentuk yang bisa dia tunjukan. Biasanya Alya akan menyambutnya p**ang dengan ceria, memberikan kecupan dan pelukan penuh rindu.

"Sayang, aku p**ang!"

Namun, tidak dengan kep**angannya kali ini. Rizky beberapa kali mengulang panggilan, tapi tidak ada sahutan ceria seperti biasa.

"Apa dia tidur siang, ya?"

Seingatnya, Alya jarang tidur siang. Tapi mungkin memang begitu atau sedang di kamar mandi. Rizky hendak naik ke lantai atas tempat kamarnya berada, tetapi saat sudah menaiki tangga dia mendengar suara Maminya.

"Bagus, ya! Mami suruh kamu p**ang dari kapan hari, kamu baru muncul sekarang?"

Langkah pria itu terhenti, menoleh pada Ratna yang nampak tidak antusias putranya p**ang.

"Alya mana, Mi? Dia di kamar, ya?"

"Tiga hari Mami nunggu kamu p**ang, tapi sekarang kamu masih berani nanyain istrimu itu?" Ratna berdecih sambil membuang muka. Hal itu membuat Rizky mengernyit tidak mengerti.

"Percuma kamu cari dia, orangnya udah gak ada! Dia udah pergi! Bukannya Mami udah kasih tau kamu, kan? Harusnya kamu gak kaget dan udah tau semuanya. Kenapa sekarang kamu masih aja cari dia di rumah ini?"

Rizky terdiam tidak mengerti, tapi otaknya mulai mengingat pesan-pesan dan rentetan panggilan yang tidak dia terima dari Ratna belakangan ini. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaan, jadi gak terlalu bisa merespon hal lain.

"Alya pergi ke mana, Mi?"

Melihatnya seperti heran dan bingung, Ratna ingin sekali menggetok kepala putranya. Dengan setengah kesal, Ratna mengembuskan napas kasar. "Dia pergi ke keluarganya dan gak akan kembali lagi ke sini."

"Keluarga?"

Tidak merespon apa pun lagi, tapi langkah Rizky setengah lari di antara undakan tangga. Dia terus memanggil nama istrinya, mendadak panik sampai membuka pintu kamar seperti gebrakan. Paperbag yang dibawanya dilempar begitu saja, dia mencari ke setiap sudut kamar dan tidak menemukan kehadiran Alya di sana.

"Alya? Sayang?"

Nihil. Kamar itu terasa dingin dan sunyi. Lantas langkahnya kembali berlari turun ke lantai bawah, menemukan ibunya sedang menikmati secangkir teh di ruang tengah.

"Dia pergi ke mana, Mi? Keluarganya di mana? Alya gak punya keluarga. Dia pergi ke mana?"

"Mami udah bilang sama kamu semuanya, Rizky! Kenapa kamu lupa? Kamu gak dengerin Mami ngomong di telepon? Gak baca pesan yang Mami kirim? Dia selama ini bohongin kita! Si Alya itu sebenarnya orang berada. Dia malah pura-pura miskin dan yatim piatu."

Rizky butuh waktu untuk mencernanya, kemudian tergesa membuka setiap rentetan pesan dari ibunya. Hati mendadak berdebar kencang tidak nyaman, campur aduk menjadi satu. Beberapa hari ini dia jarang memerhatikan pesan dari keluarga. Rizky juga tidak menyangka kalau ....

"Alya itu bohong, Rizky! Dia itu bukan orang biasa. Jelas-jelas Mami lihat sendiri dia dijemput sama beberapa pengawalnya. Kamu udah ditipu sama Alya selama ini. Kita ditipu sama dia!"

"Jadi ...." Pandangan Rizky nanar pada Ratna. "Yang Mami bilang itu bukan becanda?" Itu serius? Alya ... dia ...."

"Kamu gak percaya sama Mami?" Sangking kesalnya, Ratna sampai menyimpan kembali cangkir teh ke atas meja. Minatnya menurun diganti rasa kesal.

"Mami udah bilang sama kamu, dia udah minta cerai dan keluar dari rumah ini. Kamu ditelepon aja susah dan gak mau dengerin Mami."

Tidak. Rizky kira itu gak benar dan hanya gurauan karena dia selalu percaya dengan istrinya. Sejak awal kenal Alya hanya gadis lugu, tidak punya apa-apa dan sebatang kara. Ketika Ratna bilang dia sebenarnya anak seorang pengusaha besar, mana mungkin Rizky percaya? Makanya dia abaikan pesan itu, mengira ibunya mengigau.

"Alya bilang dia akan pergi ke mana, Mi? Rumah keluarganya di mana?"

"Mana Mami tahu! Mami gak mau ngurusin menantu kurang ajar itu lagi. Penipu! Sebaiknya kamu jangan cari dia. Penipu begitu gak pantas kamu kejar. Biarin aja dia pergi."

Tapi Alya istrinya. Rizky tetap bergegas mencari informasi mengenai Alya, bermodalkan dari ocehan Ratna yang menggebu-gebu.

Dia harus mencari Alya meminta penjelasan, kemudian mengotek info tentang Hadipto Purnama demi kebenarannya.

*

"Om Sandro ke mana?"

Felix menyimpan segelas jus stroberi kes**aan Alya di atas meja kecil depan Nona Mudanya. "Beliau sedang menjalankan misi, Nona. Mulai sekarang beliau akan sibuk bolak balik ke perusahaan suami Anda."

