19/11/2025
Aku memergoki suami gonta-ganti selingkuhan. Setelah kuselidiki, aku terkejut dengan alasannya melakukan semua itu. Ternyata selama ini dia .....
***
Bab 4
Aku tidak kaget, jika suamiku punya anak dari wanita lain. Aku juga tidak akan bertindak dramatis langsung melabrak perempuan itu dan marah-marah pada suamiku. Tidak. Aku tidak akan melakukannya, apalagi jika sampai menangis bombay. Hanya membuang waktu dan tenagaku untuk pria seperti itu. Sama saja dengan tidak menghargai diriku sendiri.
Jadi, kuputuskan untuk diam saja, meskipun dalam benak tetap menduga-duga siapa orang di balik nomor tidak bernama tersebut. Aku belum sekalipun membalas pesan darinya. Sengaja dibiarkan, masih ingin menyelidikinya sendiri. Kita lihat reaksi orang itu bagaimana, setelah tahu jika aku tidak terprovokasi?
"Ayah harus gimana supaya kamu mau maafin Ayah, hm?"
Sejak tadi Mas Raja sudah berusaha membujuk putranya, bahkan menunda waktu makan siang. Aku berdiri di ambang pintu, menyaksikan sendiri bagaimana suamiku mulai putus asa untuk mengoceh pada Dante yang malah memunggungi. Anak itu pasti terlalu kesal sampai tidak sedikitpun mau menoleh pada ayahnya.
"Nanti Ayah ajak jalan-jalan ke luar negeri, mau, gak? Atau mau beli gadget baru? Ayah turuti semua keinginan Dante, deh. Tapi maafin Ayah dulu, ya?"
Tidak ada jawaban. Aku tersenyum melihat Dante malah berpura-pura memejamkan mata, memeluk guling begitu erat. Anakku tidak mengantuk, hanya sedang menghindar saja.
"Dante ...." Nada suaranya melemah saat tangan itu mengusap kepala putra kami.
Mas Raja memang ayah yang baik. Dia selalu berusaha bertanggung jawab penuh dan menjalin hubungan baik. Dante begitu dicintai olehnya. Tidak ada sedikitpun cela image buruk yang tersemat padanya selama menjadi ayah. Setidaknya, hanya itu yang terlihat oleh orang-orang sekitar.
Dulu, aku pun berpikir demikian, sebelum aku tahu sendiri, suamiku tidak sebaik itu. Aku hanya diam saja dan malas untuk mengemis apa pun padanya. Sekali sudah rusak kepercayaan, aku tidak ingin membuka lagi lembaran yang indah. Semua rencana keluarga harmonis, manis, dan romantis telah kututup, diganti dengan lembaran rencana yang sewaktu-waktu bisa meledak dan merusak ikatan kami.
"Udah, biarin aja, Mas. Mungkin Dante emang cape, pengen tidur siang."
Mas Raja berpaling padaku dengan wajah yang teramat lesu. Jelas sekali dia tidak senang didiamkan oleh anaknya seperti itu. Mereka jarang bertengkar seperti ini, selain hanya jika Dante punya keinginan dan Ayahnya selalu sibuk.
"Susah bujuknya, Sayang. Dia sama banget seperti kamu kalau lagi marah. Harus pake tenaga ekstra," ucapnya, mengembuskan napas lelah. Terlihat sekali sudah kehilangan akal untuk merayu.
Aku hanya tersenyum sebagai pembenaran. Dante anakku. Memang tidak salah jika dia mewarisi sifat jelekku yang satu itu, asal bukan menuruni sifat ayahnya yang banyak berdusta di belakang mata.
"Mas makan dulu aja. Biarin Dante tidur siang. Nanti aku bantu bujuk dia." Aku meyakinkan suamiku, meskipun lebih berharap Dante tidak akan memaafkan ayahnya sampai kapanpun untuk mewakiliku.
Ingin sekali aku menjadi wanita yang egois, tapi tidak bisa kuterapkan terhadap anakku. Dante masih kecil dan butuh sosok ayah yang baik di sisinya, walaupun tetap saja suatu hari nanti mereka pasti akan berpisah. Aku hanya ingin anakku tetap punya sosok ayah secara pengakuan, tidak akan sama dengan ikatan resmiku dengan Mas Raja yang mungkin sebentar lagi akan berakhir.
Aku bisa menjadi mantan dengan Mas Raja, tapi tidak dengan status anak. Tidak ada p**a yang namanya mantan ayah. Dante berhak mendapatkan itu, setidaknya sampai dia beranjak dewasa dan mulai paham dengan masalah kami. Untuk sekarang, aku hanya ingin membiarkannya menjadi anak kecil yang polos, tidak ikut berpikir kritis.
