13/12/2025
RIYADLOH DAN TIRAKAT DI ERA MILLENIAL
Riyadloh dan Tirakat adalah kata yg kerap dipakai orang tua kita untuk memaknai ‘puasa’, puasa dari segala hal yg melalaikan, menekan nafsu agar sampai kepada maqom2 tertentu di sisi Allah. Riyadhoh dan Tirakat adalah dua hal yg sama tapi sejatinya berbeda.
Riyadloh adalah belajar. Kita menjumpai beberapa orang yg puasa senin kamis, berdzikir, bersholawat dan melaksanakan beberapa amalan lainnya. Sesungguhnya mereka adalah orang2 yg menginginkan sesuatu lebih sebagai wujud ikhtiar dari apa2 yg diberikan Allah, ketenangan dan kehidupan yg layak menjadi salah satu tujuannya.
Seseorang yg masih dalam tingkat riyadloh tidak layak menganggap dirinya “sudah baik, sudah tirakat, sudah berdzikir, sudah melakukan banyak hal dan yakin kelak hidupnya nyaman dijamin Allah”. Lalu kapan berakhirnya riyadloh hingga naik ke maqom tirakat? Tidak ada batasnya. Jangan pernah menganggap diri kita ini sudah tirakat. Makna riyadloh artinya latihan atau belajar, sedangkan tirakat artinya adalah meninggalkan kesan bahwa dirinya sudah riyadloh, dan yg perlu digarisbawahi di sini, yg paling berhak menilai kita telah berhasil melakukan riyadloh/tirakat hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ciri2 orang riyadloh adalah istiqomah, ketika riyadlohnya menjadi istiqomah maka maqomnya menjadi tirakat, dan ciri orang yang tirakat adalah qona’ah. Wujud dari berhasilnya tirakat adalah jiwa2 yg wira’i dan zuhud.
Apa saja bentuk dari riyadloh itu? Tentu saja banyak, istiqomah sholat fardlu, puasa senin kamis, sholat malam, sholat sunnah, membaca Alquran, sholat sunnah dengan bacaan2 Alquran tertentu, amalan2 yg diijazahkan oleh para guru atau murabbirruh seperti puasa mutih, puasa daud, puasa tarkurruh, puasa ngrowot, puasa pati geni, , dsb. Dan fase riyadloh itu bagi orang2 yang ibadah wajibnya sudah istiqomah.
Riyadloh dan tirakat menjadi budaya dan ciri khas pesantren, dilakukan oleh para kiai pengasuh pesantren dan juga santri, para kiai adalah tombak kehidupan bagi masyarakat, tidak asal melangkah sebelum melaksanakan beberapa amalan dalam rangka memohon sesuatu kepada Allah.
Dikisahkan oleh Gus Muwafiq, Hadratu Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Muassis NU, suatu ketika disowani oleh B**g Karno untuk mentashih Pancasila yg telah dirumuskan apakah sudah sesuai dgn nilai2 Islam? Mbah Hasyim tidak lantas menjawabnya dgn tergesa2, padahal Mbah Hasyim adalah seorang Guru Besar pakar Ilmu Hadis dan beberapa disiplin ilmu agama lainnya, Mbah Hasyim mauquf (menunda menjawab) sebab yg ditanyakan oleh B**g Karno terkait dgn dasar negara dan kemaslahatan kehidupan rakyat. Maka untuk menemukan jawabannya, Mbah Hasyim melakukan tirakat puasa selama tiga hari.
Selama puasa tsb, beliau mengkhatamkan Alquran dan membaca Alfatihah. Setiap membaca Alfatihah dan sampai pada ayat iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in, Mbah Hasyim mengulangnya hingga 350.000 kali. Kemudian, setelah puasa tiga hari, Mbah Hasyim melakukan shalat istikharah dua rakaat. Rakaat pertama beliau membaca Surat Attaubah sebanyak 41 kali, sedangkan rakaat kedua membaca Surat Alkahfi sebanyak 41 kali. Kemudian beliau istirahat tidur. Sebelum tidur, Mbah Hasyim membaca ayat terakhir dari Surat Alkahfi sebanyak 11 kali. Paginya, melalui putranya Kyai Wachid Hasyim beliau menyampaikan hasil isyarat bahwa Pancasila telah sesuai dgn nilai2 Islam dan seluruh ajaran agama.
Di Tambakberas, Jombang, seorang tokoh dan pejuang NU KH. Hasbullah Said ketika istrinya, Nyai Latifah mengandung, Mbah Hasbullah melakukan tirakat dengan mengkhatamkan Alquran hingga 100 kali setiap kehamilan, artinya rata2 Mbah Hasbullah akan mengkhatamkan Alquran dalam 2-3 hari. Tidak heran putra-putri Mbah Hasbullah ketika dewasa menjadi tokoh besar dan sosok yg berpengaruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mbah Said, pun saat sedang membangun pesantren Bahrul Ulum beliau tirakat tidak tidur selama dua tahun. Buah dari tirakat beliau, pesantren Bahrul Ulum melahirkan para ulama yg alim allamah.
Mbah Kiai Sehah melaksanakan tirakat berupa tidak tidur sepanjang malam dan beruzlah di dekat sungai, Mbah Sehah juga melatih perutnya agar tidak mudah gemar makanan. Caranya adalah apabila mau makan, maka makanan tersebut dicampuri kerikil kecil, sehingga ketika makan harus sabar memilih makanan yg bercampur kerikil. Beliau memang dipercaya memiliki karomah yg luar biasa, berupa suara layaknya halilintar, sekali Belanda berlaku tidak sopan kepada beliau maka dengan satu bentakan Si Belanda pun mati beserta kudanya.