"Untuk apa?" Alya menyesap jusnya pelan-pelan, menikmati pijatan seorang asisten perempuan yang sengaja dipanggil untuk memanjakannya. Di tangan terdapat sebuah buku yang sudah dibaca beberapa menit yang lalu. Hidupnya sungguh nikmat di rumah itu, berbeda jauh daripada tinggal dengan mertua zalim.

"Kita harus mengeruk informasi sebanyak mungkin dan menjalin banyak relasi antar perusahaan, Nona. Bukankah kita ingin menguasai mayoritas saham perusahaan suami Anda? Jadi Om Sandro ke sana memang untuk itu."

Kepala Alya mengangguk pelan sambil menikmati manisnya stroberi segar yang dihancurkan itu. Setelah meneguknya setengah, gelas disimpan kembali ke atas meja. Pandangannya lurus pada Felix yang berdiri di depannya.

"Berapa lama lagi kita bisa menguasai sahamnya?"

"Masih butuh waktu, Nona. Kita gak bisa langsung beli semuanya. Ada limit setiap harinya, jadi harus lebih bersabar lagi."

Tiba-tiba perempuan itu terdiam. Dia ingin menghancurkan mereka secepat mungkin, gak sabar menunggu terlalu lama untuk balas dendam. Sekarang, apa yang harus dia lakukan supaya pembalasan dendamnya lebih seru?

Beberapa detik kemudian senyuman Alya muncul. Dia meminta Felix mendekat, kemudian sedikit membungkuk supaya kepala mereka bisa sejajar.

"Aku punya ide bagus untuk menghancurkannya dalam waktu cepat."

Senyuman licik itu muncul bersamaan dengan ide gila yang terbersit.

Untuk Rizky dan Ratna, bersiaplah! Karena ini adalah permulaan bagi mereka yang sudah berbuat tidak adil terhadapnya. Mereka harus membayar lunas. Tanpa ampun.

"Apa rencana Anda, Nona?"

✨✨✨

Hmmm ... Kira-kira apa rencana Alya selanjutnya? Adakah saran lain untuk balas dendam? Kalian maunya diapain orang-orang yang menyakiti Alya? Kalau ada, drop komen di bawah yaa🤗

Lanjut lagi di KBM App

Judul: Menantu Yang Terzalimi
Penulis: zhao Sinha

siapa lagi ni yang mau di ciduk promosi akun pemulayang pemula aja ya
20/11/2025

siapa lagi ni yang mau di ciduk promosi akun pemula
yang pemula aja ya

Aku lelah berpura-pura miskin hanya dicaci maki oleh mertuaku. Aku ingin kembali pada kehidupan asliku yang mewah dan me...
20/11/2025

Aku lelah berpura-pura miskin hanya dicaci maki oleh mertuaku. Aku ingin kembali pada kehidupan asliku yang mewah dan memberikan pembalasan setimpal pada mertua kurang ajar itu!

***

Part 4

"Tapi bagaimana kalau dia datang ke sini?"

Bukan tidak mungkin, tapi Rizky pasti mencari istrinya. Alya pergi tiba-tiba dan ingin bercerai padahal pernikahan mereka terbilang baik-baik saja (kelihatannya).

"Kamu habisi saja, Felix! Aku udah gak peduli dengannya lagi. Saat aku disiksa Mami, dia juga gak pernah peduli sama aku, kan? Ngapain aku peduli sama dia lagi?"

Felix mengangguk. "Tentu, Nona. Semua sudah siap. Akun bank Anda, aset properti, dan saham perusahaan. Semuanya sudah diatur. Saya dan Om Sandro akan menjalankannya sesuai rencana."

Alya berjalan masuk ke dalam mansion, melepas gaun rumahan, menggantinya mengenakan gaun sutra berwarna hitam.

Tiba-tiba saja matanya memanas memandangi sekeliling ruangan. Tidak ada yang berubah secuil pun, walaupun nampak bersih dan terawat. Penataan dan bentuk setiap barang di kamarnya masih sama, meski sudah bertahun-tahun dia tidak p**ang. Alya pikir ayahnya sudah terlalu murka dan membuang semua barangnya dari rumah itu. Ternyata Hadipto masih punya belas kasih.

5 tahun Alya kabur dan menghilang dari rumah, dia jadi penasaran apakah selama ini ayahnya masih mencari info tentangnya? Apakah Hadipto juga tahu kalau dia diperlakukan buruk oleh mertuanya?

"Gimana kalau nanti Papa marah besar lihat aku ada di rumah, ya?"

Hubungan mereka sangat buruk di masa lalu. Namun, Alya tidak tahu harus melarikan diri ke mana lagi supaya bisa keluar dari rumah Rizky. Sementara waktu, dia hanya bisa bersembunyi di sana. Setidaknya sampai Hadipto p**ang dari Dubai, Alya akan mencari kontrakan untuk tinggal.

"Setidaknya hari ini aku bisa tidur nyenyak dulu tanpa titah-titah menyebalkan nenek lampir itu!"

Alya tertawa, merebahkan diri di kasur lamanya. Dia jadi geli sendiri mengingat raut kaget Ratna. Mertua durjana itu seperti sedang ditimpa mimpi buruk, matanya seolah keluar dari kerangka saat melihat kertas identitas asli menantunya.

Saat malam tiba, Alya turun dari lantai atas. Perutnya terasa keroncongan. Mengingat di rumah suaminya dia jarang makan kalau Rizky sedang tidak di rumah.

