19/01/2025
Sudah lima tahun berlalu sejak Ardi meninggalkan kampung halaman untuk merantau ke kota besar. Setiap bulan, ia mengirimkan kabar dan sedikit uang untuk orang tuanya yang sudah semakin menua. Namun, tahun demi tahun, ia merasa semakin terpisah dari rumah dan tak lagi bisa pulang seperti dulu.
Di rumah yang sederhana, ibu dan bapaknya masih setia menunggu kepulangan anaknya. Setiap kali mendengar suara kendaraan di jalan raya, mata mereka berbinar, berharap itu adalah Ardi yang kembali. Ibu sering memasak makanan kesukaan Ardi, meski tahu anaknya tidak akan datang hari itu. Bapak, meskipun tubuhnya sudah mulai lemah, tak pernah berhenti berharap.
"Anakku pasti akan kembali," katanya pada ibu, meskipun suaranya terdengar lemah. "Dia akan datang, pasti."
Setiap malam, Bapak duduk di teras rumah, menatap jalanan sepi yang membentang di depan rumah mereka. Ia ingin melihat Ardi berjalan kembali ke pelukannya, ingin mendengar suara tawa anaknya yang dulu begitu meramaikan rumah. Tapi hari demi hari, waktu terus berjalan, dan Ardi tak kunjung pulang.
Suatu pagi, Bapak jatuh sakit. Tubuhnya yang sudah lemah tak lagi mampu bertahan. Ibu merawatnya dengan penuh kasih, namun takdir berkata lain. Bapak menghembuskan napas terakhirnya di rumah yang selama ini penuh dengan harapan. Sebelum menutup mata, Bapak sempat berbisik, "Tunggu anakmu pulang, sayang."
Dan akhirnya, setelah begitu lama menunggu, Ardi kembali. Pulang dengan langkah terburu-buru, membawa rindu yang terpendam begitu dalam. Ia tak tahu bahwa kepulangannya datang terlambat. Bapak sudah tiada. Hanya ada kesedihan yang menyelimuti rumah yang pernah penuh tawa. 🥹😭
Ardi berdiri di depan makam bapaknya, air mata mengalir deras. Ia menyesali setiap detik yang terlewat tanpa bisa berada di sisi orang tuanya. “Maafkan aku, Bapak. Aku tak sempat pulang,” katanya, suaranya hampir tak terdengar.
Penantian yang panjang itu, pada akhirnya, hanya menyisakan kenangan.