"Padahal Mas ngerasa gak punya salah besar sama Dante, Di. Tapi dia kenapa marahnya parah banget begitu, ya?"
"Begitulah kalau udah disakitin, Mas. Sekali dikecewain, pasti susah buat maafin. Aku juga kalau jadi Dante, pasti bakal begitu."
Kutatap lekat Mas Raja yang juga memandang padaku. Dia seperti langsung tersadar akan sesuatu dan mendadak tidak tenang. Tindakannya saat mengakui perilaku Karina malah terdengar tidak seperti orang yang merasa bersalah. Secara gamblang, dia juga tidak menutupinya dariku. Memang benar-benar pria ini harus dikasih pelajaran!
***
"Kamu punya kenalan hacker, gak? Atau cyber gitu? Aku lagi butuh nih."
"Buat apa, Mbak?" tanya orang suruhanku di telepon. "Mbak mau lacak apa lagi? Mau bobol data di ponsel Mas Raja?"
Senyum miringku terbit mendengar ucapannya. Aku belum terpikir sejauh itu. Tidak pernah sekalipun aku membobol handphone suamiku, padahal seharusnya aku juga melakukan itu, bukan? Pasti ada banyak data dan barang bukti di sana, karena suamiku selalu membawa benda pipih itu ke mana pun. Dia selalu waspada menyimpan ponselnya, padahal tahu aku tidak pernah menyentuh barang itu.
"Ada nomor asing yang selalu mengirim pesan. Dia masih misterius. Aku hanya ingin mengetahui identitasnya. Dia mencurigakan dan membawa suamiku juga."
Untung saja Mas Raja sedang ada rapat di restoran malam ini, jadi aku bisa menghubungi orang suruhanku dengan tenang. Dante juga sudah tidur. Sembari duduk di tepi ranjang, aku membuka buku catatan kecil yang kubawa dari laci. Di dalam buku ini tertera beberapa daftar orang-orang yang sedang aku selidiki. Nama Karina kutambahkan sebagai kandidat baru, dan tidak lupa dengan nomor asing yang tadi menghubungiku.
Sembari menulis, ponsel tetap diapit di antara bahu dan telinga. Suara orang suruhanku masih terdengar jelas.
"Kamu carikan orang itu, ya. Aku butuh banget soalnya. Nanti aku kirim nomornya ke kamu buat diselidiki. Aku pengen tahu identitas pemilik nomor itu secepatnya."
"Siap, Mbak. Nanti saya carikan."
"Iya, makasih."
Setelah panggilan ditutup, ponsel tidak langsung disimpan. Aku malah membuka dulu foto-foto yang hari ini kuterima, kemudian dipindahkan ke dalam file rahasia. Aku tetap harus waspada supaya semua barang bukti ini tidak akan hilang sewaktu-waktu.
"Aku semakin jijik padamu, Mas," gumamku, menggelengkan kepala melihat sudah seberapa banyak gambar yang dikumpulkan di file rahasia itu.
Ingin sekali aku menancapkan pisau tepat di lehernya, kemudian tertawa saat dia menghadapi sakaratul maut. Itu sudah menjadi keinginan sejak lama, meskipun tidak kulakukan sampai sekarang. Persiapanku belum sempurna untuk melakukan balas dendam. Tinggal menunggu sebentar lagi, Mas Raja pasti akan mati di tanganku!
"Tumben p**ang cepat."
Terdengar deruman mobil masuk gerbang. Aku mulai berbenah di atas ranjang, tidak lupa menyimpan buku cacatan ke dalam laci. Tidak lama kemudian, Mas Raja datang dengan keadaan yang tidak biasa. Itu membuatku mengurungkan niat untuk tidur lebih dulu.
"Di ...."
Langkahnya yang sempoyongan mendekat, kemudian duduk di tepi ranjang, tepat di sisi aku hampir berbaring. Aroma alkohol sangat menyengat. Aku meraih tubuhnya yang tidak seimbang. Dia menjatuhkan kepalanya di pangkuanku, masih bergumam tidak jelas.
"Pijat," lirih Mas Raja, mengambil tanganku untuk menyentuh kepalanya.
Aku tidak heran lagi, dia memang selalu seperti ini jika sudah rapat dengan klien dari luar negeri. Kliennya pecinta alkohol. Hanya untuk keberhasilan kesepatan, Mas Raja selalu melakukannya dengan terpaksa. Namun, untuk kali ini, nampaknya aku tidak boleh merasa hal itu wajar seperti biasanya.
Tanganku berhenti memberikan pijatan, saat melihat noda merah di lehernya.
Lanjut di KBM App
Judul: Daftar Selingkuhan Suamiku
Penulis: Zhao Sinha