Bukan karena gak ada makanan. Rizky itu orang berada, makanan berlimpah. Namun, karena si nenek lampir itu selalu mengawasi, Alya jadi terbatas gak bisa makan ini-itu sesuai yang dia mau. Semua hal dilarang, makanya malam kemarin Alya sampai dilempari nasi goreng bekas.

Ratna bilang nasi itu harus dia habiskan kalau mau makan malam, tapi Alya menolaknya. Dia juga nyonya di rumah itu, masa harus makan nasi bekas? Yang benar saja!

"Nona sudah bangun ternyata. Saya menunggu Anda dari tadi. Bi Inah bilang Nona tidur nyenyak, jadi saya gak berani naik."

Langkah Alya terhenti mendengar suara itu. Matanya berkaca-kaca melihat seorang pria hampir seumuran dengan Papanya ada di sana. Tanpa berpikir panjang, Alya segera menghampirinya dan memeluk pria itu penuh kerinduan.

"Om Sandro ...." Tangis Alya pecah di pelukan pria itu. Dia terus terisak, terbayang semua hal yang dia laluin di luar sana. "Aku kangen banget sama Om Sandro."

Pria itu tersenyum hangat, membalas pelukan dengan penuh kasih. Tangannya memberikan tepukan ringan di punggung putri yang sejak kecil selalu diasuh olehnya.

"Nona sekarang udah besar. Udah dewasa. Terlihat lebih dewasa dari terakhir kali kita bertatap muka langsung."

"Aku hancur, Om. Aku beneran hancur di rumah itu. Aku salah langkah." Alya masih terisak saat pelukan terurai.

"Nona gak salah langkah, cuma mendapat beberapa pengalaman aja di luar. Nona hanya sedang belajar." Tangan yang tidak muda lagi itu mengusap puncak kepala Alya dengan lembut. Senyumannya masih sama seperti dulu, bahkan selalu lebih teduh dari milik papanya.

"Setahun aku menikah sama dia, selama itu hidupku makin gak baik-baik aja, Om. Aku dapat mertua yang salah. Suamiku juga ... dia ...."

Sandro kembali memberikan senyuman penenang. Kepalanya mengangguk paham karena sudah mencari tahu lebih banyak sebelumnya. Dia tidak pernah benar-benar membiarkan Alya sendirian, tapi diam-diam mengawasi dari kejauhan. Dia menuntun Alya ke sebuah ruangan, sebelumnya meminta ART untuk membuatkan minum.

"Saya senang Nona masih ingat nomor saya, jadi kami bisa bertindak lebih cepat."

"Aku selalu menyimpan nomor Om. Seperti yang Om bilang, kalau aku udah berubah pikiran aku bisa hubungi Om, kan? Aku gak berharap banyak, aku beneran udah gak kuat di rumah itu, Om. Setiap hari yang aku laluin benar-benar seperti di neraka. Mertuaku selalu bertindak kejam."

Sandro tidak menimpali lagi. Alya mengedarkan pandangan pada ruangan khusus yang Sandro siapkan di rumah itu.

Di depannya, layar monitor raksasa menunjukkan fluktuasi pasar saham.

"Nona, semua sudah diatur. Tim kita sudah mulai membeli saham perusahaan keluarga Rizky secara diam-diam. Dalam dua bulanan ini, kita akan menguasai mayoritas sahamnya. Nona ingin menghancurkannya secara cepat, kan? Untuk sementara ini, hanya itu cara paling cepat untuk membuatnya collapse."

Alya tersenyum tipis menggantikan tangis haru tadi. Dia mengangguk dengan mantap. "Benar. Aku mau dia hancur, sama seperti hancurnya hatiku, Om. Aku ingin melihat wajah mereka saat mereka melihat betapa miskinnya mereka tanpaku. Dan untuk Rizky ... biarkan dia datang padaku, bukan sebaliknya. Aku ingin dia merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang tidak berdaya. Aku mau dia ada di rumah tiap hari, bukan sibuk kerja terus. Jadikan dia pengangguran."

Sandro memahami nada bicara Alya yang menggebu. Dia akan melaksanakannya sesuai perintah.

Sedangkan di rumah mertuanya tidak baik-baik saja sekarang. Ratna sampai menghirup minyak angin berkali-kali, terus menelepon putranya yang tak kunjung p**ang. Kepala terasa berdenyut semakin parah setiap menitnya, tidak bisa tidur sama sekali memikirkan menantu yang pergi secara mengejutkan.

"Lebih kencang lagi mijatnya!" titah Ratna pada Surti yang sudah dua jam memberikan pijatan di kepala. "Yang bener mijatnya! Kepalaku masih sakit!"

"Saya udah mengeluarkan semua tenaga, Nya. Nyonya juga udah minum obat, kan? Kenapa sakit kepalanya gak berkurang juga?"

Ratna menggeram, kemudian menghirup kembali minyak angin berharap bisa menenangkan diri yang membara. Salah anaknya juga, kenapa gak p**ang-p**ang! Dia mau mengadukan semuanya.

"Semua gara-gara si Alya sialan itu!" geramnya, mengepalkan tangan sekuat tenaga seolah meninju menantunya. Sedetik kemudian dia meringis lagi, denyut di kepalanya semakin parah sampai rasanya mau pecah!

"Dasar menantu kurang ajar! Lihat saja nanti, aku akan buat perhitungan lagi dengannya. Jangan harap dia bisa tenang setelah tidak tinggal di sini lagi."

