21/04/2025
IMAM HATIM AL-ASHOM DAN KEINGINANNYA UNTUK HAJI
Imam Adz-Dzahabi meriwayatkan dalam kitab Siyar A'lam An-Nubala' bahwa Imam Hatim Al-Ashom, salah satu pembesar kaum sholihin yang terkemuka, beliau sangat ingin menunaikan ibadah haji pada suatu tahun, tetapi ia tidak memiliki biaya untuk melakukannya. Bahkan, Ia tidak melakukan bepergian dan hajinya tidak dihukumi wajib jika ia tak mampu menanggung nafkah anak dan keluarga yang beliau akan tinggalkan selama haji.
Ketika waktu keberangkatan haji semakin dekat, putrinya melihatnya sedih dan menangis. Putrinya yang shalehah itu bertanya, "Ayah, apa yang membuatmu menangis?"
Imam Hatim menjawab :"Haji sudah dekat, tapi aku tidak memiliki biaya." Putrinya bertanya, "Mengapa Ayah tidak berangkat haji?"
Imam Hatim menjawab, "Karena tidak ada biaya." Putrinya berkata : "Allah pasti akan memberi rezeki." Imam Hatim bertanya, "Bagaimana dengan nafkah kalian?"
Putrinya menjawab : "Allah pasti akan memberi rezeki kepada kami."
Imam Hatim berkata : "Tapi keputusan ada di tangan ibumu."
Putrinya kemudian berbicara dengan ibunya, dan akhirnya ibunya dan anak-anak lainnya berkata, "Ayah, pergilah ke haji, Allah pasti akan memberi rezeki kepada kami."
Imam Hatim meninggalkan mereka dengan bekal untuk tiga hari dan berangkat haji tanpa membawa cukup uang. Ia berjalan di belakang kafilah, dan di awal perjalanan, pemimpin kafilah tersengat kalajengking. Mereka mencari orang yang bisa membacakan ruqyah untuk kesembuhanya, dan mereka menemukan Imam Hatim. Lalu Imam Hatim membacakan ruqyah dan Allah menyembuhkannya seketika.
Pemimpin kafilah berkata, "Biaya perjalanan p**ang pergi akan aku tanggung." Imam Hatim berdoa, "Ya Allah, Engkau telah mengatur aku, maka tunjukkanlah pengaturan-Mu bagi keluargaku."
Tiga hari berlalu, dan biaya hidup keluarga Imam Hatim habis. Anak-anaknya mulai merasa lapar dan menyalahkan putrinya, tetapi putrinya tetap tersenyum. Mereka bertanya, "Apa yang membuatmu tersenyum sementara kita hampir mati kelaparan?" Putrinya menjawab, "Ayah kita adalah orang yang makan rezeki, bukan pemberi rezeki. Yang memberi rezeki adalah Allah."
Mereka berbicara sambil mendengar suara ketukan di pintu. Mereka bertanya, "Siapa di pintu?" Orang yang mengetuk menjawab, "Amirul Mukminin meminta air minum dari kalian." Air diambil dari rumah mereka dan diberikan kepada khalifah. Khalifah merasa air itu memiliki rasa segar yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.
Khalifah bertanya, "Dari mana air ini?" Mereka menjawab, "Dari rumah Hatim Al-ashom." Khalifah berkata, "Panggilah dia agar aku bisa membalas kebaikannya." Mereka menjawab, "Dia sedang haji." Khalifah melepas ikat pinggangnya yang terbuat dari kain mahal yang dihiasi permata dan berkata, "Ini untuk mereka."
Kemudian, khalifah berkata, "Siapa yang memiliki hubungan baik denganku?" Para menteri dan pedagang melepas ikat pinggang mereka sebagai tanda terima kasih. Ikat-ikat pinggang itu kemudian dibeli oleh seorang pedagang dengan harga yang sangat tinggi, sehingga rumah Hatim Al - Ashim dipenuhi dengan emas yang cukup untuk mereka sampai mati.
Ketika mereka membeli makanan dan tersenyum, putrinya menangis. Ibunya bertanya, "Apa yang membuatmu menangis, padahal Allah telah memberi kita kelapangan?" Putrinya menjawab, "Makhluk yang tidak memiliki kuasa atas dirinya sendiri ( Yakni Sang khalifah) memperhatikan kita dan memberi kita kecukupan sampai mati. Bagaimana dengan Allah, Sang malikul muluk?"
[Dikutip dari Siyar A'lam An-Nubala' (juz 11balaman 487)]
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Abdul Muiz Bin Mustofa Lc, M.Pd