Ulama perempuan pun tak luput dari riyadloh dan tirakat, Nyai Latifah selama mengandung tidak berhenti mengkhatamkan Alquran. Putra2nya lahir menjadi kiai besar dan pemimpin pesantren. Ibunyai Rodliyyah Jazuli, Ploso Kediri. Adalah seorang perempuan yang tidak pernah berhenti berdzikir dan bersholawat, dawamul wudlu 4, beliau adalah perempuan berdikari, tidak mengandalkan uang pemberian dari suaminya (KH. Ahmad Djazuli Usman), beliau berdagang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, berkah keistiqomahannya lahirlah putra-putri yg luar biasa, salah satunya yg terkenal dgn kemajdzubannya adalah Gus Miek. Ibunda Gus Dur, Nyai Solihah setiap akan menanak nasi tidak pernah luput dari menshalawati sebutir demi sebutir beras yg dipilihnya dari karung sebelum ditanak, dan tidak ada yg boleh menyentuh nasi tsb sebelum dimakan oleh mertuanya yakni Mbah Hasyim, suaminya Mbah Wahid Hasyim dan putranya Gus Dur.
Laku riyadloh dan tirakat sebenarnya tidak diawali oleh para kiai, orang tua dan guru. Namun tirakat sudah dilakukan oleh nabi2 terdahulu sebelum Baginda Nabi Muhammad dan para wali Allah. Puasa tidak berbicara 3 hari oleh Nabi Zakariya, puasa Daud, tirakat Maryam yang menyepi di Mihrab, tirakat Hajar Ibunda Nabi Ismail yg melakukan lari2 kecil sepanjang Shofa dan Marwa. Tirakat Sunan Kalijaga yg bertapa menanti gurunya Sunan Bonang, tirakat Patih Gajah Mada yg tidak akan melepaskan puasa sebelum Nusantara bersatu, dsb.
Jika melihat dari laku riyadlah dan tirakat di atas mungkin tampak sangat begitu sulit dilaksanakan oleh orang biasa semacam kita. Lalu bagaimana wujud riyadloh dan tirakat untuk para orang tua dan guru dalam melatih spiritual dan mendidik anak kita?
Riyadloh dan tirakat tidak bisa kita jalankan sesuai kehendak kita, tetapi harus atas perintah guru. Guru sebagai murabbirruh atau guru spiritual yg lebih mengerti kadar kemampuan muridnya dalam menjalankan riyadloh. Maka sebelum melaksanakan tirakat, hendaknya terlebih dulu meminta persetujuan dari seorang guru.
KH Djamaluddin Ahmad, pada suatu kesempatan menyampaikan tidak boleh berlaku kasar kepada anak jika seorang anak melakukan tindakan yg kurang baik, anak harus ditirakati, tirakat orang tua bisa berupa sholat hajat 2 rokaat dgn niat agar seluruh putra-putrinya menjadi anak yg shalih-shalihah, tiap rokaat membaca fatihah 41 kali, dilaksanakan sehari sekali atau seminggu sekali, atau sebulan sekali dan atau setahun sekali. Ijazah tirakat ini diberikan oleh Syaikh Tajuddin. Kyai Jamal menambahkan agar orang tua puasa weton anak2nya, dgn harapan sifat2 dan karakter buruk yang melekat pada orang tua tidak diturunkan kepada anak2nya. Diutamakan yg puasa adalah ibunya, jika ibunya sedang haid atau berhalangan, maka yg puasa adalah bapaknya.
KH. Muhammad Nur Qomaruddin, memerintahkan untuk sering-sering bersedekah ditujukan untuk anak agar anak menjadi lembut hatinya, mengistiqomahkan wudlu, jika sedang berwudlu selain doa berwudlu, iringilah juga dgn niat wudlu ini untuk membersihkan hati anak2 agar anak menjadi mudah dalam menghafalkan Alquran.
Gus Adib bin Abdul Jalil Mustaqim Tulungagung berpesan, seorang ibu jika menginginkan anak2nya menjadi orang yg shalih hendaklah tidak melepaskan 3 laku riyadloh atau salah satunya, yakni: Sholat fardlu tepat waktu dgn berjamaah, istiqomah qiyamullail dan melanggengkan membaca Alquran setiap harinya.
Allahu Yarham Ibunyai Hj. Marfuah Mojokerto mengatakan jika ingin memiliki anak yg sholih hendaknya selalu berbuat baik kepada suami serta tidak menyakiti hati suami.
Allahu yarham Ibunyai Hj. Mas Fatimah Muhajir mengatakan bahwa tirakat zaman sekarang tidak bisa disamakan dgn tirakat orang terdahulu yg ghirah spiritualnya begitu tinggi agar dekat dgn Tuhan. Di zaman yg serba enak ini, tirakat tidak hanya dgn puasa, tidak makan yg enak2 atau qiyamullail, tapi justru tirakat yg tertinggi nilainya adalah tidak membicarakan keburukan orang lain.
Boleh jadi maqomnya di rumah, tapi dunia maya membawanya ke ranah sosial. Semakin sedikit orang yg keluar rumah namun jari menjadi wakil dari lisan. Komentar yang mencerca, komentar yg menyakiti, status menyindir, status memaki terkadang tidak bisa dihindarkan.
Mari meriyadlohkan diri untuk tidak sedikit2 mengomentari. Mari menirakati diri dgn menjadi sufi di tengah2 ledakan informasi yg kerap menipu. Mari mempuasakan jari untuk tidak menyebarkan informasi yg belum valid sekalipun isinya baik.
Jangan sampai kelak anak2 kita membaca tulisan buruk yg pernah ditulis oleh orang tuanya, karena rekam jejak digital tidak akan hilang begitu saja.
Tirakat seperti contoh di atas yang mana sanggup kita laksanakan?