Lanjut di KBM App

Judul: Menantu Yang Terzalimi
penulis: Zhao Sinha

Aku memergoki suami gonta-ganti selingkuhan. Setelah kuselidiki, aku terkejut dengan alasannya melakukan semua itu. Tern...
19/11/2025

Aku memergoki suami gonta-ganti selingkuhan. Setelah kuselidiki, aku terkejut dengan alasannya melakukan semua itu. Ternyata selama ini dia .....

***

Bab 5

Melihat noda merah di leher mas Raja, aku hanya tersenyum kecut. Ternyata dia bukan mendatangi rapat biasa. Nampaknya, ada tamu lain yang ditemui.

"Tadi Mas ketemu siapa? Tumben rapatnya gak terlalu lama."

"Mr. Jason, Di," jawabnya lemah, berbalik memeluk pinggangku. "Kan Mas udah bilang tadi."

Pijatan terus aku lakukan. Dia pasti tidak sadar ada noda merah ini di lehernya. Aku pun memutuskan untuk diam, seolah tidak melihat apa pun. Toleransinya terhadap alkohol lumayan tinggi, cukup sulit untuk mengorek informasi. Suamiku selalu saja bisa mengendalikan dirinya, padahal jelas sekali dia memang sedang berbohong.

"Kepalaku sakit banget, Di. Berat ...."

"Mas tadi minum berapa banyak, sih?"

Dia tidak menjawab. Aku pun tidak bertanya lebih lanjut. Mungkin Mas Raja sudah mulai ngantuk, karena setelahnya hanya ada keheningan di kamar kami. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri, menahan tangan supaya tetap fokus memijat kepalanya, bukan beralih untuk mencekik lehernya.

Jika aku sudah hilang kesadaran, rasanya ingin sekali mencekik leher Mas Raja yang baru saja dicumbu wanita lain!

Untuk saat ini, aku biarkan dia tertidur di atas pangkuanku sampai paha terasa pegal. Tidurnya begitu p**as hingga tidak mendengar ponselnya berdering di dalam saku.

Mataku tertuju pada saku celana dengan tajam. Ide licik mulai bermunculan dalam benak, tapi aku masih saja merasa ragu. Selama ini dia tidak pernah sekalipun membiarkan ponsel begitu saja, karena pasti takut aku membukanya. Berbeda dengan kali ini. Aku melihat ada kesempatan bagus supaya aku bisa tahu apa saja yang ada di benda tersebut.

"Mas," panggilku lirih, menyentuh pipinya.

Aku bernapas lega karena suamiku benar-benar sudah tidur nyenyak, tidak bisa diganggu lagi. Memudahkanku untuk mulai menyentuh saku celananya pelan-pelan. Jantung ini mulai berdebar, takut dia terbangun dan marah.

Dan aku berhasil mengambilnya saat dering panggilan itu baru saja berhenti. Aku terdiam sesaat, ketika Mas Raja bergerak membenarkan posisinya supaya lebih nyaman.

"Mas, pindah yang bener tidurnya. Aku pegal. Mas tidurnya di bantal, ya?" Mendengarnya bergumam sebagai jawaban, aku ikut membenahi posisinya juga, kemudian menyelimuti tubuh itu dengan baik sampai ke dada. Mas Raja kembali memejamkan mata dengan tenang, sedangkan aku turun dari ranjang perlahan-lahan.

Ponselnya sudah berada dalam genggaman, aku bawa masuk ke kamar mandi. Kesempatan langka ini harus digunakan dengan baik, sebelum dia menyadari ponselnya tidak ada.

Aku terlonjak kaget saat ponsel ditanganku kembali berdering. Ada nama "kurir" tertera di sana, membuatku mengerutkan kening lebih dalam lagi. Aku mematikan nada panggilannya, takut Mas Raja dengar.

Nama nomor kontak yang tidak biasa. Untuk apa dia menyimpan nomor seorang kurir? Dan kurir ini menghubunginya malam-malam seperti ini. Cukup mencurigakan.

"Ini pasti bukan panggilan biasa," gumamku, terus menerka-nerka.

Bimbang kembali terasa, apakah aku harus menerima panggilan atau tidak?

Terlalu lama berpikir sampai panggilan itu berhenti sendiri. Tertera ada tiga panggilan tak terjawab di layarnya. Aku berdecak kesal, tidak bisa membuka ponsel Mas Raja. Dia mengatur kunci yang tidak aku ketahui. Mas Raja begitu rapih menyimpan segala kebus**an dan selalu waspada setiap saat.

Jika sudah seperti ini, apa yang bisa kulakukan? Hanya bisa mengintip notifikasi di layar kunci yang sedikit. Dan hal itu semakin membuatku penasaran dengan isi di dalamnya. Tidak lama setelah panggilan berhenti, muncul notifikasi pesan yang isinya hanya bisa dilihat sebagian olehku. Pengirim pesan adalah kontak bernama Kurir tadi.

[Kamu ke mana? Aku di kamar ditinggal sen—]

"Sial!" umpatku kesal, karena pesannya terpotong di bilah layar kunci. Dari sepenggal pesannya, aku sudah bisa menebak memang bukan dari Kurir biasa.

"DI!"

Aku terperanjat mendengar suara Mas Raja manggilku cukup kencang. Debaran di dada makin terasa membuatku mengeluarkan sikap yang mau tidak mau harus berkamuflase lagi.

"Di!"

Suara panggilannya membuatku khawatir ketahuan atau mungkin dia sedang mencari ponselnya. Aku mematikan layar ponsel yang tidak bisa diapa-apakan tersebut. Kesal rasanya, tapi aku harus mengembalikan benda itu pada pemiliknya. Mungkin lain waktu aku punya kesempatan untuk membongkar isinya.

"Iya, Mas?"

Ponsel tadi disembunyikan di belakang tubuh. Aku bernapas lega saat keluar dari kamar mandi, ternyata Mas Raja masih di atas kasur dengan kondisi tubuh tengkurap. Matanya memang terpejam, tapi saat melihatku keluar dia mengerjap sejenak. Kupegang ponselnya begitu erat, merasa semakin was-was. Namun, dia sepertinya tidak menyadari apa pun.

"Kenapa, Mas?"

Dia masih saja terpejam saat aku berjalan mendekatinya.

"Jangan jauh-jauh," pintanya pelan, menepuk kasur di sampingnya.

Aku berpura-pura tertawa melihatnya begitu manja, padahal dalam hati ingin sekali berkata kasar dan memakinya. "Aku ke kamar mandi sebentar, Mas."

"Sini ...."

Tidak ada hal lain yang bisa kulakukan, selain menuruti keinginannya. Dia memintaku tidur di sampingnya dan ikut masuk ke dalam selimut. Mas Raja lagi-lagi ingin diperhatikan, meminta aku memijitnya juga sampai dia terlelap kembali.

Dalam kondisi seperti itu, kuperhatikan dia dengan lekat, memastikannya sudah tidak sadarkan diri. Lalu, ponsel yang masih kupegang diam-diam tadi disimpan di dekat tubuh suamiku. Tepatnya harus di dalam selimut, dekat dengan kakinya supaya ketika dia bangun nanti tidak merasa heran. Seolah ponselnya memang keluar dari saku celana begitu saja.

"Tidurlah yang nyenyak, Mas." Aku membisikan kalimat itu di dekat telinganya, padahal dalam hati aku berharap dia tidur dan tidak akan bangun lagi selamanya!

***

"Dante biar Mas yang antar, sekalian pergi ke kantor."

"Bukan sekalian jemput Karina, ya?"

Tubuh yang sedang memunggungi itu mendadak tegang. Tangannya pun berhenti menata rambut di depan cermin.

"Mas gak mau jemput Karina atau antar Karina ke mana dulu gitu? Biasanya juga begitu, kan? Makanya sampai sekarang Dante masih ngambek."

Mas Raja berbalik, menghampiriku sambil tersenyum jenaka. Dia pasti merasa jika ucapanku adalah bentuk candaan semata, bukan hal yang perlu diseriusi.

"Mas antar Karina cuma hari kemarin aja loh, Di. Kenapa bilang begitu? Dante emang masih belum ngasih maaf, tapi Mas gak maksud buat dia makin ngambek. Kamu jangan ikut-ikutan marah seperti Dante d**g, Sayang. Kan aku sama Karina gak ada apa-apa. Udah dijelasin sama kamu juga, kan?"

Gak ada apa-apa yang Mas Raja maksud sungguh membuatku memutar bola mata. Tidak mungkin tidak ada apa-apa, sedangkan aku saja belum tahu untuk apa dia mengantar Karina. Apalagi dia berterus terang padaku, Karina bahkan memeluk dan menciumnya. Apa itu yang disebut tidak ada apa-apa? Maksudnya gimana coba? Aku gak paham lagi sama Suamiku.

"Kalaupun Mas ada apa-apa sama Karina, aku juga percaya kok, Mas. Gak usah ditutup-tutupi begitu. Bukannya Mas emang naksir Karina sejak dia masih gadis, kan?"

Lanjut di KBM App

Judul: Daftar Selingkuhan Suamiku
Penulis: Zhao Sinha

19/11/2025

Yang mau di post akun FB nya ..free

Aku memergoki suami gonta-ganti selingkuhan. Setelah kuselidiki, aku terkejut dengan alasannya melakukan semua itu. Tern...
19/11/2025

Aku memergoki suami gonta-ganti selingkuhan. Setelah kuselidiki, aku terkejut dengan alasannya melakukan semua itu. Ternyata selama ini dia .....

***

Bab 4

Aku tidak kaget, jika suamiku punya anak dari wanita lain. Aku juga tidak akan bertindak dramatis langsung melabrak perempuan itu dan marah-marah pada suamiku. Tidak. Aku tidak akan melakukannya, apalagi jika sampai menangis bombay. Hanya membuang waktu dan tenagaku untuk pria seperti itu. Sama saja dengan tidak menghargai diriku sendiri.

Jadi, kuputuskan untuk diam saja, meskipun dalam benak tetap menduga-duga siapa orang di balik nomor tidak bernama tersebut. Aku belum sekalipun membalas pesan darinya. Sengaja dibiarkan, masih ingin menyelidikinya sendiri. Kita lihat reaksi orang itu bagaimana, setelah tahu jika aku tidak terprovokasi?

"Ayah harus gimana supaya kamu mau maafin Ayah, hm?"

Sejak tadi Mas Raja sudah berusaha membujuk putranya, bahkan menunda waktu makan siang. Aku berdiri di ambang pintu, menyaksikan sendiri bagaimana suamiku mulai putus asa untuk mengoceh pada Dante yang malah memunggungi. Anak itu pasti terlalu kesal sampai tidak sedikitpun mau menoleh pada ayahnya.

"Nanti Ayah ajak jalan-jalan ke luar negeri, mau, gak? Atau mau beli gadget baru? Ayah turuti semua keinginan Dante, deh. Tapi maafin Ayah dulu, ya?"

Tidak ada jawaban. Aku tersenyum melihat Dante malah berpura-pura memejamkan mata, memeluk guling begitu erat. Anakku tidak mengantuk, hanya sedang menghindar saja.

"Dante ...." Nada suaranya melemah saat tangan itu mengusap kepala putra kami.

Mas Raja memang ayah yang baik. Dia selalu berusaha bertanggung jawab penuh dan menjalin hubungan baik. Dante begitu dicintai olehnya. Tidak ada sedikitpun cela image buruk yang tersemat padanya selama menjadi ayah. Setidaknya, hanya itu yang terlihat oleh orang-orang sekitar.

Dulu, aku pun berpikir demikian, sebelum aku tahu sendiri, suamiku tidak sebaik itu. Aku hanya diam saja dan malas untuk mengemis apa pun padanya. Sekali sudah rusak kepercayaan, aku tidak ingin membuka lagi lembaran yang indah. Semua rencana keluarga harmonis, manis, dan romantis telah kututup, diganti dengan lembaran rencana yang sewaktu-waktu bisa meledak dan merusak ikatan kami.

"Udah, biarin aja, Mas. Mungkin Dante emang cape, pengen tidur siang."

Mas Raja berpaling padaku dengan wajah yang teramat lesu. Jelas sekali dia tidak senang didiamkan oleh anaknya seperti itu. Mereka jarang bertengkar seperti ini, selain hanya jika Dante punya keinginan dan Ayahnya selalu sibuk.

"Susah bujuknya, Sayang. Dia sama banget seperti kamu kalau lagi marah. Harus pake tenaga ekstra," ucapnya, mengembuskan napas lelah. Terlihat sekali sudah kehilangan akal untuk merayu.

Aku hanya tersenyum sebagai pembenaran. Dante anakku. Memang tidak salah jika dia mewarisi sifat jelekku yang satu itu, asal bukan menuruni sifat ayahnya yang banyak berdusta di belakang mata.

"Mas makan dulu aja. Biarin Dante tidur siang. Nanti aku bantu bujuk dia." Aku meyakinkan suamiku, meskipun lebih berharap Dante tidak akan memaafkan ayahnya sampai kapanpun untuk mewakiliku.

Ingin sekali aku menjadi wanita yang egois, tapi tidak bisa kuterapkan terhadap anakku. Dante masih kecil dan butuh sosok ayah yang baik di sisinya, walaupun tetap saja suatu hari nanti mereka pasti akan berpisah. Aku hanya ingin anakku tetap punya sosok ayah secara pengakuan, tidak akan sama dengan ikatan resmiku dengan Mas Raja yang mungkin sebentar lagi akan berakhir.

Aku bisa menjadi mantan dengan Mas Raja, tapi tidak dengan status anak. Tidak ada p**a yang namanya mantan ayah. Dante berhak mendapatkan itu, setidaknya sampai dia beranjak dewasa dan mulai paham dengan masalah kami. Untuk sekarang, aku hanya ingin membiarkannya menjadi anak kecil yang polos, tidak ikut berpikir kritis.

"Padahal Mas ngerasa gak punya salah besar sama Dante, Di. Tapi dia kenapa marahnya parah banget begitu, ya?"

"Begitulah kalau udah disakitin, Mas. Sekali dikecewain, pasti susah buat maafin. Aku juga kalau jadi Dante, pasti bakal begitu."

Kutatap lekat Mas Raja yang juga memandang padaku. Dia seperti langsung tersadar akan sesuatu dan mendadak tidak tenang. Tindakannya saat mengakui perilaku Karina malah terdengar tidak seperti orang yang merasa bersalah. Secara gamblang, dia juga tidak menutupinya dariku. Memang benar-benar pria ini harus dikasih pelajaran!

***

"Kamu punya kenalan hacker, gak? Atau cyber gitu? Aku lagi butuh nih."

"Buat apa, Mbak?" tanya orang suruhanku di telepon. "Mbak mau lacak apa lagi? Mau bobol data di ponsel Mas Raja?"

Senyum miringku terbit mendengar ucapannya. Aku belum terpikir sejauh itu. Tidak pernah sekalipun aku membobol handphone suamiku, padahal seharusnya aku juga melakukan itu, bukan? Pasti ada banyak data dan barang bukti di sana, karena suamiku selalu membawa benda pipih itu ke mana pun. Dia selalu waspada menyimpan ponselnya, padahal tahu aku tidak pernah menyentuh barang itu.

"Ada nomor asing yang selalu mengirim pesan. Dia masih misterius. Aku hanya ingin mengetahui identitasnya. Dia mencurigakan dan membawa suamiku juga."

Untung saja Mas Raja sedang ada rapat di restoran malam ini, jadi aku bisa menghubungi orang suruhanku dengan tenang. Dante juga sudah tidur. Sembari duduk di tepi ranjang, aku membuka buku catatan kecil yang kubawa dari laci. Di dalam buku ini tertera beberapa daftar orang-orang yang sedang aku selidiki. Nama Karina kutambahkan sebagai kandidat baru, dan tidak lupa dengan nomor asing yang tadi menghubungiku.

Sembari menulis, ponsel tetap diapit di antara bahu dan telinga. Suara orang suruhanku masih terdengar jelas.

"Kamu carikan orang itu, ya. Aku butuh banget soalnya. Nanti aku kirim nomornya ke kamu buat diselidiki. Aku pengen tahu identitas pemilik nomor itu secepatnya."

"Siap, Mbak. Nanti saya carikan."

"Iya, makasih."

Setelah panggilan ditutup, ponsel tidak langsung disimpan. Aku malah membuka dulu foto-foto yang hari ini kuterima, kemudian dipindahkan ke dalam file rahasia. Aku tetap harus waspada supaya semua barang bukti ini tidak akan hilang sewaktu-waktu.

"Aku semakin jijik padamu, Mas," gumamku, menggelengkan kepala melihat sudah seberapa banyak gambar yang dikumpulkan di file rahasia itu.

Ingin sekali aku menancapkan pisau tepat di lehernya, kemudian tertawa saat dia menghadapi sakaratul maut. Itu sudah menjadi keinginan sejak lama, meskipun tidak kulakukan sampai sekarang. Persiapanku belum sempurna untuk melakukan balas dendam. Tinggal menunggu sebentar lagi, Mas Raja pasti akan mati di tanganku!

"Tumben p**ang cepat."

Terdengar deruman mobil masuk gerbang. Aku mulai berbenah di atas ranjang, tidak lupa menyimpan buku cacatan ke dalam laci. Tidak lama kemudian, Mas Raja datang dengan keadaan yang tidak biasa. Itu membuatku mengurungkan niat untuk tidur lebih dulu.

"Di ...."

Langkahnya yang sempoyongan mendekat, kemudian duduk di tepi ranjang, tepat di sisi aku hampir berbaring. Aroma alkohol sangat menyengat. Aku meraih tubuhnya yang tidak seimbang. Dia menjatuhkan kepalanya di pangkuanku, masih bergumam tidak jelas.

"Pijat," lirih Mas Raja, mengambil tanganku untuk menyentuh kepalanya.

Aku tidak heran lagi, dia memang selalu seperti ini jika sudah rapat dengan klien dari luar negeri. Kliennya pecinta alkohol. Hanya untuk keberhasilan kesepatan, Mas Raja selalu melakukannya dengan terpaksa. Namun, untuk kali ini, nampaknya aku tidak boleh merasa hal itu wajar seperti biasanya.

Tanganku berhenti memberikan pijatan, saat melihat noda merah di lehernya.

Lanjut di KBM App

Judul: Daftar Selingkuhan Suamiku
Penulis: Zhao Sinha

Bab 4"Jangan paksa Rion, Kek. Rion gak mau dijodohkan dengan siapa pun.""Rion, jangan membantah perkataan kakekmu. Sebai...
19/11/2025

Bab 4

"Jangan paksa Rion, Kek. Rion gak mau dijodohkan dengan siapa pun."

"Rion, jangan membantah perkataan kakekmu. Sebaiknya kamu turuti permintaannya."

"Pa, Rion masih kuliah. Tolong jangan paksa Rion untuk menikah. Rion belum siap, Pa."

Aku kaget. Saat kakek Hadi dan pama memanggilku ke ruang tengah dan membahas soal perjodohan dengan perempuan yang sama sekali tidak aku kenal.

"Rion, dulu kakek punya sahabat baik. Sebelum meninggal, kami sempat berjanji untuk menjodohkan cucu-cucu kami. Kakek mohon kamu jangan menolak keinginan kakek. Anggap saja ini sebagai permintaan terakhir kakek."

Aku tetap bersikeras menolak perjodohan itu, membuat kakek Hadi terlihat sangat sedih.

"Asal kamu tahu Yon, kakek berhutang nyawa dengan almarhum Sastro sahabat kakek. 17 tahun yang lalu, di saat kami pergi memancing ada insiden yang menimpa kakek. Demi menyelamatkan kakek yang jatuh ke laut, Sastro rela terjun ke laut. Namun, nasib naas malah menimpanya. Dia berhasil membantu kakek untuk naik ke atas kapal yang kami tumpangi, tapi dia gagal menyelamatkan dirinya. Saat ombak besar tiba-tiba datang, membuat Sastro terseret arus."

Kakek Hadi menceritakan itu sambil menitikkan air mata. Bahkan dia berlutut di kakiku, supaya aku mau mengabulkan keinginannya.

"Kakek mohon kamu bantu kakek menepati janji Yon. Tolong nikahi cucunya. Dengan begitu kakek akan merasa lebih tenang. Jika seandainya kakek harus pergi meninggalkan dunia ini."

"Kakek jangan berbicara seperti itu."

"Kakek sudah tua. Entah berapa lama lagi Tuhan mengizinkan kakek hidup di dunia ini. Sebelum kakek benar-benar pergi, kakek cuma ingin menepati janji kepada Sastro. Kamu tenang saja. Kakek kenal betul siapa cucunya. Dia gadis baik-baik. Menurut kakek dia memang pantas untuk menjadi pendamping hidupmu."

Sejenak aku berpikir. Mendengar cerita kakek Hadi, membuatku tidak tega. Jika harus menolak permintaannya.

"Baiklah, Rion akan menikahi gadis itu, tapi jangan menuntut tanggung jawab Rion sebagai suami. Kakek tahu sendiri Rion belum siap menikah. Jangan salahkan Rion jika nanti pernikahan kami gak bahagia."

Kakek Hadi terdiam. Namun, setelah itu ia menerima semua perkataanku.

"Asalkan kamu mau menikahinya, kakek sudah sangat senang Yon. Soal kebahagiaan pernikahan kalian nanti, biarlah waktu yang akan menjawabnya. Kakek yakin dengan seiringnya waktu kamu pasti bisa menerima dia sebagai istrimu."

"Jangan terlalu berharap Kek. Jika gak mau kecewa. Rion cuma menikahinya, supaya kakek bisa menepati janji. Jadi tolong jangan berharap lebih dengan pernikahan kami nanti."

Setelah mengatakan itu Arion segera pergi meninggalkan kakek dan juga papanya.

"Pa, apa keputusan ini sudah tepat untuk Rion?"

"Ini yang terbaik untuk putramu Akmal. Semoga saja hati anak itu berubah. Setelah ia menikah."

"Hmm, tapi Pa, bagaimana kalau ingatan Rion kembali? Dia sangat membenci Nayla. Aku takut Rion malah menyakitinya."

"Sudah saatnya mereka menyelesaikan masalah di masa lalu yang belum usai Akmal. Nayla dan keluarganya pasti memiliki pemikiran sendiri. Sampai meminta kita meneruskan perjodohan ini. Lagi p**a papa merasa lega. Setidaknya papa bisa menepati janji pada mendiang Sastro, yang rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan papa."

Akmal tidak bisa berkata-kata. Selain menerima keputusan yang sudah di buat. Ia cuma berharap Arion hidup bahagia. Bersama perempuan yang dulu sangat dicintainya.

***

Tak terasa hari pernikahanku tiba. Tidak banyak yang tahu, jika aku akan menikah selain keluarga besarku. Aku juga sengaja tidak memberitahukan teman-teman kampusku. Aku tidak ingin mereka tahu, dengan statusku yang baru.

"Rion, kamu hapalkan kalimat untuk ijab kabul nanti. Jangan sampai membuat kesalahan dan mempermalukan keluarga kita di hadapan keluarga calon istrimu," ucap papa yang memberikan peringatan kepadaku.

Aku menatap lekat selembar kertas yang tertulis nama calon istriku di sana.

'Aku terima nikah dan kawinnya Nayla Cecilia binti....'

Aku langsung menjeda kalimat yang aku ucapkan, saat aku membaca nama lengkap calon istriku yang mirip dengan nama seseorang yang aku kenal.

'Nayla Cecilia? Kenapa namanya mirip dengan nama gadis bercadar itu? Gak mungkin dia. Bukankah dia sudah menikah? Baru beberapa hari yang lalu aku dan Farel melihat suaminya mengantar dia ke kampus. Aku rasa ini cuma kebetulan saja,' pikirku sambil menggelengkan kepala.

***

Tak lama kemudian papa kembali menemuiku. Saat pak penghulu datang dan ijab kabul akan segera dilangsungkan.

"Bagaimana Yon? Apa kamu sudah hapal kalimat ijab kabul yang akan kamu ucapkan nanti di depan penghulu?"

"Sudah, Pa. Cuma kalimat singkat seperti ini gampang. Papa gak usah khawatir."

"Ya sudah, rapikan jasmu. Kita temui penghulu dan juga calon mertuamu. Ingat Yon, kamu jangan membuat kesalahan dan mempermalukan keluarga kita."

Aku mendengus kesal. Saat papa berkali-kali memberikan peringatan kepadaku.

"Papa tenang saja. Aku bukan anak kecil yang perlu Papa khawatirkan."

Setelah mengatakan itu, aku berjalan mengikuti papa dari belakang. Aku tatap ke arah sekeliling, tapi aku tidak menemukan perempuan yang akan menjadi istriku nanti.

"Calon istrimu menyaksikan ijab kabul ini dari kamar pengantin Yon. Kalian memang sengaja tidak dipertemukan, sebelum kalian resmi menjadi suami istri."

Aku terdiam. Saat mendengar penjelasan papa. Aku yang dangkal ilmu agama sama sekali tidak mengerti. Namun, aku tidak peduli. Lagi p**a melihat wajahnya atau tidak, tetap saja aku akan menikahinya demi memenuhi janji kakek pada almarhum sahabatnya.

'Setelah menikahinya aku akan mengajaknya untuk bercerai, yang terpenting sekarang aku sudah menuruti kemauan kakek. Jadi jangan salahkan aku, jika pernikahan tanpa cinta ini akan segera berakhir secepatnya.'

Setelah bergelut dengan pikiranku sendiri, aku langsung menjabat tangan seorang pria, yang aku yakini adalah ayah dari calon istriku.

"Arion Gavindra bin Akmal Al Haris saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya yang bernama Nayla Cecilia binti Hermawan dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Nayla Cecilia binti Hermawan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi?"

"Sah! Sah! Sah!"

Di kamar pengantin seorang gadis bercadar kini menitikkan air mata. Saat menyaksikan proses ijab kabul, yang sangat menyentuh hatinya.

'Arion, akhirnya kita menikah. Semoga ini awal untuk kita memulai hubungan yang baru. Izinkan aku menebus dosaku di masa lalu. Aku harap setelah ini kamu gak membenciku.'

***

Baca cerita selengkapnya di KBM, lebih seru Guys!

Judul: Hatiku Tersesat Di Balik Cadarmu
Penulis: Fitri Queen

Address

Ciranjang
Cianjur Regency

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Soni28 posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Soni28:

Share